Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Senin, 22 Desember 2014

Cinta Seorang Ibu
Bhikkhu Pannyavaro Mahathera

Cinta yang sulit ditandingi adalah cint seorang ibu kepada anaknyg yang tunggal. Kalau seseorang mencintai seseorang, jika orang yang mencintai itυ pergi, orang lain bisa menggantikannya. Tetapi cinta orangtua kepada anaknya, tidak bisa digantikan. Apalagi cinta seorang ibu. Siapa yang bisa menggantikan cinta seorang ibu kepada anaknya? Tidak ada!

Semua agama menempatkan kedudukan orangtua pada tempat yang amat terhormat. Hal ini sungguh pada tempatnya, karena tidak seorangpun yang nuraninya bisa mengingkari pengorbanan dan jasa tanpa batas orangtua mereka. Selama sembilan bulan lebih ibu menjaga dan memberikan darahnya sendiri demi putra yang dikandung. Pada saat melahirkan, betapa seorang ibu amat menderita. Ia tidak mempedulikan hidupnya sendiri. Harapan satu-satunya hanyalah, "Semoga anakku lahir dengan selamat."

Bagi ibu dan ayah, lahirnya seorang putra~lebih-lebih putra pertama~adalah kebahagiaan yang luar biasa. Tetapi, kebahagiaan itυ sesungguhnya adalah awal suatu pengorbanan dan kebajikan tanpa batas, yang merupakan kewajiban orangtua demi masa depan putra tercinta. Sulit digambarkan, perjuangan orangtua dalam membesarkan dan mendidik anak-anak mereka. Anak adalah bagian hidup orangtua. Kalau anak sakit, orangtua akan sangat menderita. Sebaliknya, bila anak mereka sehat dan bahagia, orangtua pun turut bahagia. Anak-anak adalah harta yang tidak ternilai harganya. Mereka pembawa kebahagiaan, tetapi juga penyebab kesulitan bagi orangtua.

Sesuatu yang tidak mungkin meleset adalah cinta orangtua kepada anaknya pasti lebih besar bila dibandingkan dengan cinta anak-anak kepada orangtua mereka. Orangtua yang baik selalu berusaha memberikan yang paling baik kepada anak-anaknya.

Sabtu, 20 Desember 2014

Diam itu emas berkata itu mutiara

Menutup mulut adalah kebijaksanaan.

Alangkah indahnya diam, bila berkata 2x dapat menyakiti orang lain.

Alangkah terhormatnya diam, bila berkata 2x hanya untuk merendahkan orang lain.

Alangkah bagusnya diam, bila berkata 2x bisa mengakibatkan terhinanya orang lain.

Alangkah cerdiknya diam, bila berkata 2x dapat menjerumuskan orang lain.

Alangkah kaya rayanya diam, bila berkata 2x hanya untuk merugikan usaha orang lain.

Tetapi...betapa dahsyatnya berkata 2x, bila diam itu mengakibatkan celakanya orang lain.

Betapa saktinya berkata 2x, bila diam itu menjadikan ruginya waktu untuk orang lain.

Betapa hebatnya berkata 2x, bila diam membuat tidak sadarnya kesalahan yg terus dilakukan orang lain.

Betapa pentingnya berkata 2x, bila diam mengakibatkan semakin bodohnya orang lain.

Pilah & pilih kapan diam & kapan berkata 2x, sebab kedua nya sama² dapat menimbulkan konflik.

Betapa tajam nya kata² saat kita tidak berkenan & betapa teduhnya kata² saat kita sedang senang hati.

Karena diam itu adalah emas, berkata 2x itu adalah mutiara,
ibarat emas bertahtakan mutiara.

Perkataan yg diucapkan tepat pada waktunya
adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.

Selasa, 16 Desember 2014

Pandangan Salah

Berhati-hatilah, sangat banyak "pandangan2 salah" disekitar kita.
* Banyak ajaran2 yg mengatasnamakan Ajaran Buddha, mereka mengajarkan menghormati Orangtua, tata krama, sopan santun, retret memakai jubah putih, vegetarian, dsb....tetapi mereka bukan Ajaran Buddha Gotama , Ajaran Buddha ada 3 ciri utama : 1. Buddha Gotama yg mengajarkan Dhamma Ajaran Buddha 2. Memiliki Kitab Suci Tipitaka/Tripitaka 3. Adanya Anggota Sangha yg tidak berumah tangga. Inilah 3 ciri minimal Ajaran Buddha Gotama. Berhati2lah banyak yg terjebak dan tidak menyadari ini, mereka mengajarkan yg baik, tetapi yg baik belum tentu benar.

* Ada pandangan yg mengatakan bahwa zaman sekarang "tidak perlu" lagi baca Paritta, baca Sutra, Pelimpahan Jasa, laksanakan Sila dan meditasi. Yang penting sekarang adalah bakti sosial, membantu sesama....... ini pandangan yg salah besar.
Buddha mengajarkan Dana, Sila, Samadhi, Panna.
Baksos hanyalah sebagian dr Dana , yaitu berbuat baik dgn uang dan tenaga saja, sedangkan bila tidak diikuti tekad melaksanakan Sila maka masih terus berbuat kejahatan2 lain misalnya korupsi, menipu, menghalalkan segala cara dlm cari nafkah, suka marah2, emosi tidak stabil, mudah tersinggung, narkoba, menyeleweng dsb. Tentunya utk hidup bahagia saja susah, apalagi terlahir di alam bahagia nantinya.
Meditasi melatih pikiran dan batin kita supaya tenang, jernih sehingga berbuah kebijaksanaan. Dan sangatlah "mubazir" bila jasa2 kebajikan ini tidak di persembahkan dan dilimpahkan kepada makhluk lain yg membutuhkan.

Senin, 15 Desember 2014

Kebahagiaan

KEBAHAGIAAN...

Ketika gelap, baru tersadarkan arti dari terang.

Ketika kekeringan, baru tersadarkan arti dari air.

Ketika kehilangan, baru tersadarkan arti dari memiliki.

Ketika sakit, baru tersadarkan arti dari kesehatan.

Ketika berpisah, baru tersadarkan arti dari kebersamaan.

Ketika mati, baru tersadarkan arti dari kehidupan.

Sungguh disayangkan "kesadaran"selalu datang terlambat...

Bukan kejadian yang membuat kita bahagia/ sedih tetapi saat harus memilih diantara keduanya.

Kemarin sudah tiada, esok belum tiba, kita hanya punya 1 hari yaitu hari ini.

Jangan sesali yang telah berlalu...
itu perbuatan sia2.

Yakini bahwa kebahagiaan adalah hasil dari memberi & melayani.

Tidak mungkin akan timbul kebahagiaan diatas penderitaan orang lain.

Syukurilah apa yang telah dimiliki, agar kebahagiaan selalu berada di sisi kita.

Jangan cari kesempurnaan tetapi sempurnakanlah yang telah ada.

Minggu, 23 November 2014

Membersihkan Pikiran

•MEMBERSIHKAN PIKIRAN••
Mungkinkah selembar daun yg kecil dapat menutupi bumi yg luas ini?

Menutupi telapak tangan saja sulit...

T a p i kalo daun kecil ini menempel di mata kita, m a k a tertutuplah bumi...

Begitu juga bila DIRI kita di tutupi PIKIRAN BURUK sekecil apapun,
m a k a kita akan melihat keburukan di mana², Bumi ini pun akan tampak buruk...

Jangan menutup MATA kita, w a l a u p u n hanya dgn daun yg kecil..

Jangan menutupi DIRI kita dgn sebuah PIKIRAN BURUK, w a l a u hanya seujung kuku...

Bila DIRI kita TERTUTUP,
m a k a TERTUTUPLAH SEMUA...

Air yg banyak di lautan luas yg dalam takkan sanggup menenggelamkan sebuah perahu kecil yg ada di atasnya, kecuali kalo air itu mulai masuk ke dalam perahu.

Demikian juga dgn hidup ini, Gosip & segala penilaian negatif akan selalu ada di sekeliling kita.

Namun semuanya itu takkan sanggup menenggelamkan kita, kecuali kita membiarkan smua itu masuk ke dalam pikiran kita.

Menjaga PIKIRAN itu bukanlah tanggung jawab orang lain,
melainkan adalah tanggung jawab kita masing².

