Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Kamis, 31 Maret 2011

Cara Bermeditasi




Cara Bermeditasi 

Oleh Yang Mulia Piyananda 
Alih bahasa: Jinapiya Thera

Mengapa Bermeditasi

Dalam dunia ini, apakah yang dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? Sebenarnya, mereka ingin mencari ketenangan batin dan keselarasan hidup. Tidak sedikit di antara mereka berusaha mencarinya, walau mungkin mereka tidak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dicarinya, atau mungkin cara mendapatkannya.

Mereka sering merasa bingung, merasa banyak menjumpai kekacauan dan kekalutan batin. Mereka diserang oleh bermacam-macam perasaan yang tidak memuaskan atau yang kurang menyenangkan hatinya. Secara singkat mereka ini tidak mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan dalam batinnya.

Kebanyakan mereka ini kemudian menempuh cara yang salah untuk mendapatkan ketenangan batin dan keselarasan hidup ini. Mereka cenderung melihat dan mencari di luar dirinya sendiri. Akibatnya, dunia ini merupakan sumber semua kegelisahan.

Mereka mencari penyelesaian persoalannya dalam keluarganya, di dalam pekerjaannya,atau di dalam pergaulan dan sebagainya. Mereka beranggapan kalau dapat mengubah keadaan sekelilingnya, mereka akan menjadi tenang dan bahagia.

Sekarang sudah banyak dijumpai orang yang telah menyadari kenyataan dan berpaling, yaitu menunjukkan perhatiannya kepada sumber yang sebenarnya dari kebahagiaan dan kegelisahan, ialah PIKIRANNYA SENDIRI. Menunjukkan perhatian ke dalam diri sendiri, dalam pikirannya sendiri, inilah yang dinamakan dengan meditasi.

Dewasa ini meditasi telah banyak dipraktekkan oleh orang-orang dari berbagai bangsa dan agama. Mengapa demikian? Karena kerja pikiran itu tanpa memakai corak bangsa atau agama tertentu. Jadi tugas meditasi adalah untuk mengerti atau menghayati sifat pikiran di dalam kehidupan sehari-hari.

Pikiran adalah kunci kebahagiaan, sebaliknya juga merupakan sumber penderitaan / malapetaka.

Untuk mengetahui dan mengerti perihal pikiran dan menggunakannya dengan seksama tidaklah hubungannya dengan agama. Jadi meditasi dapat dilaksanakan oleh setiap orang tanpa menghiraukan corak agamanya.

Faedah Bermeditasi

Sungguh banyak yang dapat dikerjakan oleh setiap orang untuk mendapatkan kesenangan duniawi dalam lingkungan yang penuh dengan kesibukan dan kekacauan ini. Jika memang benar demikian halnya........., mengapa kita harus bermeditasi? Apakah gunanya kita membuang waktu untuk duduk diam bersila dengan bermalasan? Sesungguhnya apabila Anda dapat melaksanakan meditasi dengan cara yang benar, maka meditasi akan dapat memberikan banyak manfaat untuk diri sendiri.

Beberapa manfaat yang bisa Anda rasakan langsung adalah:
  1. Bila Anda seorang pedagang yang selalu sibuk, meditasi menolong membebaskan diri Anda dari ketegangan sehingga Anda menjadi relaks.
  2. Kalau Anda sering berada dalam kebingungan, meditasi akan menolong menenangkan diri Anda dari kebingungan dan meditasi membantu Anda untuk mendapatkan ketenangan yang bersifat sementara maupun permanen.
  3. Bila Anda mempunyai banyak persoalan yang seolah-olah tidak putus-putusnya, meditasi dapat menolong Anda untuk menimbulkan ketabahan dan keberanian serta mengembangkan kekuatan untuk mengatasi persoalan tersebut.
  4. Bila Anda tergolong orang yang kurang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, meditasi dapat menolong Anda untuk mendapatkan kepercayaan terhadap diri sendiri yang sangat dibutuhkan. Memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri adalah kunci rahasia kesuksesan Anda.
  5. Kalau Anda mempunyai rasa ketakutan dan keraguan, meditasi dapat menolong Anda untuk mendapatkan pengertian yang benar terhadap keadaan yang menyebabkan ketakutan itu, dengan demikian, Anda dapat mengatasi rasa takut tersebut.
  6. Jika Anda selalu merasa tidak puas terhadap segala sesuatu dalam kehidupan ini atau yang berada dalam lingkungan Anda, meditasi akan memberi Anda perubahan dan perkembangan pola pikir sehingga menumbuhkan rasa puas dalam batin Anda.
  7. Jika Anda ragu-ragu dan tidak tertarik terhadap agama, meditasi akan dapat menolong Anda mengatasi keragu-raguan itu sehingga Anda dapat melihat nilai-nilai praktis dalam bimbingan agama.
  8. Jika pikiran Anda kacau dan putus asa karena kurang mengerti sifat kehidupan dan keadaan dunia ini, meditasi akan dapat membimbing dan menambah pengertian Anda bahwa pikiran kacau itu sebenarnya tidak ada gunanya.
  9. Kalau Anda seorang pelajar, meditasi dapat menolong menimbulkan dan menguatkan daya ingat Anda sehingga apabila Anda belajar akan lebih seksama dan berguna.
  10. Kalau Anda seorang yang kaya, meditasi dapat menolong Anda untuk melihat sifat kekayaan dan mampu menggunakannya dengan sewajarnya, untuk kebahagiaan Anda sendiri maupun kebahagiaan orang lain.
  11. Jika Anda seorang yang miskin, meditasi dapat menolong Anda agar memiliki kepuasan dan ketenangan batin. Dengan demikian, Anda akan terhindar dari keinginan untuk melampiaskan rasa iri hati Anda kepada orang lain yang lebih mampu atau yang lebih berada daripada Anda.
  12. Kalau Anda seorang pemuda yang kebingungan sehingga tidak mampu menentukan jalan hidup ini, meditasi dapat menolong Anda untuk mendapatkan pengertian tentang kehidupan sehingga Anda dapat menempuh salah satu jalan yang benar untuk mencapai tujuan hidup Anda.
  13. Kalau Anda seorang yang telah lanjut usia dan merasa bosan terhadap kehidupan ini, meditasi akan menolong Anda untuk mengerti secara mendalam mengenai hakekat kehidupan ini sehingga timbullah semangat hidup Anda.
  14. Kalau Anda seorang pemarah, dengan bermeditasi Anda dapat mengembangkan kekuatan kemauan untuk mengendalikan kemarahan, kebencian, rasa dendam dsb.
  15. Kalau Anda seorang yang bersifat iri hati, dengan meditasi Anda akan menyadari bahaya yang timbul dari sifat iri hati itu.
  16. Jika Anda seorang yang selalu diperbudak oleh kemelekatan panca inderia, meditasi dapat menolong Anda mengatasi nafsu dan keinginan tersebut.
  17. Kalau Anda seorang yang selalu ketagihan minuman keras / sesuatu yang memabukkan, dengan bermeditasi Anda dapat menyadari dan melihat cara mengatasi kebiasaan yang berbahaya itu. Kebiasaan yang memperbudak dan mengikat Anda.
  18. Kalau Anda seorang yang pintar ataupun tidak, meditasi memberi Anda kesempatan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan pengetahuan yang sangat berguna bagi kesejahteraan sendiri, keluarga serta handai taulan.
  19. Kalau Anda dengan sungguh-sungguh melaksanakan latihan meditasi ini, maka semua nafsu emosi Anda tidak mempunyai kesempatan untuk berkembang.
  20. Kalau Anda seorang yang bijaksana, meditasi akan membawa Anda menuju ke kesadaran yang lebih tinggi dan mencapai "Penerangan Sempurna", Anda akan melihat segala sesuatu menurut apa adanya (sewajarnya).

Inilah beberapa faedah praktis yang dapat dihasilkan dalam latihan meditasi. Faedah ini tidak dapat dijumpai atau ditemukan dalam buku, apalagi dapat dibeli di warung. Uang tidak dapat dipakai untuk mendapatkannya. Anda mendapatkannya sebagai hasil menjalankan latihan meditasi. Anda temukan dalam diri sendiri yaitu dalam PIKIRAN Anda.

Persiapan Bermeditasi

Tempat
Bila Anda termasuk seorang yang sedang belajar meditasi, sebaiknya pilihlah tempat yang sesuai untuk berlatih meditasi. Hindarkanlah tempat yang terlalu ramai, penuh dengan kesibukan pekerjaan sehari-hari.
Tempat tersebut misalnya dapat berupa kamar, kebun, atau tempat lain yang cukup terang. Berusahalah berlatih di tempat yang sama dan jangan sering berpindah tempat.
Kalau Anda sudah maju, maka Anda dapat berlatih meditasi di mana saja, bahkan di tempat Anda menyelesaikan pekerjaan.

Waktu
Waktu meditasi dapat dipilih sendiri. Sesungguhnya, setiap waktu adalah baik. Namun, biasanya orang menganggap bahwa waktu terbaik bermeditasi adalah pagi hari antara jam 04.00 sampai dengan jam 07.00. Atau sore hari antara jam 17.00 sampai dengan jam 22.00.
Kalau Anda sudah menentukan waktu bermeditasi, pergunakanlah waktu itu sebaik-baiknya. Selama waktu itu, Anda 'HARUS' mempergunakan kekuatan kemauan Anda untuk meninggalkan sementara segala kesibukan sehari-hari seperti, pekerjaan, kesenangan, kesedihan dan kegelisahan.
Sewaktu melatih meditasi, jangan berikan kesempatan atau melayani bentuk-bentuk pikiran keduniawian masuk ke dalam pikiran Anda. Betekadlah agar tekun dalam melakukan latihan meditasi dengan teratur setiap harinya.
Bila meditasi Anda telah maju, setiap waktu adalah baik untuk berlatih meditasi. Kalau Anda telah mencapai tingkatan ini, maka meditasi merupakan bagian hidup Anda sehari-hari. Dengan kata lain, meditasi telah menjadi kebiasaan hidup Anda.

Guru
Mungkin Anda merasa memerlukan seorang guru atau pemimpin dalam melatih meditasi. Sebenarnya tidaklah mudah mencari guru yang pandai dan sesuai untuk mengajarkan meditasi kepada Anda.
Kalau Anda mempunyai teman yang sudah berpengalaman bermeditasi, cobalah berdiskusi dahulu dengannya. Kalau Anda mempunyai buku mengenai meditasi, bacalah dahulu buku tersebut. Dia adalah guru Anda. Kalau Anda telah mendapatkan guru, ketahuilah bahwa guru hanyalah teman dan penunjuk jalan Anda. Dia tidak dapat melakukan meditasi untuk Anda. Dia tidak dapat membebaskan diri Anda,
Kalau Anda sudah dapat mengatur dan memusatkan pikiran, kemudian mengembangkan KESADARAN yang kuat, itulah yang akan menjadiguru Anda. Sesungguhnya, guru Anda saat ini telah berada dalam diri Anda sendiri.

