Upacara dan Perayaan Dalam Agama Buddha
Kapankah Tumimbal Lahir Dimulai?
Kesadaran kita yang berlanjut dari kehidupan yang sati
ke kehidupan yang selanjutnya tidaklah berawal - Proses ini tidak terbatas dan
terus menerus. Setiap momen dalam kesadaran kita merupakan kelanjutan dari
momen sebelumbnya. Siapa diri kita, dan apa yang kita pikirkan dan rasakan
sekarang, tergantung dari siapa kita kemarin. Kesadaran kita sekarang adalah
kelanjutan dari kesadaran kita sebelumnya. Suatu momen dalam kesadaran kita
diakibatkan oleh momen sebelumnya. Keberlangsungan ini dapat dilacak
kembali sampai kita masih kecil, bahkan sewaktu kita masih dalam kandungan ibu
kita. Bahkan sebelum kita dilahirkan, arus kesadaran kita telah ada di tubuh
yang lain.
Dengan menggunakan contoh garis bilangan, melihat ke
kiri sebelum posisi nol, tidak ada angka negatif yang pertama, dan lihat ke
kanan banyak terdapat angka-angka yang tidak ada habisnya - satu per satu dapat
selalu ditambahkan. Seperti arus kesadaran kita yang tidak memiliki awal dan
akhir, kita semua sudah mengalami berjuta-juta kali kelahiran, dan kesadaran
kita akan terus menerus ada. Dengan menyucikan arus kesadaran kita, kita dapat
membuat keberadaan kita di masa yang akan datang menjadi lebih baik.
Bersujud
Bersujud di hadapan patung Buddha bukanlah memuja
berhala. Ini merupakan ungkapan rasa hormat yang mendalam. Sujud merupakan
pernyataan bahwa Buddha telah mencapai Penerangan Sempurna dan Tertinggi.
Dengan melakukan ini seseorang dapat menekan keinginan, perasaan menang
sendiri, dan menjadi lebih siap mempelajari ajaran Buddha.
Beranjali
Meletakkan kedua telapak tangan di depan dada (anjali)
merupakan suatu tradisi untuk menyatakan penghormatan tertinggi kepada Tiga
Permata. Ketika seorang umat Buddha menyapa yang lain, mereka mengatupkan kedua
telapak tangan seperti sekuntum bunga teratai yang kuncup, sedikit
membungkukkan badan, dan dengan perlahan berkata “Sekuntum teratai (simbol
kesucian dalam Agama Buddha) untukmu, seorang Buddha di masa depan.” Salam ini
memberikan pengakuan adanya benih-benih Penerangan Sempurna atau benih
Kebuddhaan di dalam diri orang lain oleh karenanya kita mengharapkan kebaikan
dan kebahagiaan untuknya. Meletakkan kedua telapak tangan juga mempunyai efek
pemusatan dan penenangan pikiran.
Pradaksina
Pradaksina merupakan kegiatan mengelilingi sebuah
obyek pemujaan seperti stupa (sebuah bangunan bersejarah tempat menyimpan
reliks suci), pohon Bodhi (pohon di mana Buddha duduk di bawahnya saat Beliau
mencapai Penerangan Sempurna), atau Pratima Buddha, sebanyak tiga kali atau
lebih sebagai wujud sikap hormat. Ini dilakukan dengan meditasi berjalan searah
jarum jam; seseorang menjaga agar tetap berada di sisi kanan obyek pemujaan.
Persembahan
Memberikan persembahan di altar merupakan wujud bakti,
yang menunjukkan penghormatan dan pemujaan kepada Tiga Permata. Setiap benda
yang dipersembahkan memiliki makna masing-masing.
Cahaya
Persembahan cahaya mengingatkan kita pada pancaran
sinar Kebijaksanaan yang menghalau kegelapan dan ketidaktahuan di dalam usaha
mencapai Penerangan Sempurna. Ini mendorong kita mencari cahaya
Kebijaksanaan.
Menghormati Budha, kita mempersembahkan lilin dan
pelita :
Kepada-Nya, yang merupakan cahaya, kami persembahkan cahaya.
Dengan lampu-Nya yang agung, kami nyalakan pelita dalam diri kami
Pelita Bodhi (Penerangan Sempurna) bersinar dalam hati kami.