Kita tidak bisa menyalahkan ORANG LAIN untuk setiap masalah yg hadir dalam hidup kita bila kita sendiri tidak bertanggung jawab, k a r e n a sudah membiarkan "sampah" masuk & mengotori hidup kita. Kita harus menyaring apapun yg masuk melalui pikiran kita sebagai pintu gerbangnya. Bila pikiran kita BAIK, maka akan terasa nyaman hidup kita.
Jangan LENGAH...

SEMOGA SEMUA MAKHLUK BERBAHAGIA! <3

Sabtu, 05 Juli 2014

Pemimpin Perspektif Buddhis






Pemimpin Perspektif Buddhis

Oleh Willy Liu

Kita semua tahu bahwa dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, seorang pemimpin memegang peranan yang sangat penting. Pada zaman dahulu, ketika perang dalam perebutan kekuasaan suatu kerajaan, peranan pemimpin sangat menentukan. Ketika di medan perang, kematian seorang pemimpin prajurit akan mencerai-berai pasukan dan secara otomatis dinyatakan kalah. Begitu pula raja di suatu kerajaan ketika terbunuh maka dikatakan kerajaannya telah runtuh.

Di zaman modern seperti ini, peran seorang pemimpin menjadi lebih penting dan menjadi kunci suatu keberhasilan. Apabila seorang pemimpin keluarga tidak mampu memimpin dengan baik, keluarga akan tidak harmonis. Apabila seorang pemimpin negara tidak arif dalam memimpin, suatu pemerintahan akan menjadi kacau dan terjadi ketidaktenangan dalam kehidupan bernegara. Pun, apabila pemimpin spiritual atau suatu agama tidak bersikap bijak dalam menyebarkan ajarannya, maka yang terjadi adalah umat yang penuh dengan kefanatikan dan anarkis. 

Mengetahui betapa pentingnya seorang pemimpin, tentu pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana ciri atau karakter pemimpin yang baik menurut Ajaran Buddha? Hal-hal apa saja yang harys dilakukan oleh seorang pemimpin dalam perspektif Buddhis? Sebelum membahas lebih lanjut, kita akan melihat salah satu karakter pemimpin terbaik sepanjang sejarah umat manusia. Beliau adalah Sang Buddha, Sidhartha Gautama.

Memimpin dengan Kearifan

Kita mengetahui bahwa dalam Sang Buddha merupakan seorang figur pemimpin yang ideal. Beliau memimpin berdasarkan ajarannya yaitu berlandaskan kebijaksanaan dan cinta kasih. Sumber-sumber menunjukkan bahwa beliau memimpin penuh dengan demokrasi. Setiap aturan yang ditetapkan oleh Buddha ada alasannya. Setiap kali seorang perilaku muridnya yang kurang baik, Sang Suddha akan menetapkan aturan winaya.

Kepemimpinan Sang Buddha juga terlihat takkala Beliau menyelesaikan konflik yang terjadi pada Suku Sakya dan Suku Koliya. Kedua suku tersebut hampir berperang karena berebut air. Kedua suku tersebut dipisahkan oleh sungai Rohini. Biasanya kedua suku tersebut menggunakan air dari sungai tersebut secara bersama-sama mengairi sawah masing-masing.

Pada suatu musim kemarau, air sungai tersebut berkurang dan membuat hasil panen berkurang. Kemudian, orang-orang dari Suku Koliya mulai mengatakan bahwa air sungai tidak cukup untuk dibagi berdua sehingga mereka yang akan memakai air sungai tersebut sedangkan suku Sakya tidak boleh menggunakannya. Timbullah pertengkaran, caci-maki dan saling menghujat. Lantas yang terjadi adalah sama-sama saling berebut air. Beberapa orang mulai melakukan kekerasan dan memukul suku lainnya sehingga pada akhirnya kedua suku menyiapkan pasukan hendak berperang.

Ketika Sang Buddha datang, Beliau bertanya kepada kedua pemimpin masing-masing suku tersebut. Kedua pemimpin malah tidak mengetahui kenapa sebabnya. Selidik-menyidik, Sang Buddha bertanya langsung kepada warga pekerja dan kemudian dikatakan penyebabnya adalah karena berebut air. Kemudian, dengan kebijaksanaan dan cinta Beliau kepada setiap orang, Beliau bertanya kepada raja masing-masing suku berapakah harga air. Dijawablah bahwa harga air hampir tiada artinya. Lalu, Sang Buddha bertanya, “Berapakah nilai kehidupan rakyat anda?”. Sang Raja menjawab, “tentu saja harga nyawa tiada ternilai harganya.” Kemudian, Sang Buddha Bersabda, “Baiklah kalau begitu. Apakah tepat bahwa untuk air yang hampir tiada artinya, anda akan menghancurkan banyak kehidupan yang harganya tidak ternilai?”

Akhir cerita jelas, kedua pemimpin (raja) tersebut berdamai karena pendekatan Buddha yang arif dan lembut dalam menyelesaikan suatu konflik. Inilah salah satu contoh pemimpin ideal yang melakukan sesuatu dengan cara-cara yang terbaik bagi semua pihak.

Karakteristik Pemimpin

Menurut ajaran Buddha, seorang pemimpin yang baik selayaknya mempunyai sepuluh karakter pemimpin (Dasa Raja Dhamma). Di dalam kitab Jataka, disebutkan 10 ciri seorang pemimpin dikatakan baik, yaitu:

1.      Dana (Kedermawanan)
Seorang pemimpin seharusnya murah hati. Pemimpin dapat menjadi contoh bagi pengikutnya. Kualitas kedermawanan ini sangat penting dan bertolak belakang dengan keserakahan, karena dengan kedermawanan seorang pemimpin akan disenangi oleh pengikutnya.

2.      Sila (Moralitas)
Seorang pemimpin harus memiliki moral yang baik dan Hukum harus dipatuhi. Setiap pikiran, ucapan dan perbuatan seorang pemimpin haruslah berlandaskan kebaikan dan cinta serta kebijaksanaan.

3.      Paricagga (Pengorbanan diri)
Ketika menjadi seorang pemimpin, ia telah berkorban untuk melayani pengikutnya. Seorang pemimpin negara (raja) harus berpandangan bahwa ia akan mengorbankan diri demi kesejahteraan rakyatnya. Kualitas ini penting karena apabila seorang pemimpin tidak mempunyai karakteristik ini, berarti ia ada pemimpin yang egois dan akan selalu mementingkan diri sendiri.

4.      Ajjava (Integritas, tulus, jujur)
Sebagai pemimpin tugas-tugasnya seharusnya dilakukan dengan tulus. Dedikasikan sepenuhnya pada apa yang seharusnya seorang pemimpin lakukan. Jujur pada diri sendiri dan orang lain akan membuat pemimpin dihargai oleh pengikutnya dan dihormati dengan tulus.

5.      Maddava (Baik hati, Bertanggung jawab)
Siapapun orangnya dan apapun tugasnya, seseorang seharusnya memiliki tanggung jawab pada tugasnya. Pemimpin dituntut mempunyai tanggung jawab ekstra sehingga disiplin sebagai seorang pemimpin. Dengan begitu siapapun akan menghargai pemimpin tersebut sepenuh hati. Seroang pemimpin hendaknya berlaku baik, menjaga sopan santun dan tata krama sesuai norma setempat.

6.      Tapa (Sederhana)
Sebagai seorang pemimpin janganlah berlaku sombong dan berlebihan. Menurut ajaran Buddha, kesederhanaan merupakan salah satu kunci untuk melatih diri mengendalikan keserakahan. Gaya hidup mewah sebaiknya dihindari oleh seorang pemimpin. Tunjukkan bahwa kesederhanaan hidup lebih baik dan berarti daripada gaya hidup mewah dan sombong.

7.      Akkodha (Tanda kemarahan, tiada membenci)
Jelas, andaikata seorang pemimpin sering marah-marah akan membuat ketakutan pengikutnya dan pengikutnya akan menjalankan perintah bukan berdasarkan kesadaran dan tidak akan optimal. Terkadang pemimpin memang perlu tegas namun bukannya dengan marah-marah berlebihan. Ekspresi seorang pemimpin bisa menegaskan kewibawaannya. Janganlah pemimpin juga menyimpan benci atau rasa tidak senang kepada lawannya. Cobalah bersikap bersahabat daripada membenci.