Sikap Duduk
Dalam melatih meditasi, Anda bebas memilih sikap duduk. Anda dapat bersila dengan bersilang, bertumpuk atau sejajar. Anda juga dapat melipat kaki ke samping. Yang penting, kaki hendaknya tidak kaku, harus kendur dan santai.
Sebaiknya, ambillah sikap duduk yang paling enak dan paling mudah. Duduklah dengan santai, jangan bersandar, punggung harus tegak lurus namun tidak kaku atau tegang, badan harus lurus dan seimbang, leher tegak lurus, mulut dan mata tertutup. Sikap duduk selama meditasi harus selalu waspada agar tidak lekas mengantuk.

Objek Meditasi

Meditasi dibedakan dalam dua macam, yaitu:
1. Meditasi untuk mencapai ketenangan.
2. Meditasi untuk mencapai pandangan terang.

Meditasi untuk mencapai ketenangan adalah suatu usaha melatih pikiran agar dapat menghasilkan ketenangan melalui PEMUSATAN PIKIRAN.
Pemusatan pikiran adalah suatu keadaan ketika semua bentuk-bentuk batin terkumpul dan terpusat dikendalikan oleh kekuatan kemauan ditujukan ke suatu titik atau obyek.
Jadi pikiran terpusat itu adalah pikiran yang dikonsentrasikan atau dikumpulkan ke suatu obyek. Dengan perkataan lain, pikiran itu tidak berhamburan, melamun kian kemari. Pada umumnya, pikiran itu berhamburan ke semua penjuru, tetapi jika mulai dipusatkan ke suatu obyek, maka kita akan mulai mengenal sifat yang sebenarnya dari obyek itu.
Proses pemusatan pikiran itu membiasakan pikiran setingkat demi setingkat sehingga mampu dikendalikan agar terpusat pada satu titik atau obyek.

Apakah tujuan mengembangkan pemusatan pikiran itu?
Dengan melatih pikiran sedemikian ini, maka Anda akan mendapatkan ketenangan dan keseimbangan batin. Bahkan, akhirnya Anda dapat menghentikan pikiran yang melamun, berkeliaran menghabiskan tenaga dengan sia-sia.
Pikiran tenang sebenarnya bukanlah tujuan akhir meditasi. Ketenangan pikiran hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan terang. Dengan perkataaan lain, ketenangan pikiran mutlak diperlukan bila Anda ingin mendapatkan PENGERTIAN BENAR mengenai diri sendiri dan dunia ini dengan semua proses dan persoalannya.
Meditasi ketenangan melatih pikiran sedemikian rupa ke dalam tingkat konsentrasi yang disebut 'jhana' untuk mengembangkan kekuatan batin atau kesaktian.
Keadaan konsentrasi yang kuat demikian ini sebenarnya tidak praktis atau tidak perlu bagi seseorang yang hidup di jaman kemajuan yang penuh dengan kesibukan ini. Pada umumnya, dalam kehidupan sehari-hari, pikiran selalu berlompatan ke masalah yang telah lewat atau yang sekarang, juga ke masalah yang akan datang, dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebenarnya, hal ini hanya menghabiskan banyak tenaga.
Kalau kita dapat melatih mengendalikan pikiran dalam suatu konsentrasi yang diperlukan - tidak perlu yang tinggi - untuk dipergunakan dalam setiap tugas yang dihadapi disetiap saat kehidupan, hal semacam ini kiranya sudah cukup baik.
Kalau Anda sedang membaca, jalan, duduk, bercakap-cakap, atau segala sesuatu yang sedang dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari, usahakanlah SELALU SADAR. Dengan pikiran tenang, perhatian ditujukan ke segala sesuatu yang sedang dilakukan, yang sedang dihadapi. Belajarlah untuk memusatkan pikiran kepada setiap tugas yang sedang dihadapi. Dengan perkataan lain, HIDUPLAH SAAT SEKARANG INI.

Kalau Anda ingin mengembangkan konsentrasi, pertama-tama, berusahalah mendapatkan obyek yang cocok agar dapat membantu memperoleh ketenangan dan konsentrasi dengan cepat.
Terdapat 40 macam obyek meditasi. Untuk melakukan meditasi, Anda dapat memilih salah satu di antara obyek tersebut sesuai dengan sifat pribadi Anda. Kalau tidak ada guru yang dapat memberikan petunjuk untuk memilih salah satu obyek itu, ikutilah petunjuk di bawah ini:
  1. Obyek harus netral. Kalau obyek menimbulkan perasaan negatif yang kuat, seperti: nafsu, benci, sedih, serakah, keragu-raguan, dan sebagainya, maka obyek tersebut tidak akan dapat menenangkan pikiran, sebaliknya hanya akan merangsang dan mengacau saja.
  2. Obyek kadang kala juga terdapat dalam diri sendiri, misalnya: pernafasan, cinta kasih, belas kasihan dan sebagainya. Atau, obyek di luar diri, misalnya: bunga, tanah, api, warna dan sebagainya.
  3. Obyek harus yang menyenangkan serta dapat diterima oleh pikiran. Kalau pikiran menolak obyek itu, maka konsentrasi akan menjadi lemah
  4. Perlu diketahui, obyek yang telah sesuai dan terbiasa Anda gunakan, tidak selalu dapat menimbulkan konsentrasi pikiran Anda. Misalnya, sehabis marah, obyek cinta kasih sangat sukar dipakai sebagai obyek meditasi. Pada saat tersebut, sebaiknya rasa marah dipakai sebagai obyek konsentrasi. Pikiran merenungkan segi-segi negatif kemarahan, dengan demikian akan menimbulkan pengertian terang yang dapat melepaskan pikiran dari cengkeraman kemarahan tadi. Demikian pula seterusnya diwaktu timbul perasaan sediJika telah memilih suatu obyek meditasi, maka tugas Anda selanjutnya ialah memegang obyek tersebut dengan erat dalam pikiran bagaikan mengikat seekor kuda pada sebuah tonggak. Kunci latihan konsentrasi yaitu mengikat pikiran dengan sebuah obyek. Dengan memusatkan pikiran pada obyek tersebut, sedikit demi sedikit pikiran akan menjadi terpisah dan terlepas dari semua aktifitas dan lingkungan sehari-hari, akhirnya pikiran menjadi tenang.
Beberapa latihan meditasi yang dapat dikembangkan sebagai suatu latihan dasar serta merupakan bagian kesibukan Anda dalam kehidupan sehari-hari adalah:

Latihan Untuk Kesehatan
Kalau Anda sedang berjalan-jalan di suatu tempat, peganglah ketiga cita-cita ini dalam pikiran Anda, yaitu: BERBAHAGIA, SEHAT, dan KUAT. Ulangilah kata-kata terebut di dalam batin. Pusatkan pikiran pada kata-kata ini sehingga Anda dapat merasakan seolah-olah kata-kata tersebut terpeta pada seluruh tubuh Anda.

Latihan Berpikir
Jika Anda sedang berpikir mengenai sesuatu hal, pikiran harus sungguh-sungguh dipusatkan pada obyek yang sedang dipikirkan.
Pertahankanlah pemusatan pikiran itu dalam obyek yang sedang direnungkan saja. Jangan beri kesempatan pikiran dimasuki oleh sesuatu hal lain atau yang tidak ada hubungannya dengan perenungan.

Latihan Dalam Kehidupan Sehari-hari
Kalau Anda sedang membaca buku, pusatkanlah pandangan mata dan pikiran pada buku tersebut. Kalau sedang membersihkan lantai, pusatkanlah pikiran Anda pada pekerjaan menyapu. Kalau sedang menulis surat, pusatkanlah pikiran Anda pada surat tersebut. Belajarlah memusatkan pikiran pada segala sesuatu yang sedang dikerjakan dari saat ke saat. Inilah yang disebut: "HIDUP SAAT INI" atau "HIDUP SAAT SEKARANG".




Rabu, 30 Maret 2011

Berikan yang Terbaik








Berikan yang Terbaik

Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Sucitto




Di dunia ini, sulit mencari orang yang menginginkan sesuatu yang buruk. Semua orang pasti menginginkan yang terbaik. Sesuatu itu, baik berupa barang, pelayanan, penghormatan, dan nasihat serta segala macam keperluan lainnya. Sayangnya, tidak jarang segala sesuatu yang terbaik —yang diinginkan oleh setiap orang tersebut— tidak kunjung tiba. Sebaliknya hal-hal yang buruk, bahkan yang paling buruk menurut anggapan kita, yang kita terima.

Di samping kesulitan mencari yang terbaik —menurut anggapan kita sendiri yang batasannya tidak sama— juga ada jenis kesulitan lainnya. Sangat sulit mencari orang yang mampu memberikan sesuatu yang terbaik. Demikianlah, mendapatkan yang terbaik dan memberikan yang terbaik kepada orang lain merupakan dua hal yang sulit dicari.

Manusia yang memiliki sifat serakah (lobha) menyebabkan mereka tidak akan pernah merasa cukup dan merasa puas dengan apa yang sudah ia miliki. Semua orang hanya menginginkan yang terbaik dari orang lain, tetapi tidak pernah mau memberikan yang terbaik kepada orang lain sesuai dengan kebutuhan orang itu.

Apabila tindakan di atas kita lalaikan, maka sulit untuk mendapatkan hal yang terbaik, yang kita inginkan. Kita selalu merasa kurang dan tidak mengerti apa yang sesungguhnya yang terbaik, yang kita miliki.

Bagaimana mungkin kita dapat memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain jika kita tidak tahu sesuatu yang baik,yang kita miliki. Kita tidak bisa memberi kepada orang lain jika kita tetap merasa selalu kekurangan.

Sebaliknya, jika kita memberikan yang terbaik untuk orang lain, apakah sesuatu yang terbaik yang dapat kita berikan? Apakah kita memiliki hal yang terbaik tersebut? Apakah kita tahu sesuatu yang baik itu?

Jawabannya tergantung pada kita masing-masing. Karena ada orang yang memiliki sesuatu yang terbaik tetapi dia sendiri tidak mengetahuinya dan tidak mampu memberikannya. Hal ini disebabkan karena kemelekatan orang itu sendiri.

Semua orang boleh saja berkata;

"Apa yang bisa saya berikan? Saya orang miskin, tidak punya apa-apa, kaum papa, orang bodoh, dan selalu kalah. Tidak ada yang bisa saya berikan".

