Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Senin, 04 Mei 2015

Rendah Hati

Orang yg rendah hati, hidupnya selalu tenang & damai, tidak menggunakan pernak pernik kepalsuan.

Tidak dapat dihina karena tidak "gila" hormat.

Tidak dapat direndahkan karena tidak "gila" kuasa.

Tidak kesepian karena tidak "gila" popularitas.

Tidak mudah tersinggung karena tidak "gila" kemuliaan.

Tidak cemas karena tidak "gila" pujian.

Kesombongan = merendahkan diri sendiri.

Orang yg rendah hati
Menerima pujian dengan rasa syukur & senyum...

Amithofo O:)

Minggu, 03 Mei 2015

YG MEMBERI YG HRS BERTERIMAKASIH

YG MEMBERI YG HRS BERTERIMAKASIH.

Master Zen, Seisetsu, suatu ketika ingin memperluas ruang belajar di vihara. seorang pengusaha, memutuskan utk berdana sejumlah 500 keping emas. Emas tsb dibawanya kpd Master Seisetsu dan master berkata kpd sang pengusaha :" baik, saya akan terima dana Anda".

Pengusaha tsb tidak puas:( melihat sikap Master yg bahkan tdk mengucapkan terima kasih kpd-nya. Lalu dia berkata : "Master bungkusan ini berisi 500 keping emas yg saya danakan kpd Master." "Iya..bukankah Anda sudah mengatakannya tadi? "
"Master, jawab sang pengusaha tsb, meskipun saya seorang pengusaha kaya, namun jumlah 500 keping emas itu tidak sedikit loh ! "
"Jadi, maksudmu, saya harus mengucapkan terima kasih, begitu? ", jawab Master lagi.

"Iya donk", balas si pengusaha lagi.
"Mengapa?, justru seorang yang memberi-lah yang yang harusnya berterimakasih! "

(Daging Zen, Tulang Zen)
Note : yg menerima hrs bersyukur, tp yg memberi hrs lebih bersyukur krn memiliki kesempatan baik utk berbuat kebaikan.O:) Be wise n happy<3<3

Jumat, 01 Mei 2015

Hukum Karma

Hukum Karma berbeda dengan paham yang meyakini adanya Takdir Illahi (Hukum yang telah ditentukan oleh Tuhan) .

Hukum Karma (Hukum perbuatan) adalah merupakan dalil Sebab dan Akibat, Aksi dan Reaksi, merupakan Hukum Alam , Setiap perbuatan yang dilandasi oleh Kehendak, Pikiran, Ucapan dan Tindakan jasmani, akan membuahkan hasil atau akibat. Perbuatan baik akan berbuah baik, perbuatan buruk akan berbuah buruk. Ini bukan penjatuhan hukuman ataupun pahala yang diberikan oleh siapapun atau kekuatan apapun yang menghakimi perbuatan kita, namun hal ini berdasar pada sifat daripada Hukum itu Sendiri.

Sang Buddha menolak kepercayaan /paham Takdir tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup telah ditentukan/ditakdirkan sebelumnya.

Sampai disini dapat kita lihat bahwa Hukum Karma sangat berbeda dengan paham Takdir.

Selanjutnya..., Di dalam Buddhisme ada ajaran tentang "Perubahan" (Anicca), " tentang 'Penderitaan' (Dukkha) dan tentang 'Tiada Inti diri' (Anatta) yang secara singkat disebutkan bahwa 'Segala sesuatu yang terkondisi selalu mengalami perubahan /tidak kekal', dan Segala sesuatu yang terkondisi/mengalami perubahan adalah tidak memuaskan (Penderitaan)', dan Segala sesuatu yang terkondisi maupun yang tidak terkondisi adalah Tanpa Inti diri' .

Olehkarena telah disebutkan diatas, bahwa Segala sesuatu yang terkondisi maupun yang tidak terkondisi adalah Tanpa Inti diri' , maka dapatlah dimengerti bahwa Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang bersifat Tetap/kekal/abadi. Demikian pula dengan Karma dan Kelahiran kembali.

Salah pengertian tentang Karma, ialah anggapan bahwa setiap perbuatan "A", pasti tak terelakkan berbuah "A". Padahal menurut dalil hukum karma dan tumimbal lahir tidaklah demikian adanya.

Suatu perbuatan baik atau buruk memiliki akibatnya pada suatu saat, disuatu tempat. Perbuatan yang dikehendaki atau karma yang diperbuat dalam kelahiran sebelumnya, merupakan benih atau akar yang Turut menyebabkan nasib baik atau malang dikehidupan saat ini, dan perbuatan baik atau buruk saat ini akan Turut menyebabkan nasib baik atau malang pada kehidupan berikutnya. Jadi apapun kondisi yang terjadi saat ini, apakah bahagia atau menderita adalah merupakan hasil Akumulasi perbuatan yang dilakukan sebelumnya.

Sang Buddha telah menjelaskan hal tersebut secara gamblang dengan sebuah perumpamaan 'Sejumput garam' yang ditaruh di cawan kecil yang diberi air, air tersebut tidak akan bisa diminum karena akan sangat asin sekali, karena cawan itu kecil. Namun bila kita menaruh sejumput garam ke sungai, maka airnya akan tetap dapat diminum dan tidak asin, karena banyaknya air di sungai tersebut.

Hukum Karma, dengan demikian, lebih berarti suatu KECENDERUNGAN, bukan sekadar suatu konsekuensi yang tak dapat diubah dan dielakkan.