8.      Avihimsa (Tanpa kekerasan)
Seringkali sebagian orang berpikir bahwa dengan kekerasan masalah bisa diselesaikan. Mungkin untuk beberapa kasus bisa, namun umumnya yang terjadi adalah kebencian dan dendam akan semakin kuat dan meluas. Dalam ajaran Buddha belas kasih (karuna) dan cinta universal (metta) memegang peranan aktif dari karakteristik ini.

9.      Khanti (Kesabaran)
Banyak masalah timbul dari ketidaksabaran dan emosi negatif sesaat kita. Kemarahan adalah salah satu wujud dari ketidakmampuan kita untuk mengendalikan emosi kita, karena kita tidak berlatih sabar. Untuk itulah kesabaran menjadi salah satu karakteristik pemimpin yang penting.

10.  Avirodha (Tidak mencari permusuhan)
Karakteristik yang ini sudah sangat jelas. Tentu saja ini bisa dilakukan apabila seorang pemimpin mempunyai moralitas yang baik, mematuhi hukum, menjaga pikiran, mengendalikan ucapan. Tanpa disiplin moral yang baik, setiap tindakan akan mengundang permusahan orang sehingga akhirnya merugikan diri sendiri juga.

Kepemimpinan Perempuan

Seringkali pemimpin identik dengan seorang laki-laki, padahal tidaklah harus demikian. Kita bisa melihat dalam banyak kasus perempuan-perempuan dapat memimpin dengan baik. Salah satu contoh terbaik saat ini adalah Master Cheng Yen. Beliau adalah salah satu pemimpin Buddhis yang namanya tidak asing lagi. Walaupun Beliau seorang biksuni dan memimpin salah satu Organisasi Nirlaba terbesar di dunia, Yayasan Buddha Tzu Chi, Beliau tetap dapat mempunyai sepuluh karakteristik pemimpin seperti yang disebutkan.

Sang Buddha sendiri mengatakan dengan jelas bahwa baik pria maupun wanita mampu menjadi seorang pemimpin bahkan pencerahan menjadi Buddha pun bisa terjadi. Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang bersama Raja Pasenadi, datanglah seorang pelayan menghampiri raja dan mengatakan, “Baginda, Ratu Malika telah melahirkan seorang anak perempuan.” Raja kemudian menjadi tidak senang mendengar berita tersebut. Sang Buddha dengan penuh perhatian menyadari dan bertanya kepada Raja Pasenadi. Setelah mengetahui sebabnya, Sang Buddha berkata:
“Seorang perempuan, O Raja,
            Bisa menjadi lebih baik daripada dari seorang laki-laki:
            Dia mungkin bijaksana dan luhur,
            Seorang istri yang berbakti, menghormati ibu-mertuanya. (408)

“Seorang putera yang dia lahirkan
Mungkin menjadi pahlawan, O penguasa wilayah,
Putera dari perempuan terberkahi seperti itu
Bahkan bisa memerintah dunia.” (409)

Samyutta Nikaya I,3 (Bagian Sagathavagga, sutta Kosalasamyutta)

Dari sutta (ucapan Sang Buddha) tersebut, kita dapat melihat bahwa Sang Buddha memandang laki-laki dan perempuan setara dan mempunyai kemampuan yang sama. Di sutta no. 408 bahkan dikatakan seorang perempuan bisa jadi menjadi lebih baik daripada anak laki-laki. Artinya adalah bahwa dengan melatih diri, seseorang dapat menjadi lebih bijaksana, luhur, cerdas baik itu ia seorang perempuan maupun laki-laki. Jadi, dari sini terlihat bahwa perempuan pun dapat memimpin dengan baik dan bijak.

Lebih lanjut sutta no. 409, Sang Buddha mengatakan bahwa mungkin anak dari perempuan yang dilahirkan dan didik dengan baik tersebut akan mempunyai anak yang dapat memerintah dunia. Hal tersebu mengindikasikan bahwa watak seorang anak banyak dipengaruhi ibunya. Inilah salah satu peran perempuan sebagai pemimpin anak-anaknya. 

Dengan didikan yang baik dari seorang ibu (pemimpin), seorang anak (pengikut) akan menjadi bijaksana dan luhur. Jadi, peran perempuan menjadi penting untuk menghasilkan generasi yang lebih baik di masa mendatang. Sehingga sangat salah jika dikatakan bahwa perempuan tidak memerlukan pendidikan seperti laki-laki, karena untuk mendidik anak laki-laki atau perempuannya, seorang perempuan selayaknya diberi pengetahuan dan pendidikan yang sesuai. 

Lebih lanjut seorang perempuan dapat menjadi seorang pemimpin yang lebih baik daripada laki-laki, begitu pula sebaliknya. Hal ini tidak berarti perempuan harus berlomba-lomba menjadi pemimpin bersaing dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki dapat saling melengkapi.


Referensi:
Widya, Dharma K. 2007. Dharma Ajaran Mulia Sang Buddha. Jakarta: PP MAGABUDHI.
Hansen, Sasanasena Seng. 2008. Ikhtisar Ajaran Buddha. Yogyakarta: Vidyasena Production.
Wijaya, Willy Yandi. Ulasan Sutta: Anak Perempuan.

Selasa, 01 Juli 2014

PANCA-DHAMMA (5 macam kebajikan)

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
¤¤¤¤ PANCA-DHAMMA ¤¤¤¤
( 5 macam kebajikan)
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

•1• METTA-KARUNA: Cinta kasih dan belas kasihan (Kebajikan pertama ini sama dengan sila pertama dari Pancasila Buddhis).

•2• SAMMA-AJIVA: Pencaharian benar ( Kebajikan kedua ini sama dengan sila kedua dari Pancasila Buddhis).

•3• KAMA-SAMVARA: Penahanan diri terhadap napsu indera (Kebajikan ketiga ini sama dengan sila ketiga dari Pancasila Buddhis).

•4• SACCA: Kebenaran, yaitu benar dalam perbuatan, perkataan dan pikiran (Kebajikan keempat ini sama dengan sila keempat dari Pancasila Buddhis).

•5• SATI-SAMPAJANNA: Kesadaran benar (Kebajikan kelima ini sama dengan sila kelima dari Pancasila Buddhis).

CATATAN:

~ Bila ingin melaksanakan Pancasila Buddhis secara sempurna, wajib memperkembangkan dalam diri Panca-Dhamma, sehingga perbuatan dan perkataan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tidak bertentangan dengan Pancasila Buddhis.

~ Ada kalanya Panca-dhamma ini disebut juga Kalyana-dhamma 5.

(Dighanikaya III.235, Anguttaranikaya III.203).

#########
\P/A\N/J\I/K\A/
#########

Senin, 23 Juni 2014

Bakti Oleh Ajahn Chah

Bhakti.

Ketika seorang anak tidak patuh, terkadang orang tuanya harus membiarkannya saja agar tidak ada pertengkaran, sekarang orangtuamu sama seperti anak kecil itu, ingatan dan persepsinya sudah melemah. Terkadang ia memutar-balikkan namamu atau ia memintamu untuk mengambil gelas, padahal yang diinginkan adalah piring. Ini adalah hal yang wajar, jangan biarkan itu menjengkelkanmu.

Seseorang yang merawat orang tua mereka harus mengisi pikirannya dengan cinta kasih dan kehangatan, serta tidak tergoda oleh perlawanan. Ini adalah merupakan saat dimana kalian dapat membalas budi pada mereka. Sejak lahir sampai masa kanak-kanak, juga semasa tumbuh dewasa, kalian selalu tergantung pada orang tuamu. Bahwasanya kalian bisa berada disini saat ini adalah karena kedua orang tuamu telah banyak membantumu dengan berbagai cara, kalian banyak berhutang jasa pada mereka.