Ucapan yang demikian seharusnya tidak perlu muncul karena akan mengembangkan rasa rendah diri, merasa pesimis. Ucapan seperti ini sama sekali tidak pantas, tidak sesuai.

Kita boleh mengaku sebagai orang yang miskin, tidak punya, kaum papa, orang bodoh, orang yang selalu kalah atau yang lainnya. Tetapi di balik semuanya itu, sesungguhnya masih banyak yang bisa kita berikan sebagai pemberian yang terbaik, asal kita melihat dan mengerti cara memberikannya.

Kita tidak punya materi, tetapi kita masih memiliki yang lainnya. Kita dapat memberikan pikiran yang baik, yang tidak diliputi keserakahan dan kebencian. Kita bisa memberikan nasihat, petunjuk, saran-saran, anjuran, dan yang sejenis. Inilah pemberian yang terbaik yang mampu kita berikan.

Apakah perbuatan yang telah kita lakukan kepada orang lain tersebut akan dibalas dengan kebaikan atau tidak? Ini merupakan masalah yang sering menjadi dilema.

Janganlah mengharapkan balasan, pamrih atau akibat yang akan diterima terlebih dahulu. Jika dibalas dengan kebaikan, terimalah sebagaimana adanya. Jika dibalas dengan perhuatan buruk, itupun kita terima dengan tangan terbuka, juga tidak menjadi masalah. Semuanya tidak kita harapkan sebelumnya.

Bila kita memiliki sesuatu yang terbaik dan memberikan yang terbaik kepada orang lain, mengapa harus menuntut balasan yang terbaik? Perbuatan ini telah menunjukkan sifat manusia yang serakah, tidak ikhlas dalam membantu orang lain karena mengharapkan balasan. Apakah kita tidak mau disebut sebagai manusia serakah? Tentu saja, tidak!

Tanpa dimintapun, bila perbuatan baik pasti akan mendatangkan kebahagiaan dan perbuatan buruk akan menghadirkan penderitaan. Ini sudah merupakan hukum alam yang abadi, berlaku kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja; tanpa memandang segala macam perbedaan yang ada.

Dengan kenyataan tersebut, sudah seharusnya kita memberikan sesuatu yang terbaik kepada setiap orang yang sesungguhnya juga dibutuhkan oleh semua orang. Kalau orang bisa melakukan, maka dia akan mengerti bahwa ada sesuatu yang terbaik di dalam dirinya.

Sesuatu hal yang mustahil jika seseorang dapat memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain tanpa memiliki yang terbaik di dalam dirinya. Dengan memberikan yang terbaik kepada orang lain, orang dapat mengikis keserakahan yang ada di dalam dirinya sendiri.

Dengan memberikan yang terbaik, kita akan merasa bahagia walaupun pemberian tersebut bukan berupa materi. Kita akan memiliki sahabat yang banyak, tidak ada perasaan cemas, takut, khawatir, dan prasangka buruk yang lainnya. Kehidupan kita akan penuh dengan kedamaian, ketentraman, kebahagiaan dan kesejahteraan.

Ini semua adalah akibat dari perbuatan baik yang kita praktikkan dalam kehidupan ini. Apalagi jika telah menyadari kebenaran Hukum Kamma yang telah ditunjukkan oleh Sang Buddha —Guru Agung junjungan kita— sejak 2500 tahun yang silam, tentunya kita semua tidak ingin mendapatkan hal-hal yang buruk di masa yang akan datang.

Kita semua mengharapkan segala sesuatunya lebih baik dari hari ini. Jika kita ingin yang baik di masa yang akan datang, marilah kita menanam perbuatan baik terlebih dahulu di masa sekarang. Jangan hanya berharap tapi tanpa pernah menanam. Tidak ada buah yang akan dipetik tanpa bibit yang ditanam.

Siapkan diri anda untuk menanam (memberikan) yang terbaik kepada orang lain dan anda pasti akan menerima yang terbaik di masa yang akan datang? Apakah anda sudah siap sekarang.

[ Dikutip dari Jalan Tengah No. 31/Tahun Ke 3/9 April 1991, editor: Dhana Putra ]

Selasa, 29 Maret 2011

Berdana di Bulan Kathina





Berdana di Bulan Kathina

Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Candakaro



Memberikan dana dengan penuh keyakinan, hendaknya Sila selalu dilaksanakan, rajin melatih Samadhi, maka ia akan dapat terlahir di alam Surga.


Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari hubungan antar sesama, ia masih membutuhkan bantuan atau dukungan dan dorongan dari pihak lain. Demikian pula umat mempunyai hubungan yang sangat erat terhadap para Bhikkhu, salah satunya adalah menyokong kebutuhannya, (Sigalovada Sutta, Diggha nikaya III, 31).

Apakah kebutuhan para Bhikkhu itu? Mengenai hal ini adalah empat macam kebutuhan pokok, yaitu: Sandang, pakaian (jubah), makanan, tempat tinggal dan obat-obatan, itu adalah kebutuhan yang pokok. Oleh karena itu para umat Buddha menyokongnya dengan cara berdana, seperti halnya pada hari Kathina. Setelah masa Vassa (berdiam di satu tempat selama tiga bulan pada musim hujan) selesai, ada hari yang disebut: Pavarana (mengundang) tiga bulan setelah Vassa pada bulan purnama, para Bhikkhu mengakhiri Vassa dengan mengadakan Pavarana bersama-sama, yaitu: saling mengundang Bhikkhu yang satu dengan yang lainnya untuk memberikan nasehat atau memberi maaf, barangkali ada kesalahan. Kemudian ada hari yang disebut: Berdana Kathina di dalam Ajaran Sang Buddha.

Ada beberapa pengertian tentang yang disebut berdana Kathina dengan sempurna, yaitu:
  1. Di Vihara itu minimal ada 5 orang Bhikkhu yang berVassa.
  2. Kelima orang Bhikkhu itu harus memasuki masa Vassa yang sama.
  3. Harus menyelesaikan masa Vassa pada waktu yang sama dan sempurna.
  4. Kathina itu harus diselenggarakan di Uposathagara.
  5. Pada upacara itu, kelima orang Bhikkhu yang berVassa di vihara itu menerima persembahan Kathina dusam (kain pembuat jubah Kathina) yang dipersembahkan oleh umat.
  6. Kelima orang Bhikkhu itu kemudian serentak membuat sangha kamma, memutuskan siapakah Bhikkhu yang berhak menerima jubah Kathina pada waktu itu.
Keputusan itu ditempuh dengan suatu cara prosedur yang demokratis. Seorang atau beberapa orang Bhikkhu mengajukan usul, bhikkhu yang lain memperkuat dan yang lain menyetujui. Dan akhirnya jubah Kathina itu diserahkan kepada Bhikkhu yang berhak untuk menerima. Bahan jubah itu harus dipotong, dijahit, dicelup pada hari itu juga dan sebelum fajar menyingsing, jubah harus sudah siap dan diserahkan kepada bhikkhu yang berhak. Inilah yang disebut Jubah Kathina, inilah Kathina puja yang sesungguhnya.

Demikianlah yang dijelaskan oleh Sang Buddha, betapa besar manfaat bagi seseorang yang bisa mempersembahkan Kathina dana, sebab Kathina dana tak dapat dipersembahkan setiap saat.

Kathina dana hanya bisa dipersembahkan di suatu vihara dan hanya berhak menyelenggarakan Kathina satu kali pada waktu tahun itu.

Pada upacara kathina, selain mempersembahkan jubah kepada Sangha, para umat nampaknya juga mempersembahkan empat kebutuhan pokok bagi para Bhikkhu. Banyak umat yang tidak sempat mempersiapkan empat kebutuhan pokok ini, maka umat buddha menggantikan dengan wujud uang. Kita sebagai umat buddha tentunya perlu sekali mengerti dengan benar, bagaimana cara berdana yang baik itu. Dana yang diberikan seseorang akan menjadi dana yang bermanfaat, kalau berdana dengan baik dan benar.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. Cetana-sampada

    Kalau saudara Ingin berdana, hendaknya saudara mempunyai pikiran yang ikhlas, senang dan bahagia. Mengenai hal ini adalah:
    • Sebelum berdana merasa senang dan bahagia.
    • Pada waktu berdana merasa senang dan bahagia.
    • Sesudah berdana merasa senang dan bahagia.
    Dari ketiga hal ini, yang paling penting adalah yang ketiga, Walaupun yang kesatu dan kedua juga penting.
    Misalnya : sebelum berdana senang, waktu memberikan ikhlas, sesudahnya menyesal. Ini sangat disayangkan, karena mengurangi nilai kebaikannya. Didalam Kitab Suci dijelaskan, orang yang mempunyai kebiasaan seperti ini, waktu muda ia akan hidup makmur, kaya raya dan sejahtera. Tapi itu semua hanya bertahan separuh umur. Jaya hanya kira-kira sampai lima puluhan tahun, sesudah itu mengalami kemerosotan dan akhirnya menjadi miskin. Yang paling baik dan jasanya dapat bertahan lama adalah merasa bahagia, ikhlas, gembira dan bahagia, baik sebelum, pada saat maupun sesudah berdana.

  2. Vatthu-sampada

    Barang yang didanakan sebaiknya barang-barang yang bersih, yang didapat dari tidak melanggar Negara dan Agama dan dana ini haruslah baik, yang disebut Sami Dana. Janganlah berdana yang tak bisa dipergunakan lagi baik oleh diri sendiri maupun orang lain.

    Dana untuk para Bhikkhu, orang tua, guru, disebut: Puja Dana (dana sebagai persembahan perhormatan). Tidak sama dengan berdana untuk orang miskin, gelandangan, pegawai saudara, ini disebut: Anugaha Dana (berdana sebagai hadiah, sebagai anugerah).

  3. Puggala-sampada

    Berdana kepada siapa? Sang Buddha pernah dituduh seseorang: "Apakah benar Sang Bhagava mengajarkan bahwa berdana kepada orang tidak punya moral itu tidak ada gunanya?" Sang Buddha kemudian menjawab:"Aku tidak pernah mengatakan bahwa berdana tidak ada gunanya, meskipun orang membuang sisa-sisa dari satu panci atau mangkuk kedalam sebuah tambak atau telaga dan mengharap agar para makhluk hidup di dalamnya dapat memperoleh makanan, perbuatan inipun merupakan sumber dari kebaikan, apalagi dana yang diberikan kepada sesama manusia".Inilah yang Tathagatha ajarkan, (Anguttaranikaya III, 57). Sang Buddha menyatakan: "Berdana kepada Sangha sangat besar jasanya".

