Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Selasa, 30 Oktober 2012

Upacara dan Perayaan Dalam Agama Buddha




Upacara dan Perayaan Dalam Agama Buddha

Kapankah Tumimbal Lahir Dimulai?
Kesadaran kita yang berlanjut dari kehidupan yang sati ke kehidupan yang selanjutnya tidaklah berawal - Proses ini tidak terbatas dan terus menerus. Setiap momen dalam kesadaran kita merupakan kelanjutan dari momen sebelumbnya. Siapa diri kita, dan apa yang kita pikirkan dan rasakan sekarang, tergantung dari siapa kita kemarin. Kesadaran kita sekarang adalah kelanjutan dari kesadaran kita sebelumnya. Suatu momen dalam kesadaran kita diakibatkan oleh  momen sebelumnya. Keberlangsungan ini dapat dilacak kembali sampai kita masih kecil, bahkan sewaktu kita masih dalam kandungan ibu kita. Bahkan sebelum kita dilahirkan, arus kesadaran kita telah ada di tubuh yang lain.
Dengan menggunakan contoh garis bilangan, melihat ke kiri sebelum posisi nol, tidak ada angka negatif yang pertama, dan lihat ke kanan banyak terdapat angka-angka yang tidak ada habisnya - satu per satu dapat selalu ditambahkan. Seperti arus kesadaran kita yang tidak memiliki awal dan akhir, kita semua sudah mengalami berjuta-juta kali kelahiran, dan kesadaran kita akan terus menerus ada. Dengan menyucikan arus kesadaran kita, kita dapat membuat keberadaan kita di masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Bersujud
Bersujud di hadapan patung Buddha bukanlah memuja berhala. Ini merupakan ungkapan rasa hormat yang mendalam. Sujud merupakan pernyataan bahwa Buddha telah mencapai Penerangan Sempurna dan Tertinggi. Dengan melakukan ini seseorang dapat menekan keinginan, perasaan menang sendiri, dan menjadi lebih siap mempelajari ajaran Buddha.

Beranjali
Meletakkan kedua telapak tangan di depan dada (anjali) merupakan suatu tradisi untuk menyatakan penghormatan tertinggi kepada Tiga Permata. Ketika seorang umat Buddha menyapa yang lain, mereka mengatupkan kedua telapak tangan seperti sekuntum bunga teratai yang kuncup, sedikit membungkukkan badan, dan dengan perlahan berkata “Sekuntum teratai (simbol kesucian dalam Agama Buddha) untukmu, seorang Buddha di masa depan.” Salam ini memberikan pengakuan adanya benih-benih Penerangan Sempurna atau benih Kebuddhaan di dalam diri orang lain oleh karenanya kita mengharapkan kebaikan dan kebahagiaan untuknya. Meletakkan kedua telapak tangan juga mempunyai efek pemusatan dan penenangan pikiran.

Pradaksina
Pradaksina merupakan kegiatan mengelilingi sebuah obyek pemujaan seperti stupa (sebuah bangunan bersejarah tempat menyimpan reliks suci), pohon Bodhi (pohon di mana Buddha duduk di bawahnya saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna), atau Pratima Buddha, sebanyak tiga kali atau lebih sebagai wujud sikap hormat. Ini dilakukan dengan meditasi berjalan searah jarum jam; seseorang menjaga agar tetap berada di sisi kanan obyek pemujaan.

Persembahan
Memberikan persembahan di altar merupakan wujud bakti, yang menunjukkan penghormatan dan pemujaan kepada Tiga Permata. Setiap benda yang dipersembahkan memiliki makna masing-masing.

Cahaya
Persembahan cahaya mengingatkan kita pada pancaran sinar Kebijaksanaan yang menghalau kegelapan dan ketidaktahuan di dalam usaha mencapai Penerangan Sempurna. Ini mendorong kita mencari cahaya Kebijaksanaan. 
Menghormati Budha, kita mempersembahkan lilin dan pelita :
Kepada-Nya, yang merupakan cahaya, kami persembahkan cahaya.
Dengan lampu-Nya yang agung, kami nyalakan pelita dalam diri kami
Pelita Bodhi (Penerangan Sempurna) bersinar dalam hati kami.

Bunga
Persembahan bunga-bunga yang segar dan indah, yang segera akan menjadi layu, tidak lagi wangi dan pudar warnanya mengingatkan  kita pada ketidakkekalan semua benda, termasuk kehidupan kita. Ini mendorong kita untuk menghargai setiap momen dalam hidup kita dan tidak terikat padanya.
Menghormati Buddha, kita mempersembahkan bunga: Bunga-bunga yang saat ini segar dan mekar dengan indahnya,
Bunga-bunga yang esok akan memudar dan berguguran,
Demikianlah tubuh ini, seperti bunga, akan lapuk juga.

Dupa
Persembahan dupa wangi yang dibakar memenuhi udara di sekelilingnya melambangkan jasa kebajikan dan efek penyucian dari tingkah laku yang bermanfaat. Ini mendorong kita untuk melawan semua setan (godaan) dan membangkitkan hal-hal yang baik.
Menghormati Buddha, kita mempersembahkan dupa: Dupa yang wanginya meresap di udara
Keharuman hidup yang sempurna, lebih manis daripada dupa
Menyebar ke segala penjuru di seluruh dunia.

Air
Persembahan air melambangkan kesucian, kemurniaan, dan ketenangan. Ini mendorong kita untuk melatih tindakan, ucapan dan pikiran kita untuk mendapatkan sifat-sifat di atas.