Jadi hari ini, kalian semua anak-anak dan sanak saudara berkumpul disini. Amatilah bagaimana ayah ibu kalian telah menjadi anak kalian.
Sebelumnya kalianlah anak-anaknya, sekarang dia yang menjadi anakmu. Dia telah menjadi tua dan semakin tua sampai kembali ia menjadi anak lagi. Ingatannya telah melemah, penglihatannya sudah tidak begitu jelas lagi, demikian pula dengan pendengarannya.Terkadang ia meracau dalam berkata-kata, jangan biarkan pikiran kalian semua menjadi susah karenanya, dan kalian yang merawat harus tahu pula bagaimana untuk melepas, jangan berpegang pada segala sesuatu, biarkan semua berjalan menurut caranya sendiri.

~Ajahn Chah~

Jumat, 30 Mei 2014

Belenggu dan Tingkat Kesucian

Belenggu dan Tingkat Kesucian

Ada 10 belenggu (dasa samyojana) :
1. Pandangan salah tentang aku (Sakkāya-diṭṭhi)
2. Keragu-raguan terhadap Buddha, Dharma, Sangha (Vicikicchā)
3. Kemelekatan terhadap peraturan dan ritual (Sīlabbata-parāmāsa)
4. Nafsu indria (Kāma-rāga)
5. Benci, dendam atau dengki (Vyāpāda)
6. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk (Ruparāga)
7. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk (Aruparāga)
8. Ketinggian hati yang halus, memuji diri sendiri dan merendahkan orang lain (Māna)
9. Batin yang belum seimbang benar, kegelisahan (Uddhacca)
10. Kegelapan batin (Avijjā)

Ada 4 macam tingkat kesucian : 
1. sotapanna (pemasuk arus) :
hanya akan ada maksimum 7 kelahiran lagi baginya dan tidak akan lahir ke alam rendah.
Mereka disebut pemasuk arus/pemenang arus, karena ia telah memasuki arus yang menuju ke Nibbana. 
Mereka telah mematahkan 3 belenggu pertama; sakkaya-ditthi, vicikiccha, dan silabataparamasa.
Sotapatti adalah tingkat kesuciannya, orangnya disebut sotapanna.

2. sakadagami (hanya akan ada 1 kelahiran lagi baginya sebagai manusia), 
Mereka telah mematahkan 3 belenggu pertama, dan melemahkan belenggu ke 4 dan ke 5.

3. anagami (tidak akan lahir kembali menjadi manusia, tetapi di alam Suddhavasa), dan 
Mereka telah mematahkan 5 belenggu pertama.

4. arahat (tiada kelahiran lagi baginya di manapun juga).
Mereka telah mematahkan semua belenggu di atas.

Sabtu, 03 Mei 2014

Realita Kehidupan

PUTARAN HIDUP itu akan selalu DATANG & PERGI seiring dgn jalannya sang WAKTU.

Kadang .... apa yang kita BERI , tak selamanya BERARTI.
Kadang .... apa yang kita CARI juga tak selamanya bisa kita TEMUKAN .
Kadang .... apa yang kita NANTIKAN dan kita HARAPKAN pun, tak selalu bisa kita DAPATKAN
Kehidupan tidak menuntut untuk selalu sampai ke puncak.

Kehidupan hanya meminta kita melakukan yg terbaik,di setiap langkah

Keberhasilan adalah meraih bagian tertinggi yg ada dalam diri.

Dimanakah bagian tertinggi itu ?

Ketika memberi yg terbaik, yg dimiliki. Disitulah bagian tertinggi, disitulah keberhasilan !

Kita tidak perlu membandingkan pencapaian dengan orang lain, sebab setiap orang memiliki bagian tertinggi yg berbeda.

Orang yg telah memberikan yg terbaik untuk kebahagiaan orang banyak akan menikmati kedamaian & sukacita nurani yg tidak berkesudahan.

Kita tidak perlu bersusah hati dengan penilaian orang tetapi bersusah hatilah karena tidak pernah berupaya memberi yg terbaik yg dapat dilakukan.
Ɓε̲̣. MĭNDFU£ & Ɓε̲̣ HɑPpY<3<3

Jumat, 11 April 2014

Penderitaan dan Kemarahan

Apakah Anda masih berdiri di pantai penderitaan n kemarahan? Mengapa Anda tdk meninggalkan pantai ini n pergi ke pantai sebrang, pantai kedamaian, kebebasan n tanpa kemarahan? Di sana jauh lebih menyenangkan. Mengapa Anda hrs menghabiskan waktu bbrp jam, satu mlm atau yg dpt Anda gunakan utk menyeberang dgn cepat ke pantai sebrang. Kapal itu adlh latihan utk kembali ke diri kita sendiri, melalui nafas berkesadaran, sehingga kita dpt melihat secara mendlm pd penderitaan kita, kemarahan kita, rasa depresi kita n tersenyum pdnya. Dgn melakukan ini, kita mengatasi rasa sakit n menyeberang ke pantai seberang.Jgn tinggal di pantai ini n terus menjadi korban kemarahanmu. Rasa tanpa kemarahan ada d dlm dirimu, tanpa kemarahan itu memgkinkan. Hanya dgn menyeberang sungai n pergi ke pantai seberang, pantai tanpa kemarahan. Disana sejuk, menyenangkan n menyegarkan. Jgn biarkan diri mu utk dikuasai oleh kemarahanmu. Bebaskan dirimu, bebaskan dirimu sendiri. Menyeberanglah dgn bantuan seorg guru, teman2 lain yg berlatih n latihanmu sendiri. Bergantunglah pd kapal2 ini utk menyeberang sungai n pergi ke pantai seberang. Skrg Anda mgkin sdg berdiri di pantai kebingungan, kemarahan atau keragu-raguan. Jgn tinggal di sana, pergilah ke pantai yg lain. Dgn Sangha, saudara2 mu dlm dharma, latihanmu dlm berjln n bernafas, latihanmu dlm melihat secara mendlm n latihan melafalkan Sutra Hatimu sendiri, Anda akan menyeberang dgn sangat cepat. Mgkin dlm bbrp menit. Anda mempunyai hak utk bahagia, welas asih, utk mencintai. Benih pencerahan ada di dlm dirimu. Dgn latihan, Anda dpt segera mengubah benih ini menjadi bunga. Anda dpt mengakhiri penderitaanmu, krn dharma sangat efektif n cepat, lebih cepat drpd aspirin ataupun obat lainnya. (Master TNH)

Jumat, 28 Maret 2014

Detik-detik menjelang Kematian


Detik-detik menjelang Kematian
Oleh : Y.M.B. Kheminda.




Aϑå 3 tanda menjelang detik-detik kematian seseorang, yaitu :

1. Kamma : Perbuatan...
Perbuatan 2x di masa lalu akan muncul seketika seakan 2x kita sedang melakukannya pada saat itu.

Org yg semasa hidupny bnyk melakukan perbuatan baik, akan mudah mengingat perbuatan2 baik yg pernah dlakukannya, ibarat pohon yg mengarah ke timur jika dtebang akan tetap mengarah ke timur, begitu pula lah pikiran mnjelang kematian.

Oleh karena itu, kalau menghadapi orang yg sedang menghadapi kematian, harus diingatkan perbuatan 2x baik yg pernah diperbuat "JANGAN" pernah menanyakan bagaimana keadaannya pada saat itu, karena yg bersangkutan akan semakin takut & cemas.

2. Kammanimitta
: Alat yg digunakan pada saat seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.

Maksudnya, semasa hidupnya dia menggunakan alat tersebut untuk melakukan perbuatan baik atau buruk.
Misalnya: seorang penjagal babi, ddetik2 mnjelang kematiannya melihat pisau.

3. Gattinimita
: Tempat yg akan dituju/dilahirkan, disanalah dia akan terlahir kembali.
Misalnya pada saat menjelang kematiannya, yg bersangkutan melihat api, berarti akan terlahir di alam "niraya : neraka".
Melihat hutan, akan trlahir sebagai asura: raksasa. Tetapi jika melihat kereta 2x kencana & "Bodhisattva : Makhluk luhur", yg bersangkutan akan terlahirkan di alam "sukkhavati : bahagia".

Orang yg takut menghadapi kematian adalah :

1. Orang yg tidak mampu melepaskan kesenangan 2x duniawi.

2. Orang yg tidak mampu melepaskan kemelekatan pada tubuh jasmani.

3. Orang yg belum pernah melakukan perbuatan 2x baik.

4. Orang yg belum memahami "dhamma : kebenaran".

Oleh karenanya persiapkanlah diri kita dengan kebajikan 2x, mis :
Berdana : amal, menjalankan sila : ber moral & meditasi untuk melatih kesadaran.