    Di dalam Velumakkha-Sutta disebutkan: "Berdana kepada orang yang bermoral lebih besar jasanya daripada berdana kepada orang yang tidak punya moral. Kepada Sotapanna lebih besar dari orang yang bermoral. Kepada seorang Sakadagami lebih besar dari 100 Sotapanna. Kepada seorang Anagami lebih besar dari 100 Sakadagami. Kepada seorang Arahat lebih besar dari 100 Anagami. Kepada seorang Paccekka Buddha lebih besar dari 100 Arahat. Kepada seorang Sammasam-buddha lebih besar dari 100 Paccekka Buddha. Berdana kepada Sangha lebih besar jasanya dari berdana kepada seorang Samma-sambuddha. Dana kepada Sangha tak pernah sia-sia, sekalipun sampai seratus ribu kalpa lamanya".

    Berdana kepada sangha itu lebih besar manfaatnya, karena tidak mengenal favoritisme. Berbeda dengan berdana hanya untuk seorang bhikkhu, yang disebut: Puggala Dana (dana untuk individu). Sang Buddha juga menguraikan, masih ada yang lebih besar jasanya daripada berdana untuk Sangha, yaitu melaksanakan sila, sebagai orang awam menjalankan Pancasila lebih besar manfaatnya daripada Sangha Dana, yaitu meditasi sampai mencapai Jhana (tingkatan konsentrasi). Dan yang lebih besar lagi adalah meditasi Vipassana, karena meditasi Vipassana ini akan menumbuhkan Panna (kebijaksanaan). Dengan Panna inilah yang akan dapat membebaskan seseorang dari dukkha untuk selama-lamanya (mencapai kebebasan sempurna nibbana).

    Sang Buddha pernah menyatakan, "Siapa yang suka berdana ia akan dicintai dan disukai". Ini manfaat yang langsung dapat dipetik pada kehidupan sekarang ini.

    Sedangkan manfaat yang dijelaskan dalam Nidhikhanda Sutta, Samyuta Nikaya I, 2: "Wajah cantik, suara merdu, kemolekkan dan kejelitaan, kekuasaan serta mempunyai banyak pengikut, semua itu dapat diperoleh dari pahala perbuatan baik, yaitu berdana".

    Ada kalanya, orang berdana hanya karena ingin dipuji dan dicintai, supada dapat terlahir dialam surga, supaya menjadi kaya dan mempunyai kekuasaan, maka orang itu hanya akan mendapatkan itu saja. Tetapi sesungguhnya ada tujuan yang tertinggi, yaitu untuk mengurangi keserakahan, kemelekatan, kekikiran, kebencian dan untuk dapat mencapai kebebasan (kesucian batin). Maka kalau cita-citanya tinggi seperti itu, tujuan yang tengah-tengah dan bawah pasti akan tercapai juga.

    Orang yang tak suka berdana yang walaupun kecil atau sedikit, ia akan besar keserakahannya, ia akan mengumpulkan dan terus mengumpulkan, nama, kekayaan, pangkat dan pujian. Ia senang mengumpulkan, bahkan mengumpulkan problem, kesan yang tidak baik, pengalaman pahit, kemarahan, kejengkelan dan ketidaksenangan. Orang yang tidak suka berdana ia akan menderita, karena tidak suka melepas miliknya, ia akan semakin melekat, karena tidak bisa melepaskan segalanya. Padahal apa yang kita cintai, apa yang kita miliki toh akhirnya akan ditinggalkan, tidak ada sedikitpun yang dibawa ke alam sana, yang dibawa hanyalah kamma baik dan kamma buruknya. Makan tidak enak, tidur pun tak nyenyak dengan tidak melepas kesan yang buruk, problem yang berhubungan dengan sesama makhluk akan menumbuhkan kebencian dan dendam. Janganlah semua itu disimpan, dikumpulkan, tetapi buang lepaskan semuanya, maka kita akan merasa lega, tentram, damai dan bahagia.

    Hidup ini sudah banyak macam persoalan alamiah, Sang Buddha mengatakan: "Hidup yang bagaimanapun bentuknya adalah dukkha, janganlah menambah persoalan ekstra, lepaskanlah semua itu". Dan kita bisa mulai berlatih untuk melepas dengan meningkatkan kemurahan hati dan mengurangi kekikiran juga kemelekatan dengan berdana (memberi kepada mereka yang patut menerima). Dana bukan berarti hanya berupa materiil semata: uang, makanan dan barang. Tetapi bisa juga berupa moril: nasehat-nasehat, pertolongan, dorongan, perhatian dan pemberian maaf. Kalau orang yang tidak pernah berdana, maka suatu saat kalau jasa kebaikannya habis pasti ia akan menderita, seperti contoh: Orang punya kacang lima butir, tapi kacang itu hanya dinikmati dan dimakan semuanya. Maka kacang itu habis, akan tetapi kalau misalnya kacang itu disisihkan satu atau dua butir dan ditanam diladang yang baik dan subur, maka kelak jika kacang itu berbuah akan dapat ia nikmati. Seperti halnya orang yang berdana, itu bagaikan orang menanam bibit.

    Orang berdana bagaikan menabung, yaitu menabung kamma baik yang akan bisa menolongnya dan yang akan menyelamatkannya.

    Menurut Dhamma, memberi bukan berarti berkurang, namun memberi sesungguhnya adalah bertambah (bertambah kamma baiknya). Didalam Kitab Itivutaka, 18 Sang Buddha menjelaskan: "Seandainya semua makhluk mengetahui seperti Aku (Tathagatha) mengetahui tentang manfaat berdana, mereka tidak akan menikmati semua yang mereka miliki tanpa membaginya dengan makhluk lain (yang membutuhkan), juga tidak akan membiarkan noda kekikiran mengoda dan menetap didalam batinnya. Bahkan jika apa yang mereka miliki merupakan sedikit makanan terakhir yang dipunyai, mereka tidak akan menikmati tanpa membaginya (berdana), seandainya ada makhluk lain yang sangat membutuhkannya".

    Kita sebagai umat Buddha, mestinya harus mengerti manfaat yang paling besar dari berdana, yaitu: tidak hanya dipuji, terkenal, menjadi kaya dan terlahir di Alam Dewa. "Manfaat yang paling besar dari berdana adalah bebas dari kekotoran batin". Kalau ada orang berdana (memberi bantuan) hanya ingin dipuji, maka itu adalah sangatlah rendah, apalagi bila keinginannya untuk dipuji itu tidak didapatkan, pasti kecewa dan menderita.

    Menurut Dhamma, kalau seseorang ingin menjadi kaya, berjuanglah dengan sungguh-sungguh, kerja keras, rajin, tekun, ulet, hemat (tidak boros), jujur dan banyak berbuat baik. Cita-cita itu pasti akan tercapai, karena itu adalah hukumnya.

    Kekayaan tidak bisa didapat hanya dengan cara memohon, berdoa dan sembahyang, namun kekayaan bisa didapat kalau orang bekerja atau berkarya menurut hukum kebenaran.

Senin, 28 Maret 2011

Meditasi Mempertebal Permukaan Otak















Meditasi Mempertebal Permukaan Otak


Jakarta, Kompas, Senin, 14 Nov. 2005


Para ilmuwan telah mengetahui bahwa meditasi mungkin membuat bentuk otak cenderung permanen. Tapi, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bagian-bagian penting otak justru semakin tebal jika seseorang menjalankan aktivitas ini.


Pemindaian terhadap otak beberapa orang yang melakukan meditasi secara rutin memperlihatkan adanya perubahan ketebalan di bagian cortex (permukaan) yang berhubungan dengan penginderaan, pengenalan suara dan gambar, termasuk persepsi internal, misalnya pemantauan detak jantung atau napas.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa meditasi yang dilakukan secara rutin mungkin juga memperlambat penipisan cortex bagian depan yang dipengaruhi umur.

"Yang paling mengejutkan saya, latihan meditasi ternyata dapat mengubah bagian abu-abu pada otak," kata anggota tim peneliti Jeremy Gray, seorang asisten profesor psikologi di Yale.

Bagian otak yang sering ditemukan berubah karena aktivitas meditasi umumnya adalah daerah belahan kanan. Wilayah ini terutama memainkan peranan penting dalam proses perhatian yang berkesinambungan. Sementara, perhatian adalah salah satu fokus dari meditasi.

Para peneliti menduga bentuk lain dari yoga dan meditasi memiliki pengaruh yang mirip terhadap struktur otak. Tapi, setiap bentuk aktivitas tentu memberikan perubahan pada bagian cortex yang sedikit
berbeda, tergantung latihan mental yang dialaminya.

Subjek yang diteliti adalah orang-orang yang memiliki pekerjaan dan keluarga. Mereka hanya bermeditasi rata-rata 40 menit setiap hari dan tidak harus menjadi rahib. Penelitian hanya melibatkan 20 orang yang seluruhnya memperoleh pelatihan cara meditasi Buddha secara intensif. Meskipun demikian, para peneliti menyatakan bahwa hasilnya dapat dipercaya.

Penelitian ini dipimpin oleh Sara Lazar, asisten psikologi dari Massachusetts General Hospital. Hasil penelitiannya sendiri dijelaskan dalam jurnal NeuroReport edisi November.