Kepada-Nya, yang merupakan cahaya, kami persembahkan cahaya.
Dengan lampu-Nya yang agung, kami nyalakan pelita dalam diri kami
Pelita Bodhi (Penerangan Sempurna) bersinar dalam hati kami.
Bunga
Persembahan bunga-bunga yang segar dan indah, yang
segera akan menjadi layu, tidak lagi wangi dan pudar warnanya mengingatkan
kita pada ketidakkekalan semua benda, termasuk kehidupan kita. Ini
mendorong kita untuk menghargai setiap momen dalam hidup kita dan tidak terikat
padanya.
Menghormati Buddha, kita mempersembahkan bunga: Bunga-bunga
yang saat ini segar dan mekar dengan indahnya,
Bunga-bunga yang esok akan memudar dan berguguran,
Demikianlah tubuh ini, seperti bunga, akan lapuk juga.
Bunga-bunga yang esok akan memudar dan berguguran,
Demikianlah tubuh ini, seperti bunga, akan lapuk juga.
Dupa
Persembahan dupa wangi yang dibakar memenuhi udara di
sekelilingnya melambangkan jasa kebajikan dan efek penyucian dari tingkah laku
yang bermanfaat. Ini mendorong kita untuk melawan semua setan (godaan) dan
membangkitkan hal-hal yang baik.
Menghormati Buddha, kita mempersembahkan dupa: Dupa
yang wanginya meresap di udara
Keharuman hidup yang sempurna, lebih manis daripada dupa
Menyebar ke segala penjuru di seluruh dunia.
Keharuman hidup yang sempurna, lebih manis daripada dupa
Menyebar ke segala penjuru di seluruh dunia.
Air
Persembahan air melambangkan kesucian, kemurniaan, dan
ketenangan. Ini mendorong kita untuk melatih tindakan, ucapan dan pikiran kita
untuk mendapatkan sifat-sifat di atas.
Buah-buahan
Buah-buahan melambangkan buah dari pencapaian
spiritual yang membawa kita menuju buah akhir, yaitu penerangan sempurna, yang
merupakan tujuan akhir semua umat Buddha. Ini mendorong kita untuk berusaha
mencapai Penerangan Sempurna bagi kebahagiaan semua makhluk.
Puja
Puja dilakukan dengan membaca secara beralun untuk
mengulang ajaran Buddha. Disamping membantu daya ingat, puja mempunyai efek
menenangkan, baik bagi pembacanya maupun pendengarnya. Puja seharusnya
dilakukan dengan hikmat, penuh perhatian, dan energi. Seperti meditasi, puja
membantu seseorang berkonsentrasi dan mengembangkan keadaan batin yang tenang.
Ucapan-ucapan Buddha juga dapat dibacakan dengan penuh
perhatian pada Tiga Permata, di kala muncul rasa takut dan godaan, baik yang
muncul dari luar maupun dari dalam diri seseorang, sehingga godaan itu dapat
diatasi. Ini bis terjadi karena Tiga Permata bebas dari segala macam kotoran
dan rintangan seperti ketamakan, amarah, dan ketidaktahuan. Puja bisa dilakukan
dalam segala bahasa. Bahasa-bahasa yang populer antara lain adalah Pali (Pali
merupakan bahasa yang digunakan Buddha), Sanskerta, Mandarin, Tibet, Thai,
Inggris dan sebagainya.
Umat perumah-tangga biasanya melakukan puja di pagi
dan sore hari. Tujuan melakukan puja pagi adalah mengingatkan seseorang untuk
sadar akan ajaran yang telah diulang, sepanjang hari . Tujuan melakukan Puja
sore hari adalah untuk melihat kembali apakah sepanjang hari tersebut ia telah
melakukan apa yang telah ia tetapkan di pagi harinya. Walaupun pilihan puja
berbeda-beda dari satu tradisi ke tradisi yang lain, beberapa isi puja yang
umum meliputi: Pernyataan Perlindungan, Pancasila, Pujian pada Tiga Permata,
Sutra, Mantra, Penghormatan pada para Buddha dan Bodhisattva, Pengakuan
Kesalahan, Bergembira dalam Jasa Kebajikan, dan Penyaluran Jasa Kebajikan.