Kamis, 27 Maret 2014

INTISARI AGAMA BUDDHA : Kamma atau Hukum Sebab Akibat

INTISARI AGAMA BUDDHA

Merupakan karya tulis Ven. Narada Mahathera
dengan judul asli “ Buddhism in Nutshell.”
Penerbit : Yayasan Dhamma Phala, Semarang

KAMMA ATAU HUKUM SEBAB AKIBAT

Dunia telah membuktikan kenyataan yang telah kita lihat ketidak seimbangan itu. Kita menyaksikan perbedaan – perbedaan berbagai macam jalan kehidupan serta tingkah laku makhluk – makhluk yang hidup di alam semesta. Kita dapat melihat seseorang dilahirkan dalam keadaan berlebihan, dikarunia dengan pikiran, kepribadian dan tubuh yang sempurna ; sedangkan orang lain dilahirkan dalam keadaan sengsara dan menyedihkan. Bisa terjadi orang yang bajik dan saleh selalu bernasib buruk. Ia tetap miskin dan sengsara meskipun ia selalu berlaku jujur dan bajik. Sebaliknya, ada orang lain yang berwatak jahat, kejam dan korup, tetapi selalu mujur, dikaruniai dengan segala bentuk kesenangan.



Timbul berbagai pertanyaan dalam diri kita, mengapa seseorang mempunyai kedudukan rendah, sedang orang lain mempunyai kedudukan mulia ? Mengapa seseorang harus direnggut dari tangan ibu yang penuh kasih sayang sewaktu ia masih kanak – kanak, sedangkan orang lain meninggal dalam usia remaja atau pada usia delapan puluh atau seratus tahun ? Mengapa seseorang memiliki fisik lemah dan berpenyakitan, sedang orang lain memiliki tubuh yang kuat dan sehat ? Mengapa seseorang berwajah tampan, dan orang lain berwajah buruk, menakutkan, sehingga orang lain ngeri dan takut melihatnya ? Mengapa seseorang dibesarkan dalam kemewahan, sedang orang lain dibesarkan dalam kemiskinan dan kesengsaraan ? Mengapa seseorang terlahir sebagai jutawan, sedang orang lain terlahir sebagi pengemis ? Mengapa seseorang memiliki kecerdasan luar biasa, sedang orang lain begitu tolol ? Mengapa seseorang terlahir dengan sifat saleh, sedangkan orang lain terlahir dengan kecenderungan – kecenderungan kriminal ? Mengapa ada orang yang berbakat sebagai ahli bahasa, artis, ahli matematika atau ahli musik sejak lahir ? Mengapa ada orang yang buta, tuli dan cacat sejak lahirnya, mengapa ? Inilah beberapa pertanyaan yang membingungkan orang – orang. Bagaimana kita harus menerangkan “ ketidakadilan “ dunia, perbedaan – perbedaan di antara umat manusia ini ? Apakah semua fenomena itu terjadi secara kebetulan ?
Dalam dunia ini tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Menyatakan bahwa sesuatu terjadi secara kebetulan adalah sama salahnya dengan menyatakan buku ini ada dengan sendirinya tanpa ada faktor – faktor lain sebelumnya. Sesungguhnya, tak ada sesuatu yang terjadi pada manusia tanpa alasan dan yang tidak dikehendaki.

Apakah hal – hal ini disebabkan oleh sesuatu makhluk yang tak bertanggung jawab ?
Huxley menulis : “ Apakah kita berpendapat bahwa ada seseorang atau sesuatu yang mengatur keadaan alam semesta yang menakjubkan ini, maka dalam pengertianku ia tidak dapat disebut murah hati dan adil, melainkan kejam dan tidak adil “.

Menurut Einstein : “ Bila makhluk adikodrati ini maha kuasa, maka setiap kejadian, termasuk setiap perbuatan, pikiran, perasaan dan aspirasi manusia juga merupakan karyanya ; lalu bagaimana manusia harus bertanggung jawab atas perbuatan – perbuatan dan pemikiran – pemikiran mereka dihadapan makhluk maha kuasa seperti itu ?
“ Sewaktu memberi hukuman dan anugrah, ia sedikit banyak juga harus mengadili dirinya sendiri. Lalu bagaimana hal ini dapat dikaitkan dengan kebajikan dan keadilan yang dianggap berasal dari dirinya ? ”.
“ Menurut asas – asas theologie, manusia diciptakan bukan atas dasar keinginannya sendiri, dan untuk selamanya ia mulia atau celaka. Dengan begitu, sejak awal dalam proses penciptaan fisiknya sampai saat kematiannya, manusia itu dapat baik atau jahat, beruntung atau celaka, mulia atau hina, tanpa menghiraukan akan keinginan – keinginan, harapan – harapan, cita – cita, usaha – usaha atau doa sujudnya. Inilah fatalisme theologi “. ( Spencer Lewis ).

Sebagaimana Charles Bradlaugh mengatakan : “ Adanya keburukan merupakan suatu penghalang yang menakutkan bagi ajaran theis. Penderitaan, kesengsaraan, kejahatan, kemiskinan bertolak belakang dengan penganjur kebaikan abadi dan berlawanan dengan pernyataannya akan kemampuan dirinya sebagai dewa serba baik, serba bijaksana dan serba kuasa “.

Menurut Schopenhauer “ Barang siapa menganggap dirinya berasal dari ketiadaan, maka ia juga harus berpikir bahwa ia akan kembali ke ketiadaan itu lagi ; suatu kekekalan telah lewat sebelum ia ada dan kekekalan kedua telah dimulai, yang melaluinya ia tidak akan pernah berakhir adalah suatu pemikiran yang menakutkan “.
“ Bila kelahiran adalah permulaan yang mutlak, maka kematian seharusnya akhir yang mutlak pula. Anggapan bahwa manusia berasal dari ketiadaan pasti akan membawa pada anggapan bahwa kematian adalah akhir yang mutlak “.

Memberikan komentar terhadap penderitaan manusia dan dewa pencipta, Prof.J.B.S. Haldane menulis : “ Kalau bukan penderitaan yang diperlukan untuk menyempurnakan sifat manusia, tentu dewa pencipta itu tidak maha kuasa. Teori yang pertama tidak sesuai dengan kenyataan bahwa, sebagian orang yang hanya sedikit sekali menderita namun beruntung dalam keturunan dan pendidikan terbukti mempunyai sifat yang baik. Keberatan terhadap teori yang kedua adalah bahwa hal itu hanya berkenaan dengan alam semesta secara keseluruhan dan bahwasanya terdapat suatu kekosongan intelektual yang harus diisi dengan mendalilkan seorang dewa. Dan barangkali seorang pencipta dapat menciptakan apa saja yang dia inginkan “.

Lord Russell menyatakan : “ Sebagaimana diceritakan kepada kita, dunia diciptakan oleh seorang dewa yang baik dan maha kuasa. Sebelum dia menciptakan dunia, ia telah melihat seluruh penderitaan dan kesengsaraan yang akan terjadi di dalamnya. Karenanya, ia bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Adalah suatu hal yang sia – sia memperdebatkan bahwa penderitaan dalam dunia disebabkan oleh dosa. Bila dewa pencipta itu telah mengetahui sebelumnya akan dosa yang bakal dilakukan umat manusia, maka jelas ia bertanggung jawab akan akibat – akibat dosa itu.

Mungkinkah segala perbedaan yang ada pada manusia ini disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan ? kita harus mengakui bahwa semua fenomena fisik – kimiawi yang diungkapkan oleh para ilmuwan, sebagian adalah sebagai faktor pembantu, tetapi tidak seluruhnya mutlak bertanggung jawab atas perbedaan – perbedaan besar yang terdapat di antara individu – individu. Lalu mengapa ada anak kembar yang memiliki tubuh serupa, mewarisi gen yang sejenis, menikmati kesempatan asuhan yang sama, seringkali memiliki watak, moral dan kecerdasan yang sangat berbeda ?