Sumber: LiveScience.com < http://www.livescience.com/ >
Penulis: Wah

Dikutip dari:

Selasa, 08 Maret 2011

Berdana Dengan Pengertian




Berdana Dengan Pengertian
Oleh: Yang Arya Bhikkhu Uttamo Thera
 

Berdana dan melaksanakan Dhamma adalah Berkah Utama Saat ini akan dijelaskan tentang Sangha Dana, atau mempersembahkan dana kepada anggota Sangha diluar masa Kathina. Walaupun saat tersebut sudah tidak lagi di bulan Kathina tetapi bukan berarti perbuatan baik yang akan dilakukan kemudian menjadi kecil manfaatnya. Sebagai gambaran, kita akan melihat permainan bulu tangkis. Dalam permainan ini ada beberapa peraturan dasar yang harus kita patuhi. Ada garisnya, ada cocknya, ada pemainnya, ada raket, kemudian pakaiannya pun khusus. Kita tidak dapat membayangkan andaikata permainan bulu tangkis ini tidak mempergunakan cock melainkan mempergunakan bola bekel, misalnya. Bagaimana bila bolanya di-smash dan kena kepala lawan main, pasti benjol! Bola bekel untuk bulu tangkis tidak akan cocok. Atau mungkin kita bisa membayangkan bulu tangkis dengan mempergunakan cock tetapi bulunya tinggal satu helai. Jadi kalau dipukul muntir-muntir. Tidak mungkin dipakai. Kita juga bisa tahu bahwa para pemain bulu tangkis membutuhkan pakaian tertentu, celana pendek dan kaos. Bayangkan saja bila kita sekarang bermain bulu tangkis dengan mengenakan jas. Juga tidak mungkin, memang bukan pada tempatnya. Demikianlah ibarat bermain bulu tangkis demikian pula berdana. Kalau kita melihat permainan bulu tangkis ada yang memukul dan ada pula yang menerima, pukul lagi, terima lagi, konsep berdana juga sama, ada yang memberi dan ada yang menerima. Tapi si penerima tidak hanya menerima saja melainkan juga diumpan kembali, terima lagi-umpan lagi, demikian seterusnya. Karena seperti bulu tangkis yang membutuhkan beberapa aturan, maka berdanapun untuk mencapai nilai puncak, mencapai point tinggi, juga membutuhkan peraturan ataupun persyaratan. Persyaratan pertama, dalam mempersembahkan dana kita hendaknya juga memperhatikan barang yang hendak didanakan. Barang yang kita persembahkan hendaknya barang yang bersih. Pengertian 'bersih' disini bukan berarti barang yang steril, misalnya piring yang disterilkan. 'Barang bersih' artinya kita mempersembahkan barang yang didapatkan dari perbuatan atau usaha yang baik, bukan dari mencuri maupun merampok. Namun sering muncul pertanyaan bagaimana kalau ada orang yang menjadi perampok budiman, merampoki orang kaya kemudian hasilnya dibagikan kepada orang yang miskin. Apakah perbuatan ini juga termasuk berdana? Sebenarnya perbuatan ini dapat dimasukkan sebagai berdana tetapi berdana yang tidak sehat. Kalau ibarat bulu tangkis tadi cocknya bulunya cuma satu helai, bisa dipergunakan untuk bermain, tetapi bila dipukul akan muntir, tidak karuan dan membingungkan. Jadi orang yang berdana bingung dan si penerima dana juga bingung. Dana dengan cara sebagai perampok budiman akan menghasilkan buah yang kecil. Hal ini disebabkan karena barang yang didanakan didapat dari tindakan yang tidak benar. Akan jauh lebih baik bila kita berdana dengan barang yang bersih, barang yang kita dapatkan dari hasil keringat kita sendiri. Barang hasil perjuangan kita sendiri inilah yang memiliki nilai tinggi sekali. Oleh karena itu, umat hendaknya mempersiapkan persembahan dana Kathina ini dengan matang. mempersiapkan diri jauh sebelum bulan Kathina datang. Menyiapkan diri dengan menabung setiap hari sebagian penghasilannya sehingga bila telah tiba hari Kathina, tabungan dibuka dan dipersembahkan.

Ada sebuah cerita dari negara Buddhis, Thailand. Di Thailand para bhikkhu biasanya setiap pagi keluar vihara untuk memberi kesempatan umat berbuat baik dengan mempersembahkan dana makan. Kegiatan ini disebut Pindapatta. Pada waktu Pindapatta para bhikkhu berjalan perlahan sambil membawa mangkuk melewati tempat-tempat umum, kampung dan pasar. Pada suatu saat pernah terjadi seorang bhikkhu yang sedang berjalan membawa mangkuknya. Ia melihat di pinggir sebuah jembatan ada seorang pengemis yang sedang duduk. Pengemis itu memang setiap hari kerjanya duduk di situ. Mengemis. Namun dia tidak pernah mengemis kepada para bhikkhu. Suatu hari pengemis ini hendak mempersembahkan dana makan berupa nasi bungkus kepada bhikkhu tersebut. Si bhikkhu kaget dan berusaha menghindari si pengemis. Si bhikkhu berpikir bahwa si pengemis ini sudah sulit hidupnya karena itu tidak perlu mempersembahkan dana makan kepadanya. Akan tetapi, si pengemis malah meratap dan bertanya apakah ia sebagai pengemis miskin tidak diberi kesempatan berbuat baik? Mendengar kata-kata si pengemis, sang bhikkhu timbullah hati welas asihnya dan diterimalah persembahan dana makan dari si pengemis. Ternyata, si pengemis memang telah bertekad bahwa sebagian dari jumlah uang yang diterimanya pada pagi itu akan dipersembahkan kepada bhikkhu. Dana semacam ini dapat dikelompokkan sebagai dana yang bersih. Dana yang bersih ini bila diibaratkan dengan cock bulu tangkis tadi adalah bagaikan cock yang baru, mulus, timbangannya cocok, tidak oleng-oleng kemana-mana. Oleh karena dana yang diberikan ini betul-betul mulus, murni dari hasil dirinya sendiri.

Persyaratan kedua, barangnya baik. Barang baik adalah barang yang tidak rusak sehingga dapat dipergunakan sesuai dengan tujuannya. Misalnya, kita sekarang bekerja keras karena mengetahui bahwa besok pagi akan mempersembahkan dana makan kepada para bhikkhu. Dengan hasil yang telah dikumpulkan, kita mempersiapkan makanan, tapi barangnya tidak baik, misalnya makanan yang sudah basi. Hal itu termasuk barang yang bersih tetapi bukan barang baik. Keadaan itu ibarat sebuah cock dengan timbangan baik, tetapi bulunya sudah kusut tidak karuan karena terkena banyak smash.

Selain barang bersih, barang baik, persyaratan ketiga adalah barang layak. Barang layak artinya adalah barang yang sesuai dengan si penerima. Pantas. Janganlah kita mempersembahkan sisir rambut kepada para bhikkhu. Sisir baru yang dibeli dengan uang hasil kerja dalam hal ini memang barang yang bersih dan baik tetapi tidak sesuai untuk dipergunakan para bhikkhu. Begitu pula dengan mempersembahkan dana sepatu kepada para bhikkhu, tidak layak, tidak pantas. Barang-barang semacam ini adalah barang yang tidak sesuai.

Oleh karena itu, sebelum kita mempersembahkan dana, hendaknya kita renungkan terlebih dahulu apakah barang yang kita persembahkan itu telah sesuai untuk para bhikkhu ataukah kurang sesuai. Sesungguhnya para bhikkhu hanya membutuhkan empat kebutuhan pokok saja yaitu sandang, pangan, papan dan obat-obatan. Tidak ada yang lain. Sandang atau pakaian untuk para bhikkhu hanyalah satu set jubah. Pangan atau makanan yang diperlukan oleh para bhikkhu juga agak terbatas, terbatas waktu makannya. Para bhikkhu paling banyak sehari hanya makan dua kali saja sebelum tengah hari. Setelah jam 12 siang, para bhikkhu berpuasa, tidak makan lagi, minum pun terbatas jenisnya. Papan atau tempat tinggal untuk para bhikkhu biasanya berupa vihara atau untuk beberapa waktu dapat tinggal di rumah yang disediakan oleh umat. Obat-obatan untuk para bhikkhu biasanya juga telah banyak tersedia di vihara. Keadaan ini kadang membuat para umat berpikir, bagaimana umat dapat ber-pindapatta, padahal umat sering baru mempunyai waktu ke vihara setelah jam 12 siang. Kemudian umat juga melihat bahwa para bhikkhu telah memiliki cukup sandang, pangan, dan papan atau tempat tinggal, serta obat-obatan di vihara. Sedangkan kebutuhan para bhikkhu hanyalah empat saja, dan kebutuhan ini pun tidak selalu diperlukan setiap saat, kecuali kebutuhan pangan. Oleh karena itu, kemudian umat mewujudkan empat kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan dan obat-obatan ini dalam bentuk materi penggantinya atau dalam bentuk uang. Persembahan empat kebutuhan pokok dalam bentuk uang ini kemudian dimasukkan ke dalam amplop. Namun, walaupun pada waktu itu yang dipersembahkan adalah uang hendaknya dalam pikiran kita tetap merenungkan bahwa kita berdana empat kebutuhan pokok yaitu, sandang, pangan, papan dan obat-obatan seharga nilai nominal uang yang dipersembahkan. Dengan mengingat hukum sebab dan akibat bahwa sesuai dengan benih yang ditanam demikian pula buah yang akan dipetik, persembahan dana empat kebutuhan pokok itu akan dapat membuahkan kebahagiaan dalam bentuk kecukupan empat kebutuhan pokok dalam kehidupan kita. Sandangnya banyak macam, makanannya berlimpah ruah, tempat tinggalnya lebih dari satu, fasilitas obat-obatan lengkap, dapat berobat kemana-mana.

Berbicara tentang barang yang kita berikan kalau ibarat bulutangkis tadi adalah bolanya, maka disamping itu, bulutangkis juga perlu memperhatikan ketepatan waktu. Waktu memukul bola hendaknya dilakukan bila bola sudah datang, jangan bolanya masih dipegang musuh, kita sudah memukulnya, ketika bola datang kita malah diam tidak bergerak. Hal ini salah. Jadi, waktu atau saat memukul ini penting. Demikian pula, kapankah waktu kita berdana? Segera dilaksanakan, adalah merupakan persyaratan yang keempat. Apabila pikiran baik kita muncul, pada saat itu juga segera kerjakanlah. Jikalau kita menunda mengerjakan suatu perbuatan baik maka ada kemungkinan kita malahan membatalkan niat melakukan perbuatan baik itu, pikiran memang mudah berubah. Pikiran yang baik bila diproses secara lambat malahan hasilnya kita tidak jadi melakukan perbuatan apa-apa. Oleh karena itu, kapankah kita melakukan perbuatan baik? Pada saat terpikir, pada saat itu juga! Tidak perlu menunggu waktu lagi. Misalnya, kita akan berdana kepada para bhikkhu, tidak perlu menunggu nanti hari Kathina tahun depan saja. Kalau kita masih hidup. Kalau sudah meninggal? Hilanglah kesempatan kita berbuat baik. Kita juga tidak perlu menunggu jumlah bhikkhu yang hadir genap sembilan orang. Kalau bhikkhunya tidka datang semua? Atau kita harus menunggu kalau jumlah bhikkhunya mencapai empat orang karena jumlah itulah yang dapat disebut dengan Sangha. Itupun pendapat yang salah. Biarlah, seadanya bhikkhu saja. Justru bukan jumlah bhikkhu yang perlu kita pikirkan tetapi menjaga kondisi pikiran kita agar tetap memiliki niat baik itulah yang penting. Oleh karena itu, bila pikiran baik muncul, segera kerjakanlah.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering muncul keinginan berdana tetapi jarang menjumpai bhikkhu. Kesulitan ini dapat diatasi dengan cara mempersiapkan di rumah sebuah kotak dana terkunci. Anak kunci kotak ini dapat dititipkan pada seorang bhikkhu atau di vihara, misalnya. Jadi begitu timbul pikiran baik segera masukkan uang ke kotak dana tadi. Perbuatan ini dapat kita ulang setiap saat. Bila telah dirasa cukup dan masanya pun telah tiba, bolehlah kotak dana tadi dibuka dan isinya diserahkan ke vihara. Beres. Oleh karena itu, dalam berbuat kebaikan, hendaknya barangnya baik, bersih, sesuai, kemudian waktunya pun hendaknya segera dilaksanakan.