Mantra
Mantra adalah ungkapan suci yang pendek atau suku-suku
kata yang melambangkan ajaran atau sifat-sifat tertentu (contohnya mantra enam
suku kata “Om Mani Padme Hum” yang melambangkan Welas Asih). Mantra yang
melambangkan Kebenaran dalam berbagai aspek dapat kita lafalkan. Melafalkan
Mantra membantu membawa pikiran ke arah ketenangan dan kedamaian serta dapat
menyucikannya. Setiap mantra khusus dapat menumbuhkan sifat-sifat positif dalam
pikiran, seperti Welas Asih, Kebijaksanaan, Semangat......
Penghormatan kepada para Buddha dan para Bodhisattva
Penghormatan pada nama para Buddha dan Bodhisattva
(contohnya: “Namo Amitofo” atau hormat kepada Buddha Amitabha, dan “Namo Ta Ce
Ta Pei Kun She In Phu Sa” atau hormat kepada Bodhisattva Avalokitesvara dengan
Welas Asih-Nya yang agung), bisa dilafalkan untuk mengingatkan kembali
permohonan kebajikan dan sifat-sifat yang mereka lambangkan. Dengan melakukan
hal ini, akan mengingatkan kita juga dapat mencapai kesempurnaan dalam berbagai
sifat, seperti Mereka.
Hari Waisak
Waisak adalah peristiwa tahunan yang terpenting bagi
umat Buddha. Pada saat itu diperingati Kelahiran, Pencapaian Penerangan
Sempurna dan Parinirvana dari Buddha. Ketiga peristiwa ini jatuh pada bulan
purnama, bulan kelima penanggalan bulan. Peristiwa ini dihormati oleh jutaan
umat Buddha di seluruh dunia. Ini merupakan perayaan untuk kegembiraan dan
kebaikan bagi semua. Ini juga merupakan kesempatan untuk melihat kembali
perkembangan spiritual kita.
Bagi beberapa umat Buddha, ibadah Waisak dimulai
pagi-pagi benar ketika mereka berkumpul di vihara untuk melaksanakan delapan
sila. Yang lain mungkin bergabung dengan ibadah umum untuk mengikuti upacara
dengan mengambil tiga perlindungan, menjalankan lima sila, membuat persembahan
di altar dan memanjatkan pujian. Mereka juga mengikuti prosesi dan pradaksina,
serta mendengarkan khotbah Dharma.
Di beberapa vihara, umat Buddha mengambil bagian dalam
upacara pemandian patung bayi Pangeran Siddharta (Buddha saat Beliau masih
seorang pangeran) yang diletakkan di kolam bertaburan bunga. Air yang wangi di
gayung dengan sendok besar dan dituangkan ke patung itu. Ini melambangkan
penyucian perbuatan-perbuatan jahat seseorang dengan perbuatan baik.
Beberapa umat Buddha juga melaksanakan vegetarian di
hari ini dengan mengingat ajaran Cinta Kasih universal. Pada hari ini
vihara-vihara dihias indah dengan bendera Buddhis dan lampu-lampu, dan altar
dipenuhi bunga-bunga, buah-buahan dan persembahan lainnya.
Hari Upavasatha
Saat Upavasatha (Uposatha) atau bulan baru dan bulan
purnama (tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan), banyak umat Buddha berkumpul di
vihara untuk bermeditasi, membuat persembahan, mengulang khotbah Dharma, dan
melakukan penghormatan pada Tiga Permata. Beberapa umat Buddha juga melaksanakan
vegetarian pada hari-hari tersebut, sebagaimana mereka menjalankan delapan
sila.
Hari Ullambana
Ullambana adalah perwujudan rasa hormat umat Buddha
kepada leluhur mereka dan cinta kasih mereka kepada semua makhluk yang
menderita di alam sengsara. Peringatan Ullambana pada tanggal 15 bulan 7
penanggalan bulan, didasarkan pada kejadiaan saat Maudgalyayana (Mogallana),
seorang pengikut Buddha, melalui kekuatan meditasinya menemukan bahwa ibunya
dilahirkan kembali di alam sengsara. Karena sedih, ia meminta bantuan Buddha
yang kemudian menasehatinya untuk membuat persembahan kepada Sangha, kaerna
jasa kebajikan dair perbuatan itu dapat membebaskan penderitaan ibunya dan juga
makhluk lain di alam sengsara. Membuat persembahan untuk membebaskan
penderitaan orang yang telah meninggal dan makhluk lain di alam sengsara
menjadi perayaan umum yang populer.