Keturunan saja tidak dapat menyebabkan perbedaan – perbedaan yang besar ini. Sesungguhnya, faktor keturunan lebih masuk akal atas persamaan – persamaan mereka daripada atas perbedaan – perbedaan. Benih fisik – kimiawi dengan panjangnya kira – kira sepertiga puluh inci yang diwarisi dari orang tua, hanya menerangkan satu bagian dari manusia, yaitu dasar fisiknya. Mengenai perbedaan – perbedaan batin, intelektual dan moral yang jauh lebih kompleks dan halus itu diperlukan penerangan batin yang lebih dalam. Teori keturunan tidak dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan tentang lahirnya seorang kriminal dalam sebuah keluarga yang mempunyai leluhur terhormat atau kelahiran seorang suci atau mulia dalam sebuah keluarga yang memiliki reputasi jelek dan tentang lahirnya seorang tolol, manusia genius dan guru – guru besar.

Menurut agama Buddha, perbedaan – perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan, tetapi juga disebabkan oleh kamma kita sendiri, atau dengan kata lain, disebabkan oleh akibat dari perbuatan lampau kita dan perbuatan – perbuatan kita sekarang. Kita sendiri yang harus bertanggung jawab atas perbuatan – perbuatan kita. Kita membangun penjara kita sendiri. Kita adalah arsitek dari nasib kita sendiri. Singkatnya, diri kita merupakan akibat dari kamma kita sendiri.

Bagaimana kita bisa mempercayai semua ini, dengan perbedaan berdasarkan hukum sebab akibat atau sebagai hasil dari bibit kammanya sendiri. Disinilah Sang Buddha tidak memaksa supaya kita percaya. Hal ini malah kita diminta untuk datang dan buktikan terlebih dahulu. Semua hal ini bagaikan Beliau menerangkan masalah Bakteri, Virus dan sebagainya. Kita bisa membuktikan adanya mereka dengan melihat dan menyaksikan sendiri dengan menggunakan microscope elektrone. Kalau kita ingin melihat dengan mata daging ini sudah pasti Hukum Kamma yang begitu rumit dan susah dilihat akibatnya. Tetapi semua ini telah dibuktikan kebenarannya itu oleh para Suciwan. Dengan kekuatan batin yang tenang didalam Jhana IV. Jadi secara tegas siapapun yang mampu mencapai Jhana IV. Mereka pasti bisa membuktikan kebenaran itu.
Pada suatu ketika, seorang pemuda bernama Subha datang menemui Sang Buddha dan bertanya kepada Beliau, “ Mengapa dan apa sebabnya di antara umat manusia ada yang memiliki keadaan rendah dan ada yang memiliki keadaan mulia ? Mengapa ada manusia yang berumur pendek dan ada yang berumur panjang, ada yang sehat dan ada yang berpenyakitan, ada yang berwajah tampan dan ada yang berwajah buruk, ada yang berkuasa dan yang tertindas, ada yang miskin dan ada yang kaya, ada yang hina dan ada yang mulia, ada yang bodoh dan ada yang bijaksana ? “

Sang Buddha menjawab : “ Semua makhluk memiliki kammanya sendiri, mewarisi kammanya sendiri, lahir dari kammanya sendiri, berhubungan dengan kammanya sendiri, terlindung oleh kammanya sendiri. Kammalah yang membuat semua makhluk menjadi berbeda, hina atau mulia “.

Selanjutnya Sang Buddha menerangkan sebab perbedaan – perbedaan tersebut sesuai dengan hukum Sebab Akibat.
Dari sudut pandangan agama Buddha, perbedaan – perbedaan batin, intelektual, moral dan watak kita sekarang, pada prinsipnya disebabkan oleh perbuatan – perbuatan kita sendiri yang dilakukan di waktu lampau dan di waktu sekarang.

Secara harfiah kamma berarti perbuatan, tetapi, dalam pengertian mutlaknya kamma berarti kehendak. Kamma ada yang baik ( Kusala Cetana ) dan yang buruk ( Akusala Cetana ) . Perbuatan baik akan membuahkan kebaikan. Perbuatan jahat akan membuahkan kesedihan. Inilah hukum kamma.
Kita memetik apa yang kita tanam. Kita adalah akibat dari apa yang kita lakukan di waktu lampau ; kita akan menjadi akibat dari apa yang kita lakukan sekarang, tetapi kita tidak mutlak hanya merupakan akibat dari apa yang kita lakukan diwaktu lampau ; kita tidak mutlak hanya menjadi akibat dari apa kita lakukan sekarang. Misalnya seorang kriminal mungkin saja dapat menjadi orang suci dikemudian hari dan sebaliknya.
Agama Buddha mengkaitkan perbedaan ini dengan kamma, tetapi tidak menyatakan bahwa segala sesuatu disebabkan oleh kamma saja. Apabila segala sesuatu disebabkan oleh kamma, maka seorang penjahat akan selamanya menjadi jahat, karena kammanya yang menjadikan dirinya jahat. Orang tidak perlu memeriksakan dirinya ke dokter untuk disembuhkan penyakitnya, karena bila kammanya memang harus demikian ia akan sembuh dengan sendirinya.

Menurut agama Buddha, terdapat lima hukuman atau proses ( Niyama ) yang berlaku dalam alam mental dan fisik, yaitu :
•  Kamma niyama atau hukum sebab dan akibat : perbuatan baik dan buruk menghasilkan akibat – akibat yang sesuai.
•  Bija niyama atau hukum benih ( hukum fisik organik ) ; beras dihasilkan dari padi, gula dihasilkan dari tebu atau madu, dan lain – lain. Teori ilmiah tentang sel – sel dan gen – gen ( plasma pembawa sifat ) dan kemiripan fisik anak kembar dapat dianggap berasal dari hukum ini.
•  Utu niyama atau hukum fisik ( inorganik ), yaitu fenomena angin dan hujan menurut musim.
•  Citta niyama atau hukum pikiran ( hukum psikis ), yaitu proses – proses kesadaran ( citta vitthi ), kekuatan pikiran dan lain – lain.
•  Dhamma niyama atau hukum alam, yaitu : fenomena alam yang terjadi pada saat kedatangan Bodhisatta pada kelahiran terakhir, gaya tarik bumi, dan lain – lain.

Setiap fenomena mental dan fisik dapat diterangkan dengan lima hukum serba lengkap ini, atau proses yang merupakan hukum itu sendiri.
Karena itu, kamma hanyalah merupakan salah satu dari lima hukum yang berlaku dalam alam semesta. Kamma adalah hukum itu sendiri, tetapi dengan demikian tidak berarti harus ada seseorang pemberi hukum. Kamma bekerja dalam bidangnya sendiri tanpa campur tangan atau pengaruh dari apapun. Misalnya, tak ada orang yang memutuskan bahwa api itu harus membakar. Tak ada orang yang memerintahkan bahwa air harus mencari permukaan yang rendah. Tak ada ilmuwan yang memerintahkan bahwa air harus terdiri dari H2O dan sifat dingin harus menjadi salah satu sifatnya. Kamma bukanlah nasib atau takdir yang ditimpakan pada kita oleh kekuatan misterius yang tak dikenal, kepada siapa kita harus menyerahkan diri kita tanpa daya. Perbuatan seseorang sendirilah yang memberi akibat pada dirinya, sehingga dengan demikian ia mempunyai suatu kemungkinan untuk membelokkan jalannya kamma sampai taraf tertentu. Berapa jauh ia dapat membelokkannya tergantung pada usaha dirinya sendiri.

Perlu diingatkan di sini, bahwa fraseologi seperti anugrah dan hukuman jangan dimasukkan dalam pembicaraan mengenai kamma. Kamma dalam agama Buddha tidak mengakui Dewa Maha Kuasa yang memerintah warganya dan memberikan anugrah atau hukuman. Umat Buddha percaya bahwa kesedihan dan kebahagiaan yang dialami seseorang merupakan akibat wajar dari perbuatan – perbuatan baik dan buruknya sendiri. Disini perlu dinyatakan bahwa kamma memiliki dua prinsip, kelangsungan dan balas jasa.
Sifat yang terdapat dalam hukum kamma adalah kemampuan yang menghasilkan akibat sebagaimana mestinya. Sebab menghasilkan akibat ; akibat menerangkan sebab. Benih menghasilkan buah ; buah menghasilkan benih, karena keduanya saling berhubungan. Begitu juga, kamma dan akibatnya saling berhubungan ; “ akibat berkembang di dalam sebab “.