Sebagai persyaratan kelima, persembahan hendaknya sering dilakukan. Artinya bukan berdana sekali seumur hidup dalam jumlah sebesar-besarnya kemudian tidak pernah melaksanakannya lagi. Itu keliru. Contohnya, seseorang melaksanakan pelepasan satwa sejumlah 1000 ekor burung tetapi kemudian seumur hidup sudah tidak pernah dilakukannya lagi. Sikap ini juga kurang tepat, hal ini berarti orang hanya mempunyai pikiran dan perbuatan baik sekali itu saja. Dalam pengertian agama Buddha kita hendaknya sering memberi kondisi pikiran dan perbuatan kita untuk melakukan kebaikan. Jadi, kalau memang kita telah bertekad dalam satu tahun akan membebaskan makhluk sebanyak seribu ekor, maka cobalah dibagi menjadi 20 kali melepas, misalnya; jadi setiap kali melepas sekitar 50 ekor. Dengan demikian, pikiran akan terkondisi untuk lebih sering berbuat baik. Jadi sering-seringlah untuk melakukan kebaikan seperti badminton yang tidak gampang turun bolanya karena para pemainnya trampil mengolah bola. Itu baru permainan menarik. Tapi apabila baru sekali pukul kemudian bolanya sudah jatuh, dipukul lagi, jatuh lagi. Sungguh permainan yang tidak menarik. Hal itu sama dengan orang yang setahun sekali baru berbuat baik, kurang besar manfaat bagi dirinya.

Apabila kita telah dapat melaksanakan dana secara rutin, maka hendaknya kita berdana dengan pikiran yang baik. Pikiran yang baik adalah persyaratan keenam. Diibaratkan pakaian orang bermain badminton harus bercelana pendek dan memakai kaos olah raga. Sulit dibayangkan bila seseorang hanya memakai salah satu dari pakaian perlengkapan bermain badminton tadi. Hanya pakai celana tanpa baju atau mengenakan baju tanpa celana.... Pikiran yang baik ini adalah pikiran bahagia pada saat kita mempersiapkan, mempersembahkan dan setelah mempersembahkan dana. Ada sebuah cerita tentang orang yang berdana. Hatinya senang ketika sedang mempersiapkan dana. Pada waktu mempersembahkan dana, ia masih merasa senang, namun setelah mempersembahkan dana timbullah penyesalan. Kondisi pikiran ini akan membuahkan kelahiran kembali sebagai anak orang kaya. Sejak kecil banyak harta dimilikinya. Kondisi kebahagian ini berlangsung sampai dengan ia dewasa. Akan tetapi, di masa tuanya ia jatuh miskin. Penderitaan di hari tua ini adalah buah penyesalannya setelah mempersembahkan dana tadi.

Sebaliknya, ada orang pada awalnya merasa tidak senang melakukan perbuatan baik. Pada waktu mempersembahkan dana juga memiliki pikiran yang kurang simpatik. Namun, setelah mempersembahkan dana ia merasakan kebahagiaan. Apakah buah karma pikiran semacam ini? Apabila ia terlahir kembali maka dimasa kecilnya ia menderita; pada usia dewasa ia juga masih menderita namun dihari tuanya ia akan berbahagia. Jadi kondiisi pikiran sebelum mempersembahkan dana mewakili keadaan kita di masa kecil dalam kehidupan yang akan datang. Kondisi pikiran ketika mempersembahkan dana mewakili usia dewasa. Kondisi pikiran setelah mempersembahkan dana mewakili usia tua. Oleh karena itu, sejak kecil, dewasa, sampai tua bahkan seumur hidup kita akan bahagia bila pada waktu mempersiapkan, mempersembahkan dan setelah mempersembahkan dana pikiran kita selalu berbahagia.

Kembali tentang perumpamaan permainan bulu tangkis. Dalam permainan ini dibutuhkan para pemain. Para pemain hendaknya telah mengetahui aturan mainnya. Dengan mengikuti aturan main bulu tangkis maka permainan akan tertib, tidak kacau. Begitu pula dalam berdana, si pemberi dan si penerima hendaknya mempunyai kemoralan sila yang sama, minimal Pancasila Buddhis. Oleh karena itu, masalah tentang perampok budiman di atas adalah seperti permainan bulu tangkis yang tidak seimbang pemainnya. Seperti orang yang pandai badminton melawan orang yang baru saja belajar. Pusing. Demikian pula perampok yang mempersembahkan hasil rampokannya untuk vihara.

Begitu pula bila seorang wanita tuna susila mempersembahkan dana. Dana yang dipersembahkan diperoleh dari perbuatan yang melanggar sila. Memang dana itu masih tetap dapat diterima, sebab bila tidak diterima, kapan lagi mereka memiliki kesempatan berbuat baik dan memperbaiki keadaan? Jadi walaupun orang yang diberi dan yang memberi ini tidak seimbang, tetapi tetap, tetap bisa membawa manfaat. Seperti orang main badminton yang satu mengenakan jas sedangkan pemain yang lainnya mengenakan pakaian olah raga. Juga tidak apa-apa, masih tetap bisa bermain, hanya saja tidak seimbang.

Oleh karena itu, sebaiknya sebelum berdana kita memohon sila terlebih dahulu, minimal Pancasila Buddhis. Walaupun di luar gerbang Vihara ini kita telah melanggar salah satu sila atau bahkan kelima-limanya, tetapi kalau di dalam kompleks Vihara hendaknya kemoralan kita diperbaiki. Caranya adalah dengan memohon tuntunan Pancasila Buddhis yang terdiri dari tekad untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, bohong dan mabuk-mabukkan. Dengan menjalankan tuntunan itu, minimal selama dalam kompleks Vihara kemoralan kita menjadi lebih baik. Sehingga antara fihak yang memberi dan yang diberi sudah seimbang kemoralannya. Hal ini akan memperbesar manfaat dan buah kebjikannya. Permainan badmintonnya akan enak dinikmati. Para umat memberi, para bhikkhu pun memberi. Para umat memberikan materi yang diperoleh dari bekerja keras dalam masyarakat. Sedangkan para bhikkhu memberikan buah kebajikan yang besar kepada para umat yaitu dengan cara pengolahan diri sesuai Ajaran Sang Buddha, pelaksanaan kemoralan dengan sebaik-baiknya. Sehingga para umat benar-benar seperti menanam di ladang yang subur. Dana dari umat akan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sepiring nasi yang dipersembahkan bukan hanya untuk main-main tetapi akan diolah oleh tubuh para bhikkhu menjadi tenaga untuk menjaga kesehatan, menyambung kehidupan dan sekaligus untuk tenaga membabarkan Buddha Dhamma. Dengan demikian, sepiring nasi yang dipersembahkan, nilainya bukan lagi harga nominal sepiring nasi sewaktu dibeli. Bukan. Sepiring nasi ini nilainya menjadi nilai Dhamma, karena telah diubah menjadi tenaga untuk membabarkan dan melestarikan Buddha Dhamma. Di dalam Dhammapada XXIV, 21 dikatakan bahwa Pemberian Kebenaran (Dhamma) mengalahkan segenap pemberian lainnya. Dengan sepiring nasi yang dipersembahkan kepada para bhikkhu sama dengan melaksanakan Dhammadana. Jenis dana yang paling tinggi untuk dipersembahkan. Dengan menerima persembahan kebutuhan sandang, pangan, papan dan obat-obatan, para bhikkhu dapat memanfaatkannya untuk pembabaran Dhamma di daerah-daerah lain. Dengan demikian, hasil setiap tetes keringat yang diberikan kepada para bhikkhu akan diubah menjadi Dhammadana. Buah Dhammadana ini juga akan dinikmati sendiri oleh si pemberi dalam kehidupan ini.

Itulah hal yang bisa dilakukan dalam permainan bulu tangkis perbuatan baik ini. Para umat memberikan dukungan moral, kemudian memberikan dukungan material, menunjang kehidupan para bhikkhu. Para bhikkhu pun memberikan dukungan mental kepada para umat dengan memberikan contoh moral serta berjuang dalam kebajikan. Para bhikkhu pun selalu merenungkan dan mengingatkan diri sendiri, bahwa para umat telah menunjang kehidupan para bhikkhu selama menjalani kehidupan kebhikkhuan. Jadi, bila seorang bhikkhu telah 23 tahun menjadi bhikkhu, berarti selama 23 tahun pula hidupnya disokong oleh umat. Padahal, para umat bukanlah sanak maupun keluarganya. Umat dengan rela dan ikhlas telah menyantuni kehidupan para bhikkhu sampai sekian lama. Apakah sekarang balas jasa para bhikkhu kepada umat? Seperti dalam permainan bulu tangkis tadi, bila seorang pemain setelah mendapatkan bola hendaknya segera mengembalikannya kepada pemain yang lain. Demikian pula dengan para bhikkhu, setelah menerima persembahan hendaknya mengembalikannya lagi kepada umat dengan cara meningkatkan semaksimal mungkin perjuangan dalam Dhamma dan pelaksanaan peraturan kemoralan. Sehingga semakin banyak umat menanam kebajikan, semakin lebat pula buah kebajikan yang diterimanya.

Dalam Manggala Sutta disebutkan bahwa berdana dan melaksanakan Dhamma adalah Berkah Utama. Para umat Buddha yang melaksanakan Dhamma dengan mempersembahkan dana kepada Sangha dapat juga disebut sebagai Dhammadana. Sebab, apapun yang dipersembahkan kepada para bhikkhu akan diubah menjadi Dhammadana, menjadi sarana pembabaran Dhamma kepada orang lain sehingga buah lebatnya akan dapat dimiliki si pemberi.

