Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Rabu, 16 November 2011

Bulan Magha Nan Agung

Bulan Magha Nan Agung
Oleh Yang Mulia Bhikkhu
Dhammakaro



Pada hari Purnama Sidhi di bulan Magha, lebih dari 25 abad yang lalu, terjadilah suatu peristiwa nan agung dalam sejarah kehidupan Sang Buddha Gotama. Tepatnya di sebuah Taman Tupai di vihara hutan Bambu (Veluvana Arama).

Peristiwa Agung nan Suci itu adalah :
  • Hadirnya 1250 bhikkhu.
  • Mereka semua telah mencapai tingkat kesucian tertinggi (Arahat).
  • Mereka adalah para bhikkhu yang ditahbis sendiri oleh Sang Buddha dengan cara Ehi bhikkhu Upasampada.
  • Mereka hadir tanpa diundang dan tanpa kesepakatan.
Pada pertemuan nan agung tersebut Sammasambuddha Gotama membabarkan Ovadapapatimokkha yang merupakan inti Ajaran Beliau yang terdiri atas tiga syair, sebagai berikut :

Kesabaran merupakan praktek Dhamma yang tertinggi; Para Buddha bersabda, Nibbana adalah yang tertinggi. Jika seseorang yang telah menjadi bhikkhu masih menyakiti, merugikan orang lain, maka sesungguhnya ia bukan seorang samana.

Jangan berbuat jahat, tambahlah kebajikan, sucikan hati dan pikiran. Inilah ajaran para Buddha.

Tidak menghina, tidak menyakiti, mengendalikan diri selaras dengan Patimokkha; Makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan; Hidup di tempat yang sunyi, berusaha melatih samadhi. Inilah ajaran para Buddha.

Ajaran yang terkandung dalam Ovadapatimokkha, sangatlah dalam dan mempunyai makna yang demikian tinggi, begitu sulit dan rumit untuk dipahami dan diselami. Bagi kita yang penghayatan Dhammanya belum cukup, akan sangat sukar untuk mencerna dengan baik. Karena apa ? Sebab pembabaran Ovadapapatimokkha, bukanlah dibabarkan kepada umat biasa atau siswa-siswi Sang Buddha yang masih puthujjhana(belajar/belum mencapai tingkat kesucian), melainkan Ovadapapatimokkha tersebut, dibabarkan di hadapan para Arahat (bhikkhu-bhikkhu yang telah mencapai tingkat kesucian tertinggi).

Namun demikian, kita umat Buddha tetap mengambil hikmah yang terkandung dalam pembabaran Ovadapapatimokkha, walaupun tidak sesempurna yang dibabarkan. Apalagi dalam kondisi kehidupan dewasa ini, penuh dengan gejolak, karena krisis ekonomi, keamanan dan keyakinan.

Dalam bait, syair dan kalimat pertama, Sang Buddha bersabda: Khantî paramam tapo titikkha, Kesabaran merupakan praktek Dhamma yang tertinggi. Dalam suasana kehidupan masyarakat dewasa ini, yang sedang merangkak menuju proses alam demokrasi, dan diwarnai ketidaktahuan oleh sebagian masyarakat, sehingga sering terjadi tindakan yang menyimpang dari nilai dan prinsip demokrasi yang sebenarnya. Maka ajaran ini, dapat kita jadikan senjata yang ampuh. Seperti sabda Sang Buddha dalam Dhammapada ayat 5 Kebencian tidak akan pernah berakhir bila dibalas dengan kebencian. Tetapi kebencian akan berakhir bila dibalas dengan cinta kasih. Demikian pula kebrutalan, kekerasan, fitnahan dan tindakan jahat lainnya tidak akan berakhir bila dibalas dengan tindakan yang sama. Tetapi akan berakhir bila kita balas dengan kesabaran, pengertian dan kebijaksanaan.

Kesabaran dibagi menjadi dua bagian yaitu :
  • Adhivasasana Khanti (kesabaran jasmani). Yang dimaksud kesabaran jasmani adalah suatu sikap tenang dan wajar tidak mudah merengek-rengek atau berteriak-teriak dan marah-marah bila kita sedang lapar, haus, kepanasan, kedinginan dan kecapaian. Misalnya di saat kita sedang kerja bakti di vihâra atau melakukan perjalanan jauh (Dhammavisata), mendengarkan ceramah Dhamma, latihan meditasi dan aktivitas lainnya. Kekuatan kesabaran akan tumbuh dan berkembang dalam diri kita bilamana ada latihan dengan cara setahap demi setahap. Sehingga lambat laun daya tahan fisik akan terbentuk dan memberikan perisai atau pelindung pada diri kita.
  • Titikha khanti (kesabaran batin). Hal ini, merupakan tahapan yang lebih tinggi dari kesabaran jasmani. Bilamana seseorang telah memiliki kesabaran batin, ia tidak akan mudah tergoyah dan akan selalu waspada bila ada fitnahan, caci maki dan hinaan, tidak akan mudah marah dan kesal karena perbedaan paham. Tidak akan mudah tersinggung dan mendendam bila ditunjukkan kesalahannya.
Selain ajaran tersebut di atas demikian berharga bagi kita, sebagai bekal menyongsong kehidupan era baru, ada pula ajaran yang begitu penting yang harus kita pahami dan selami, untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, yaitu: Patimokkhâ ca samvaro (mengendalikan diri selaras dengan Patimokkha atau tata tertib). Dalam Buddha Sâsana, telah dibabarkan dengan jelas dan terang tentang tata tertib umat Buddha. Seorang bhikkhu dan bhikkhuni mempunyai Patimokkhasila, seorang samanera dan samaneri mempunyai dasasila dan sekiyavattha; seorang upasaka dan upasika mempunyai Pancasila dan Atthasila.

Mengapa ada tata tertib ? Tata tertib merupakan penuntun umat manusia menuju keharmonisan, kedamaian, keselamatan dan kebahagiaan abadi, Nibbana. Bilamana kita semua dapat menjalani dan menghayati kehidupan ini sesuai dengan tata tertibnya masing-masing, maka tidak akan terjadi peristiwa-peristiwa yang tragis, sadis dan memilukan. Di sinilah pentingya memiliki Samvara. Dengan selalu mengendalikan ucapan (tidak berbicara kasar, berbohong, memfitnah, mencaci dan menghina), perbuatan (menipu, mencuri, membunuh dan berasusila) dan pikiran (etika jahat, irihati, serakah dan benci). Sesungguhnya seseorang telah menang menghadapi musuh yang paling dahsyat. Hilangnya benih keserakahan, kebencian dan kebodohan yang merupakan akhir perjuangan manusia.

Dengan menghayati dan menyelami makna yang terkandung dalam pembabaran Ovadapapatimokkha kita dapat merealisasi cita-cita tertinggi, Nibbana.

Berjuanglah semaksimal mungkin dalam kehidupan anda sebagai insan yang memiliki keyakinan, yang kokoh dan mantap tentang ajaran kebenaran. Selamat berjuang, semoga sukses.

Selamat Hari Raya Magha Puja 2543/2000
Semoga Semua Makhluk Berbahagia.

[ Dikutip dari Berita Dhammacakka, Edisi 20 Februari 2000 ]