Seorang umat Buddha yang benar – benar yakin akan kamma tak akan berdoa pada makhluk lain untuk diselamatkan, tetapi dengan penuh keyakinan ia bergantung pada dirinya sendiri untuk mencapai kesuciannya, karena hukum kamma mengajarkan tanggung jawab pribadi.

Ajaran kamma inilah yang memberi hiburan, harapan, kepercayaan pada diri sendiri dan keberanian moral. Keyakinan dalam hukum kamma inilah “ yang mengabsahkan usaha, mengorbankan semangat, untuk selalu berbuat bajik, toleran dan berhati – hati “. Keyakinan yang teguh dalam ajaran hukum kamma ini juga mendorong untuk berbuat baik dan menjadi orang baik tanpa merasa takut akan hukuman atau tergoda oleh anugerah apapun. Ajaran kamma inilah yang dapat menerangkan persoalan – persoalan mengenai penderitaan, misteri yang dinamakan nasib atau takdir dalam ajaran – ajaran lain dan terpenting adalah menerangkan “ ketidaksamaan di antara umat manusia “. Kamma dan tumimbal lahir diterima sebagai dalil.

TUMIMBAL LAHIR

Selama kekuatan kamma masih ada, selalu akan terjadi tumimbal lahir. Makhluk – makhluk merupakan perwujudan nyata dari kekuatan yang tak terlihat ini. Kematian hanya merupakan akhir sementara dari fenomena yang tidak langgeng ini. Kehidupan organik telah berakhir, tetapi kekuatan kamma yang telah menggerakkannya sampai sekarang ini belum hilang. Karena kekuatan kamma tidak terganggu oleh kehancuran badan jasmani, maka datangnya saat pikiran kematian ( Cuti Citta ) sekarang ini mempersiapkan kesadaran baru dalam kelahiran berikutnya.

Kamma yang berakar pada kebodohan dan nafsu keinginan menjadi syarat bagi tumimbal lahir. Kamma lampau menentukan kelahiran sekarang dan kamma sekarang bergabung dengan kamma lampau, menentukan kelahiran berikutnya. Keadaan sekarang adalah akibat dari keadaan yang lalu dan menjadi sebab dari akibat yang akan datang. Sebab menjadi akibat dan akibat menjadi sebab. Dalam suatu lingkaran sebab akibat, sebab awal tak dapat diketahui. Menurut teori pertama, kehidupan mempunyai awal ; sedang menurut teori kedua, kehidupan tak mempunyai awal.

Dari sudut pandangan ilmiah, kita merupakan produk langsung dari bersatunya sperma dan sel telur orang tua kita. Demikianlah hidup mendahului hidup. Mengenai asal mula protoplasma kehidupan yang pertama, atau koloid, para ilmuwan tetap berdiam diri.

Menurut agama Buddha kita lahir dari rahim perbuatan ( Kammayoni ) . Orang tua hanya semata – mata menyediakan satu sel yang amat kecil. Demikianlah perwujudan mendahului perwujudan. Pada saat terjadinya kehamilan, tenaga kamma lampau mempersiapkan kesadaran – kelahiran yang memberi gaya hidup kepada janin itu. Tenaga kamma yang tak terlihat yang berasal dari kehidupan lampau inilah yang menghasilkan fenomena mental dan kehidupan dalam suatu fenomena fisik yang sudah ada, melengkapi trio yang membentuk manusia.

Untuk lahirnya seorang makhluk di suatu tempat harus ada seorang makhluk yang mati di tempat lain. Kelahiran seorang makhluk, sesungguhnya berarti munculnya lima khandha ( kelompok kehidupan ) atau fenomena psiko – fisik dalam kehidupan sekarang ini yang dapat disamakan dengan kematian seorang makhluk dalam suatu kehidupan lampau. Seperti misalnya dalam contoh sehari – hari : timbulnya matahari di suatu tempat dan terbenamnya di tempat lain. Pernyataan yang membingungkan ini dapat dimengerti lebih baik dengan membayangkan kehidupan ini seperti gelombang dan bukan seperti suatu garis lurus. Kelahiran dan kematian merupakan dua fase dari satu proses yang sama. Kelahiran mendahului kematian dan sebaliknya, kematian mendahului kelahiran. Rangkaian kelahiran dan kematian yang tetap dalam kaitannya dengan arus kehidupan masing – masing individu membentuk apa yang secara tehnis dikenal sebagai Samsara – pengembaraan berulang – ulang.

Apakah asal mula kehidupan itu ? Sang Buddha menyatakan : “ Awal proses samsara ini tidak dapat dipahami. Makhluk pertama yang digelapi oleh kebodohan dan dibelenggu oleh nafsu keinginan, berkelana dan tunggang langgang di dalam kehidupan tak menentu. “

Arus kehidupan ini mengalir terus tanpa akhir, ad – infinitum selama terus diisi dengan lumpur kebodohan dan nafsu keinginan. Hanya bilamana kedua hal ini hancur seluruhnya, maka arus samsara ini akan berhenti mengalir. Tumimbal lahir berakhir seperti halnya dengan para Buddha dan Arahat. Awal mula kehidupan ini tidak dapat dipastikan, karena taraf dimana kekuatan hidup ini masih belum dipenuhi dengan kebodohan dan nafsu keinginan tidak dapat diketahui. Sang Buddha hanya menunjukkan permulaan arus kehidupan makhluk – makhluk. Terserah kepada para ilmuwan untuk berspekulasi tentang asal mula dan evolusi dalam semesta.
Sang Buddha tidak mencoba memecahkan semua persoalan etika dan filsafat yang membuat bingung umat manusia. Beliau pun tidak berurusan dengan teori – teori dan spekulasi – spekulasi yang tidak membawa kepada kemajuan batin dan pada penerangan sempurna. Beliau juga tidak menuntut kepercayaan membuta dari para pengikut-Nya tentang sebab awal. Beliau semata – mata hanya memperhatikan persoalan penderitaan dan penghancurannya.

Tetapi bagaimana kita bisa percaya bahwa ada suatu kehidupan lampau ? Sumber keterangan mengenai tumimbal lahir yang amat diyakini oleh umat Buddha adalah Sang Buddha sendiri. Beliau telah mengembangkan pengetahuan yang menjadikan Beliau mampu melihat kehidupan – kehidupan yang lampau dan kehidupan yang akan datang.

Dengan mengikuti petunjuk – petunjuk Beliau, para siswa-Nya juga mengembangkan pengetahuan ini, sehingga mereka mampu melihat sebagian besar kehidupan lampau mereka sendiri.
Bahkan sebelum zaman Sang Buddha, resi – resi India sudah terkenal akan kemampuannya telinga-dewa dan mata-dewa mereka dan kepandaiannya membaca pikiran serta mengingat kelahiran – kelahiran lampau.
Ada juga beberapa orang yang mungkin sesuai dengan hukum perhubungan, mendadak dapat memiliki kemampuan mengingat kehidupan serta perjalanan hidup mereka yang lampau. Hal seperti ini memang jarang, tetapi beberapa peristiwa yang telah dibuktikan kebenarannya itu, merupakan kejadian yang cukup baik untuk menjelaskan paham mengenai kehidupan lampau. Begitu juga mengenai pengalaman – pengalaman beberapa ahli ilmu jiwa modern yang dapat dipercaya dan kejadian – kejadian aneh tentang kepribadian ganda yang berubah – ubah.

Dalam keadaan dihipnotis, beberapa orang dapat menceritakan pengalaman – pengalaman dalam kehidupan lampau mereka ; sedangkan beberapa orang lainnya dapat membaca kehidupan lampau orang – orang lain dan bahkan dapat mengobati berbagai penyakit.

Kadang – kadang kita memperoleh pengalaman aneh yang hanya dapat diterangkan melalui teori tumimbal lahir.
Sering kita bertemu dengan orang – orang yang belum pernah kita kenal, namun secara naluri kita merasa bahwa mereka pernah dekat dengan kita. Betapa seringnya kita mengunjungi tempat – tempat tertentu dan merasa seolah – olah kita sudah biasa dan tidak asing lagi dengan lingkungan itu.