Berdana dan melaksanakan Dhamma adalah Berkah Utama Saat ini akan dijelaskan tentang Sangha Dana, atau mempersembahkan dana kepada anggota Sangha diluar masa Kathina. Walaupun saat tersebut sudah tidak lagi di bulan Kathina tetapi bukan berarti perbuatan baik yang akan dilakukan kemudian menjadi kecil manfaatnya. Sebagai gambaran, kita akan melihat permainan bulu tangkis. Dalam permainan ini ada beberapa peraturan dasar yang harus kita patuhi. Ada garisnya, ada cocknya, ada pemainnya, ada raket, kemudian pakaiannya pun khusus. Kita tidak dapat membayangkan andaikata permainan bulu tangkis ini tidak mempergunakan cock melainkan mempergunakan bola bekel, misalnya. Bagaimana bila bolanya di-smash dan kena kepala lawan main, pasti benjol! Bola bekel untuk bulu tangkis tidak akan cocok. Atau mungkin kita bisa membayangkan bulu tangkis dengan mempergunakan cock tetapi bulunya tinggal satu helai. Jadi kalau dipukul muntir-muntir. Tidak mungkin dipakai. Kita juga bisa tahu bahwa para pemain bulu tangkis membutuhkan pakaian tertentu, celana pendek dan kaos. Bayangkan saja bila kita sekarang bermain bulu tangkis dengan mengenakan jas. Juga tidak mungkin, memang bukan pada tempatnya. Demikianlah ibarat bermain bulu tangkis demikian pula berdana. Kalau kita melihat permainan bulu tangkis ada yang memukul dan ada pula yang menerima, pukul lagi, terima lagi, konsep berdana juga sama, ada yang memberi dan ada yang menerima. Tapi si penerima tidak hanya menerima saja melainkan juga diumpan kembali, terima lagi-umpan lagi, demikian seterusnya. Karena seperti bulu tangkis yang membutuhkan beberapa aturan, maka berdanapun untuk mencapai nilai puncak, mencapai point tinggi, juga membutuhkan peraturan ataupun persyaratan. Persyaratan pertama, dalam mempersembahkan dana kita hendaknya juga memperhatikan barang yang hendak didanakan. Barang yang kita persembahkan hendaknya barang yang bersih. Pengertian 'bersih' disini bukan berarti barang yang steril, misalnya piring yang disterilkan. 'Barang bersih' artinya kita mempersembahkan barang yang didapatkan dari perbuatan atau usaha yang baik, bukan dari mencuri maupun merampok. Namun sering muncul pertanyaan bagaimana kalau ada orang yang menjadi perampok budiman, merampoki orang kaya kemudian hasilnya dibagikan kepada orang yang miskin. Apakah perbuatan ini juga termasuk berdana? Sebenarnya perbuatan ini dapat dimasukkan sebagai berdana tetapi berdana yang tidak sehat. Kalau ibarat bulu tangkis tadi cocknya bulunya cuma satu helai, bisa dipergunakan untuk bermain, tetapi bila dipukul akan muntir, tidak karuan dan membingungkan. Jadi orang yang berdana bingung dan si penerima dana juga bingung. Dana dengan cara sebagai perampok budiman akan menghasilkan buah yang kecil. Hal ini disebabkan karena barang yang didanakan didapat dari tindakan yang tidak benar. Akan jauh lebih baik bila kita berdana dengan barang yang bersih, barang yang kita dapatkan dari hasil keringat kita sendiri. Barang hasil perjuangan kita sendiri inilah yang memiliki nilai tinggi sekali. Oleh karena itu, umat hendaknya mempersiapkan persembahan dana Kathina ini dengan matang. mempersiapkan diri jauh sebelum bulan Kathina datang. Menyiapkan diri dengan menabung setiap hari sebagian penghasilannya sehingga bila telah tiba hari Kathina, tabungan dibuka dan dipersembahkan.

Ada sebuah cerita dari negara Buddhis, Thailand. Di Thailand para bhikkhu biasanya setiap pagi keluar vihara untuk memberi kesempatan umat berbuat baik dengan mempersembahkan dana makan. Kegiatan ini disebut Pindapatta. Pada waktu Pindapatta para bhikkhu berjalan perlahan sambil membawa mangkuk melewati tempat-tempat umum, kampung dan pasar. Pada suatu saat pernah terjadi seorang bhikkhu yang sedang berjalan membawa mangkuknya. Ia melihat di pinggir sebuah jembatan ada seorang pengemis yang sedang duduk. Pengemis itu memang setiap hari kerjanya duduk di situ. Mengemis. Namun dia tidak pernah mengemis kepada para bhikkhu. Suatu hari pengemis ini hendak mempersembahkan dana makan berupa nasi bungkus kepada bhikkhu tersebut. Si bhikkhu kaget dan berusaha menghindari si pengemis. Si bhikkhu berpikir bahwa si pengemis ini sudah sulit hidupnya karena itu tidak perlu mempersembahkan dana makan kepadanya. Akan tetapi, si pengemis malah meratap dan bertanya apakah ia sebagai pengemis miskin tidak diberi kesempatan berbuat baik? Mendengar kata-kata si pengemis, sang bhikkhu timbullah hati welas asihnya dan diterimalah persembahan dana makan dari si pengemis. Ternyata, si pengemis memang telah bertekad bahwa sebagian dari jumlah uang yang diterimanya pada pagi itu akan dipersembahkan kepada bhikkhu. Dana semacam ini dapat dikelompokkan sebagai dana yang bersih. Dana yang bersih ini bila diibaratkan dengan cock bulu tangkis tadi adalah bagaikan cock yang baru, mulus, timbangannya cocok, tidak oleng-oleng kemana-mana. Oleh karena dana yang diberikan ini betul-betul mulus, murni dari hasil dirinya sendiri.

Persyaratan kedua, barangnya baik. Barang baik adalah barang yang tidak rusak sehingga dapat dipergunakan sesuai dengan tujuannya. Misalnya, kita sekarang bekerja keras karena mengetahui bahwa besok pagi akan mempersembahkan dana makan kepada para bhikkhu. Dengan hasil yang telah dikumpulkan, kita mempersiapkan makanan, tapi barangnya tidak baik, misalnya makanan yang sudah basi. Hal itu termasuk barang yang bersih tetapi bukan barang baik. Keadaan itu ibarat sebuah cock dengan timbangan baik, tetapi bulunya sudah kusut tidak karuan karena terkena banyak smash.

Selain barang bersih, barang baik, persyaratan ketiga adalah barang layak. Barang layak artinya adalah barang yang sesuai dengan si penerima. Pantas. Janganlah kita mempersembahkan sisir rambut kepada para bhikkhu. Sisir baru yang dibeli dengan uang hasil kerja dalam hal ini memang barang yang bersih dan baik tetapi tidak sesuai untuk dipergunakan para bhikkhu. Begitu pula dengan mempersembahkan dana sepatu kepada para bhikkhu, tidak layak, tidak pantas. Barang-barang semacam ini adalah barang yang tidak sesuai.

Oleh karena itu, sebelum kita mempersembahkan dana, hendaknya kita renungkan terlebih dahulu apakah barang yang kita persembahkan itu telah sesuai untuk para bhikkhu ataukah kurang sesuai. Sesungguhnya para bhikkhu hanya membutuhkan empat kebutuhan pokok saja yaitu sandang, pangan, papan dan obat-obatan. Tidak ada yang lain. Sandang atau pakaian untuk para bhikkhu hanyalah satu set jubah. Pangan atau makanan yang diperlukan oleh para bhikkhu juga agak terbatas, terbatas waktu makannya. Para bhikkhu paling banyak sehari hanya makan dua kali saja sebelum tengah hari. Setelah jam 12 siang, para bhikkhu berpuasa, tidak makan lagi, minum pun terbatas jenisnya. Papan atau tempat tinggal untuk para bhikkhu biasanya berupa vihara atau untuk beberapa waktu dapat tinggal di rumah yang disediakan oleh umat. Obat-obatan untuk para bhikkhu biasanya juga telah banyak tersedia di vihara. Keadaan ini kadang membuat para umat berpikir, bagaimana umat dapat ber-pindapatta, padahal umat sering baru mempunyai waktu ke vihara setelah jam 12 siang. Kemudian umat juga melihat bahwa para bhikkhu telah memiliki cukup sandang, pangan, dan papan atau tempat tinggal, serta obat-obatan di vihara. Sedangkan kebutuhan para bhikkhu hanyalah empat saja, dan kebutuhan ini pun tidak selalu diperlukan setiap saat, kecuali kebutuhan pangan. Oleh karena itu, kemudian umat mewujudkan empat kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan dan obat-obatan ini dalam bentuk materi penggantinya atau dalam bentuk uang. Persembahan empat kebutuhan pokok dalam bentuk uang ini kemudian dimasukkan ke dalam amplop. Namun, walaupun pada waktu itu yang dipersembahkan adalah uang hendaknya dalam pikiran kita tetap merenungkan bahwa kita berdana empat kebutuhan pokok yaitu, sandang, pangan, papan dan obat-obatan seharga nilai nominal uang yang dipersembahkan. Dengan mengingat hukum sebab dan akibat bahwa sesuai dengan benih yang ditanam demikian pula buah yang akan dipetik, persembahan dana empat kebutuhan pokok itu akan dapat membuahkan kebahagiaan dalam bentuk kecukupan empat kebutuhan pokok dalam kehidupan kita. Sandangnya banyak macam, makanannya berlimpah ruah, tempat tinggalnya lebih dari satu, fasilitas obat-obatan lengkap, dapat berobat kemana-mana.

Berbicara tentang barang yang kita berikan kalau ibarat bulutangkis tadi adalah bolanya, maka disamping itu, bulutangkis juga perlu memperhatikan ketepatan waktu. Waktu memukul bola hendaknya dilakukan bila bola sudah datang, jangan bolanya masih dipegang musuh, kita sudah memukulnya, ketika bola datang kita malah diam tidak bergerak. Hal ini salah. Jadi, waktu atau saat memukul ini penting. Demikian pula, kapankah waktu kita berdana? Segera dilaksanakan, adalah merupakan persyaratan yang keempat. Apabila pikiran baik kita muncul, pada saat itu juga segera kerjakanlah. Jikalau kita menunda mengerjakan suatu perbuatan baik maka ada kemungkinan kita malahan membatalkan niat melakukan perbuatan baik itu, pikiran memang mudah berubah. Pikiran yang baik bila diproses secara lambat malahan hasilnya kita tidak jadi melakukan perbuatan apa-apa. Oleh karena itu, kapankah kita melakukan perbuatan baik? Pada saat terpikir, pada saat itu juga! Tidak perlu menunggu waktu lagi. Misalnya, kita akan berdana kepada para bhikkhu, tidak perlu menunggu nanti hari Kathina tahun depan saja. Kalau kita masih hidup. Kalau sudah meninggal? Hilanglah kesempatan kita berbuat baik. Kita juga tidak perlu menunggu jumlah bhikkhu yang hadir genap sembilan orang. Kalau bhikkhunya tidka datang semua? Atau kita harus menunggu kalau jumlah bhikkhunya mencapai empat orang karena jumlah itulah yang dapat disebut dengan Sangha. Itupun pendapat yang salah. Biarlah, seadanya bhikkhu saja. Justru bukan jumlah bhikkhu yang perlu kita pikirkan tetapi menjaga kondisi pikiran kita agar tetap memiliki niat baik itulah yang penting. Oleh karena itu, bila pikiran baik muncul, segera kerjakanlah.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering muncul keinginan berdana tetapi jarang menjumpai bhikkhu. Kesulitan ini dapat diatasi dengan cara mempersiapkan di rumah sebuah kotak dana terkunci. Anak kunci kotak ini dapat dititipkan pada seorang bhikkhu atau di vihara, misalnya. Jadi begitu timbul pikiran baik segera masukkan uang ke kotak dana tadi. Perbuatan ini dapat kita ulang setiap saat. Bila telah dirasa cukup dan masanya pun telah tiba, bolehlah kotak dana tadi dibuka dan isinya diserahkan ke vihara. Beres. Oleh karena itu, dalam berbuat kebaikan, hendaknya barangnya baik, bersih, sesuai, kemudian waktunya pun hendaknya segera dilaksanakan.