Ullambana diperingati dengan mempersembahkan
kebutuhan-kebutuhan Sangha, mengulang khotbah Dharma, dan melakukan
perbuatan-perbuatan amal. Jasa kebajikan dari perbuatan-perbuatan ini akan
dilimpahkan kepada semua makhluk.
Upacara Perpindahan Cahaya
Dalam upacara ini, umat memegang sebatang liling yang
menyala sambil berjalan berkeliling batas tepi vihara, objek suci, atau
bangungan bersejarah dengan meditasi berjalan. Mereka memanjatkan mantara atau
nama Buddha sebagai pujian kepada-Nya. Upacara ini melambangkan cahaya
Kebijaksanaan (menyebarkan Kebenaran) ke segala penjuru dunia untuk menghalau
sisi gelap ketidaktahuan. Secara pribadi ini memiliki makna menyalakan lampu
Kebijaksanaan dalam diri seseorang.
Nyala api yang dapat dipindahkan ke lilin lain yang
tak terhitung banyaknya tanpa memadamkan nyalanya sendiri, melukiskan bahwa
Kebijaksanaan dapat dibagikan tanpa mengurangi bagian orang yang membagikan.
Terbakarnya sumbu disertai lelehnya lilin mengingatkan kita pada ketidakkekalan
dan perubahan-perubahan semua benda yang terkondisi, termasuk hidup kita
sendiri. Merenngkan hal ini dapat membantu kita menghargai setiap momen dalam
hidup tanpa menjadi melehat padanya. Perhatian dapat dilatih dengan menjaga
agar nyala lilin tidak padam. Ini menggambarkan penjagaan pikiran dari
faktor-faktor negatif yangmerusak kehidupan spiritual. Dalam upacara ini,
semangat dapat ditumbuhkan dengan melihat secercah api kecil yang menerangi
lautan kegelapan, sampai lautan cahaya yang saling membagi penerangan bagi
semua.
Upacara Tiga Langkah Satu Sujud
Dalam upacara ini, para pengikut biasanya berbaris
sebelum terbitnya matahari untuk pengitari batas tepi vihara, membungkukkan badang
sekali setiap tiga langkah, sambil memanjatkan mantra-mantra atau nama Buddha
sebagai penghormatan bagi-Nya. Pada setiap sujud, Buddha dapat divisualisasikan
sedang berdiri di atas telapak tangan kita yang terbuka dan kita sambut dengan
hormat. Telapak tangan yang terbuka melambangkan bunga teratai, lambang
merekahnya kesucian (walaupun akar-akar bunga teratai beradai di lumpur
kejahatan, bunganya mekar dengan kesucian dan bersih dari lumpur). Setiap sujud
merupakan penyampaian rasa hormat kepada Buddha (atau pada seluruh Buddha dan
Bodhisattva yang tidak terhitung jumlahnya). Latihan ini membantu pemurniaan
pikiran, menekan ego, dan mengurangi rintangan-rintangan sepanjang jalan
spiritual sambil seseorang menyesali tindakan-tindakan buruk yang lalu dan
mengingnkan perkembangan spiritual. Dengan perhatian penuh para perbuatan,
ucapan dan pikiran selama latihan, konsentrasi dan ketenangan dapat dicapai.
Upacara yang panjang ini mengingatkan seseorang kepada
perjalanan menuju Penerangan Sempurna yang panjang dan sukar. Tetapi ini juga
mengingatkan kita bahwa sejauh kita telah bertekad, seluruh rintangan akan
dapat ditanggulangi. Keteguhan dalam melengkapi latihan ini walaupun ada
rintangan juga dapat membantu memperkuat keyakinan kepada Buddha dan ajaran-ajaranNya
yang menuntun kita menuju Penerangan Sempurna.
Merekahnya fajar pada akhir upacara melambangkan
cahaya Kebijaksanaan menghalau kegelapan kebodohan karena seseorang telah maju
selangkah dalam perjalanan menuju Penerangan Sempurna.
(Dikutip dari Buku Menjadi Pelita Hati. Judul Asli Be A Lamp Uppon
Yourself. Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Seksi Penerbit
Pemuda Vihara Vimala Dharma, Bandung)