Sang Buddha menyatakan : “ Melalui pengalaman dulu dan kesempatan – kesempatan dalam hidup sekarang, kenangan lama tumbuh kembali bagaikan bunga teratai muncul dari dalam air “. Pengalaman – pengalaman beberapa ahli ilmu jiwa yang dapat dipercaya, fenomena – fenomena ajaib, komunikasi roh, kejadian aneh tentang kepribadian ganda dan sebagainya, dapat menjelaskan tentang persoalan tumimbal lahir ini.

Dalam dunia ini terlahir beberapa manusia sempurna seperti para Buddha, orang – orang jenius. Apakah mereka tiba – tiba saja sempurna ? Dapatkah mereka merupakan hasil dari satu kehidupan saja ?
Bagaimana kita akan menerangkan tentang pribadi – pribadi besar seperti Buddhaghosa, Panini, Kalidasa, Homer dan Plato, manusia – manusia genius seperti Shakespeare, anak – anak ajaib seperti Pascal, Mozart, Beethoven, Raphael, Ramanujan dan lain – lain. Fakor keturunan saja tidak dapat menjelaskan kehadiran mereka.

Dapatkah karier mereka menanjak demikian tingginya bila mereka tidak mengalami kehidupan dan pengalaman serupa dalam kehidupan mereka yang lampau ? Apakah hanya karena kebetulan bahwa mereka dilahirkan dari orang tua tertentu sehingga berada dalam lingkungan – lingkungan yang menguntungkan tersebut.

Kesempatan hidup beberapa tahun dalam dunia ini atau paling sedikit lima tahun, sudah pasti tidak dapat merupakan persiapan yang cukup untuk mencapai kepandaian itu. Bila orang percaya akan kehidupan sekarang dan yang akan datang, maka cukup masuk akal untuk percaya akan adanya kehidupan lampau. Saat sekarang merupakan anak dari saat yang lampau dan selanjutnya menjadi orang tua dari saat mendatang.

Bila ada alasan – alasan untuk percaya bahwa kita pernah hidup pada waktu lampau, maka pasti tak ada alasan untuk tidak percaya bahwa kita akan tetap hidup setelah kehidupan kita nampaknya berakhir.
Seorang penulis barat menyatakan : “ Apakah kita mempercayai adanya suatu kehidupan lampau atau tidak, hal tersebut merupakan satu – satunya hipotesa yang masuk akal yang menjembatani jurang tertentu dalam pengetahuan manusia tentang berbagai fakta kehidupan sehari – hari “. Nalar kita memberitahukan bahwa paham tentang kehidupan lampau dan kamma ini sajalah yang dapat menerangkan tingkat – tingkat perbedaan yang ada di antara anak kembar ; bagaimana orang seperti Shakespeare dengan bekal pengalaman yang amat terbatas mampu menulis dengan kecepatan yang mengagumkan tentang berbagai macam karakter dalam adegan – adegan sandiwaranya yang belum pernah ia pelajari sebelumnya. Mengapa karya orang – orang jenius selalu melampaui bekal pengalamannya sendiri ?

Perlu dicamkan apakah ajaran tumimbal – lahir ini dibenarkan atau tidak, namun hal itu diterima sebagai suatu fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya.

Sang Buddha selanjutnya menyatakan : “ Sebab dari kamma ini adalah avijja atau ketidaktahuan tentang Empat Kebenaran Mulia . Karena itu kebodohan merupakan sebab kelahiran dan kematian ; pengetahuan ( vijja ) tentang Empat Kebenaran Mulia berakibat berhentinya proses kelahiran dan kematian ini. “

Percayakah kita terhadap tumimbal lahir ?

Hal ini harus anda jawab sendiri. Adakah hari esok ? Besok itu ada dan menjadi hari ini. Sekarang ini ada karena kelanjutan dari hari kemarin. Jadi dengan tegas terlihat kemarin itu ada, sebagai persamaan dari kehidupan yang lampau. Sekarang ini adalah kehidupan kita sekarang dan besok ada karena adanya sekarang yang mana menunjukkan dengan adanya hidup sekarang masih ada kelanjutan dalam kehidupan yang mendatang !!!

Hasil metode analitis ini diterangkan dalam Paticca Samuppada.

Senin, 24 Maret 2014

Hukum Karma (Hukum Sebab Akibat)

Attana hi katam pipam, attana samkilissati
attana akatam papam, attanava visujjhati
suddhi asuddhi paccattam, nanno annanam visodhaye."

"Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seseorang pun yang dapat menyucikan orang lain."

Sabbe satta kammasakka, kammadayada, kammayoni, kammabandhu, kammapatisarana, yam kammam karissanti, kalyanam va papakam va, tassa dayada bhavissanti (semua mahluk adalah pemilik perbuatan mereka sendiri, terwarisi oleh perbuatan mereka sendiri, lahir dari perbuatan mereka sendiri, berkerabat dengan perbuatan mereka sendiri, tergantung pada perbuatan mereka sendiri. Perbuatan apa pun yang mereka lakukan, baik ataupun buruk, perbuatan itulah yang akan mereka warisi).


Hukum Kamma adalah hukum yang menyatakan bahwa suatu perbuatan akan menghasilkan akibat yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Barang siapa yang berbuat kebaikan akan mendapat kebaikan dan barang siapa yang berbuat jahat akan mendapat akibat yang menyakitkan. Hukum Kamma mengajarkan kita bahwa setiap mahluk bertanggungjawab atas perbuatannya masing-masing.Sesuai dengan benih yang ditabur

Begitulah buah yang akan dipetiknya

Pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan

Pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula

Taburkanlah biji-biji benih, dan

Engkau pulalah yang akan merasakan buah daripadanya

(Samyutta Nikaya)

Ada karma baik dan ada karma jahat bila tiba saatnya akan matang sendiri ibarat apa yang kita tanam itu yang akan kita petik dikemudian hari....

(Sutta Nipata 663-664)


Renungan :
Karma itu, seperti buah yg tergantung pada cabang pohon.
Menunggu kematangannya pada waktu yg tepat, pada kondisi yg tepat.
Dan saat buah itu matang, ia akan jatuh menghantam tanah dibawahnya.

Sekeras apa buah itu menghantam tanah, tergantung seberapa berat dari buah itu sendiri. Seberat apa karma yg berbuah, sesakit apa derita yg hrs kita rasakan, tergantung dari berat karma yg telah kita lakukan. Tidak lebih, tidak kurang. 

Lalu apa yg harus kita lakukan?
Apakah tidak ada cara utk menghapus karma?
Kita tidak bisa menghapus karma dalam sekejap,
tapi bisa membuatnya menjadi lebih ringan.
Perbanyaklah berbuat kebajikan.
Sekecil apapun kebajikan itu, jika dilakukan dgn hati tulus, akan lebih besar karma baiknya.

Seperti halnya segelas air garam yg sangat asin,
Jika ditambah dgn air tawar, sampai gelas itu tak mampu lagi menampung.
Dan air mulai berceceran keluar, lama kelamaan air yg asin akan mengalir keluar dan yg tersisa di gelas hanyalah air tawar saja. 

Seperti itulah seharusnya yg kita lakukan dalam kehidupan kali ini.
Entah sudah berapa karma buruk yg telah kita lakukan.
Dan skrg, di kehidupan ini, di saat kita berkesempatan bertemu dengan hukum buddha ini,
seharusnya kita banyak berbuat kebajikan utk mengurangi karma-karma buruk kita. 
Dan ingatlah, jika ada karma buruk yg terjadi pada Anda, janganlah membalasnya,
krn disaat Anda gak bisa terima, kesal, benci dan marah, disitu karma baru diciptakan.

Mungkin kedengarannya sangat susah utk dijalankan.
Seberapa banyak dari kita yg bisa tetap baik dan bersahabat dgn org yg telah mencuri, menipu, memfitnah kita atau menyakiti kita? 

Tapi pernahkah kita mencoba utk tetap bertahan tdk membalas, mencoba utk mengontrol perasaan kecewa dan marah?
Cobalah sekali saja, tutup rapat-rapat mulut kita disaat hendak marah, kita akan tau, mengalahkan diri sendiri jauh lebih susah daripada mengalahkan sepuluh ribu musuh..