Sebagai persyaratan kelima, persembahan hendaknya sering dilakukan. Artinya bukan berdana sekali seumur hidup dalam jumlah sebesar-besarnya kemudian tidak pernah melaksanakannya lagi. Itu keliru. Contohnya, seseorang melaksanakan pelepasan satwa sejumlah 1000 ekor burung tetapi kemudian seumur hidup sudah tidak pernah dilakukannya lagi. Sikap ini juga kurang tepat, hal ini berarti orang hanya mempunyai pikiran dan perbuatan baik sekali itu saja. Dalam pengertian agama Buddha kita hendaknya sering memberi kondisi pikiran dan perbuatan kita untuk melakukan kebaikan. Jadi, kalau memang kita telah bertekad dalam satu tahun akan membebaskan makhluk sebanyak seribu ekor, maka cobalah dibagi menjadi 20 kali melepas, misalnya; jadi setiap kali melepas sekitar 50 ekor. Dengan demikian, pikiran akan terkondisi untuk lebih sering berbuat baik. Jadi sering-seringlah untuk melakukan kebaikan seperti badminton yang tidak gampang turun bolanya karena para pemainnya trampil mengolah bola. Itu baru permainan menarik. Tapi apabila baru sekali pukul kemudian bolanya sudah jatuh, dipukul lagi, jatuh lagi. Sungguh permainan yang tidak menarik. Hal itu sama dengan orang yang setahun sekali baru berbuat baik, kurang besar manfaat bagi dirinya.

Apabila kita telah dapat melaksanakan dana secara rutin, maka hendaknya kita berdana dengan pikiran yang baik. Pikiran yang baik adalah persyaratan keenam. Diibaratkan pakaian orang bermain badminton harus bercelana pendek dan memakai kaos olah raga. Sulit dibayangkan bila seseorang hanya memakai salah satu dari pakaian perlengkapan bermain badminton tadi. Hanya pakai celana tanpa baju atau mengenakan baju tanpa celana.... Pikiran yang baik ini adalah pikiran bahagia pada saat kita mempersiapkan, mempersembahkan dan setelah mempersembahkan dana. Ada sebuah cerita tentang orang yang berdana. Hatinya senang ketika sedang mempersiapkan dana. Pada waktu mempersembahkan dana, ia masih merasa senang, namun setelah mempersembahkan dana timbullah penyesalan. Kondisi pikiran ini akan membuahkan kelahiran kembali sebagai anak orang kaya. Sejak kecil banyak harta dimilikinya. Kondisi kebahagian ini berlangsung sampai dengan ia dewasa. Akan tetapi, di masa tuanya ia jatuh miskin. Penderitaan di hari tua ini adalah buah penyesalannya setelah mempersembahkan dana tadi.

Sebaliknya, ada orang pada awalnya merasa tidak senang melakukan perbuatan baik. Pada waktu mempersembahkan dana juga memiliki pikiran yang kurang simpatik. Namun, setelah mempersembahkan dana ia merasakan kebahagiaan. Apakah buah karma pikiran semacam ini? Apabila ia terlahir kembali maka dimasa kecilnya ia menderita; pada usia dewasa ia juga masih menderita namun dihari tuanya ia akan berbahagia. Jadi kondiisi pikiran sebelum mempersembahkan dana mewakili keadaan kita di masa kecil dalam kehidupan yang akan datang. Kondisi pikiran ketika mempersembahkan dana mewakili usia dewasa. Kondisi pikiran setelah mempersembahkan dana mewakili usia tua. Oleh karena itu, sejak kecil, dewasa, sampai tua bahkan seumur hidup kita akan bahagia bila pada waktu mempersiapkan, mempersembahkan dan setelah mempersembahkan dana pikiran kita selalu berbahagia.

Kembali tentang perumpamaan permainan bulu tangkis. Dalam permainan ini dibutuhkan para pemain. Para pemain hendaknya telah mengetahui aturan mainnya. Dengan mengikuti aturan main bulu tangkis maka permainan akan tertib, tidak kacau. Begitu pula dalam berdana, si pemberi dan si penerima hendaknya mempunyai kemoralan sila yang sama, minimal Pancasila Buddhis. Oleh karena itu, masalah tentang perampok budiman di atas adalah seperti permainan bulu tangkis yang tidak seimbang pemainnya. Seperti orang yang pandai badminton melawan orang yang baru saja belajar. Pusing. Demikian pula perampok yang mempersembahkan hasil rampokannya untuk vihara.

Begitu pula bila seorang wanita tuna susila mempersembahkan dana. Dana yang dipersembahkan diperoleh dari perbuatan yang melanggar sila. Memang dana itu masih tetap dapat diterima, sebab bila tidak diterima, kapan lagi mereka memiliki kesempatan berbuat baik dan memperbaiki keadaan? Jadi walaupun orang yang diberi dan yang memberi ini tidak seimbang, tetapi tetap, tetap bisa membawa manfaat. Seperti orang main badminton yang satu mengenakan jas sedangkan pemain yang lainnya mengenakan pakaian olah raga. Juga tidak apa-apa, masih tetap bisa bermain, hanya saja tidak seimbang.

Oleh karena itu, sebaiknya sebelum berdana kita memohon sila terlebih dahulu, minimal Pancasila Buddhis. Walaupun di luar gerbang Vihara ini kita telah melanggar salah satu sila atau bahkan kelima-limanya, tetapi kalau di dalam kompleks Vihara hendaknya kemoralan kita diperbaiki. Caranya adalah dengan memohon tuntunan Pancasila Buddhis yang terdiri dari tekad untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, bohong dan mabuk-mabukkan. Dengan menjalankan tuntunan itu, minimal selama dalam kompleks Vihara kemoralan kita menjadi lebih baik. Sehingga antara fihak yang memberi dan yang diberi sudah seimbang kemoralannya. Hal ini akan memperbesar manfaat dan buah kebjikannya. Permainan badmintonnya akan enak dinikmati. Para umat memberi, para bhikkhu pun memberi. Para umat memberikan materi yang diperoleh dari bekerja keras dalam masyarakat. Sedangkan para bhikkhu memberikan buah kebajikan yang besar kepada para umat yaitu dengan cara pengolahan diri sesuai Ajaran Sang Buddha, pelaksanaan kemoralan dengan sebaik-baiknya. Sehingga para umat benar-benar seperti menanam di ladang yang subur. Dana dari umat akan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sepiring nasi yang dipersembahkan bukan hanya untuk main-main tetapi akan diolah oleh tubuh para bhikkhu menjadi tenaga untuk menjaga kesehatan, menyambung kehidupan dan sekaligus untuk tenaga membabarkan Buddha Dhamma. Dengan demikian, sepiring nasi yang dipersembahkan, nilainya bukan lagi harga nominal sepiring nasi sewaktu dibeli. Bukan. Sepiring nasi ini nilainya menjadi nilai Dhamma, karena telah diubah menjadi tenaga untuk membabarkan dan melestarikan Buddha Dhamma. Di dalam Dhammapada XXIV, 21 dikatakan bahwa Pemberian Kebenaran (Dhamma) mengalahkan segenap pemberian lainnya. Dengan sepiring nasi yang dipersembahkan kepada para bhikkhu sama dengan melaksanakan Dhammadana. Jenis dana yang paling tinggi untuk dipersembahkan. Dengan menerima persembahan kebutuhan sandang, pangan, papan dan obat-obatan, para bhikkhu dapat memanfaatkannya untuk pembabaran Dhamma di daerah-daerah lain. Dengan demikian, hasil setiap tetes keringat yang diberikan kepada para bhikkhu akan diubah menjadi Dhammadana. Buah Dhammadana ini juga akan dinikmati sendiri oleh si pemberi dalam kehidupan ini.

Itulah hal yang bisa dilakukan dalam permainan bulu tangkis perbuatan baik ini. Para umat memberikan dukungan moral, kemudian memberikan dukungan material, menunjang kehidupan para bhikkhu. Para bhikkhu pun memberikan dukungan mental kepada para umat dengan memberikan contoh moral serta berjuang dalam kebajikan. Para bhikkhu pun selalu merenungkan dan mengingatkan diri sendiri, bahwa para umat telah menunjang kehidupan para bhikkhu selama menjalani kehidupan kebhikkhuan. Jadi, bila seorang bhikkhu telah 23 tahun menjadi bhikkhu, berarti selama 23 tahun pula hidupnya disokong oleh umat. Padahal, para umat bukanlah sanak maupun keluarganya. Umat dengan rela dan ikhlas telah menyantuni kehidupan para bhikkhu sampai sekian lama. Apakah sekarang balas jasa para bhikkhu kepada umat? Seperti dalam permainan bulu tangkis tadi, bila seorang pemain setelah mendapatkan bola hendaknya segera mengembalikannya kepada pemain yang lain. Demikian pula dengan para bhikkhu, setelah menerima persembahan hendaknya mengembalikannya lagi kepada umat dengan cara meningkatkan semaksimal mungkin perjuangan dalam Dhamma dan pelaksanaan peraturan kemoralan. Sehingga semakin banyak umat menanam kebajikan, semakin lebat pula buah kebajikan yang diterimanya.

Dalam Manggala Sutta disebutkan bahwa berdana dan melaksanakan Dhamma adalah Berkah Utama. Para umat Buddha yang melaksanakan Dhamma dengan mempersembahkan dana kepada Sangha dapat juga disebut sebagai Dhammadana. Sebab, apapun yang dipersembahkan kepada para bhikkhu akan diubah menjadi Dhammadana, menjadi sarana pembabaran Dhamma kepada orang lain sehingga buah lebatnya akan dapat dimiliki si pemberi.

[ Dikutip dari Website Samaggi-Phala WWW.samaggi-phala.or.id ]