Buah-buahan
Buah-buahan melambangkan buah dari pencapaian spiritual yang membawa kita menuju buah akhir, yaitu penerangan sempurna, yang merupakan tujuan akhir semua umat Buddha. Ini mendorong kita untuk berusaha mencapai Penerangan Sempurna bagi kebahagiaan semua makhluk.

Puja
Puja dilakukan dengan membaca secara beralun untuk mengulang ajaran Buddha. Disamping membantu daya ingat, puja mempunyai efek menenangkan, baik bagi pembacanya maupun pendengarnya. Puja seharusnya dilakukan dengan hikmat, penuh perhatian, dan energi. Seperti meditasi, puja membantu seseorang berkonsentrasi dan mengembangkan keadaan batin yang tenang.
Ucapan-ucapan Buddha juga dapat dibacakan dengan penuh perhatian pada Tiga Permata, di kala muncul rasa takut dan godaan, baik yang muncul dari luar maupun dari dalam diri seseorang, sehingga godaan itu dapat diatasi. Ini bis terjadi karena Tiga Permata bebas dari segala macam kotoran dan rintangan seperti ketamakan, amarah, dan ketidaktahuan. Puja bisa dilakukan dalam segala bahasa. Bahasa-bahasa yang populer antara lain adalah Pali (Pali merupakan bahasa yang digunakan Buddha), Sanskerta, Mandarin, Tibet, Thai, Inggris dan sebagainya.
Umat perumah-tangga biasanya melakukan puja di pagi dan sore hari. Tujuan melakukan puja pagi adalah mengingatkan seseorang untuk sadar akan ajaran yang telah diulang, sepanjang hari . Tujuan melakukan Puja sore hari adalah untuk melihat kembali apakah sepanjang hari tersebut ia telah melakukan apa yang telah ia tetapkan di pagi harinya. Walaupun pilihan puja berbeda-beda dari satu tradisi ke tradisi yang lain, beberapa isi puja yang umum meliputi: Pernyataan Perlindungan, Pancasila, Pujian pada Tiga Permata, Sutra, Mantra, Penghormatan pada para Buddha dan Bodhisattva, Pengakuan Kesalahan, Bergembira dalam Jasa Kebajikan, dan Penyaluran Jasa Kebajikan.

Mantra
Mantra adalah ungkapan suci yang pendek atau suku-suku kata yang melambangkan ajaran atau sifat-sifat tertentu (contohnya mantra enam suku kata “Om Mani Padme Hum” yang melambangkan Welas Asih). Mantra yang melambangkan Kebenaran dalam berbagai aspek dapat kita lafalkan. Melafalkan Mantra membantu membawa pikiran ke arah ketenangan dan kedamaian serta dapat menyucikannya. Setiap mantra khusus dapat menumbuhkan sifat-sifat positif dalam pikiran, seperti Welas Asih, Kebijaksanaan, Semangat......

Penghormatan kepada para Buddha dan para Bodhisattva
Penghormatan pada nama para Buddha dan Bodhisattva (contohnya: “Namo Amitofo” atau hormat kepada Buddha Amitabha, dan “Namo Ta Ce Ta Pei Kun She In Phu Sa” atau hormat kepada Bodhisattva Avalokitesvara dengan Welas Asih-Nya yang agung), bisa dilafalkan untuk mengingatkan kembali permohonan kebajikan dan sifat-sifat yang mereka lambangkan. Dengan melakukan hal ini, akan mengingatkan kita juga dapat mencapai kesempurnaan dalam berbagai sifat, seperti Mereka.

Hari Waisak
Waisak adalah peristiwa tahunan yang terpenting bagi umat Buddha. Pada saat itu diperingati Kelahiran, Pencapaian Penerangan Sempurna dan Parinirvana dari Buddha. Ketiga peristiwa ini jatuh pada bulan purnama, bulan kelima penanggalan bulan. Peristiwa ini dihormati oleh jutaan umat Buddha di seluruh dunia. Ini merupakan perayaan untuk kegembiraan dan kebaikan bagi semua. Ini juga merupakan kesempatan untuk melihat kembali perkembangan spiritual kita.
Bagi beberapa umat Buddha, ibadah Waisak dimulai pagi-pagi benar ketika mereka berkumpul di vihara untuk melaksanakan delapan sila. Yang lain mungkin bergabung dengan ibadah umum untuk mengikuti upacara dengan mengambil tiga perlindungan, menjalankan lima sila, membuat persembahan di altar dan memanjatkan pujian. Mereka juga mengikuti prosesi dan pradaksina, serta mendengarkan khotbah Dharma.
Di beberapa vihara, umat Buddha mengambil bagian dalam upacara pemandian patung bayi Pangeran Siddharta (Buddha saat Beliau masih seorang pangeran) yang diletakkan di kolam bertaburan bunga. Air yang wangi di gayung dengan sendok besar dan dituangkan ke patung itu. Ini melambangkan penyucian perbuatan-perbuatan jahat seseorang dengan perbuatan baik.
Beberapa umat Buddha juga melaksanakan vegetarian di hari ini dengan mengingat ajaran Cinta Kasih universal. Pada hari ini vihara-vihara dihias indah dengan bendera Buddhis dan lampu-lampu, dan altar dipenuhi bunga-bunga, buah-buahan dan persembahan lainnya.

Hari Upavasatha
Saat Upavasatha (Uposatha) atau bulan baru dan bulan purnama (tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan), banyak umat Buddha berkumpul di vihara untuk bermeditasi, membuat persembahan, mengulang khotbah Dharma, dan melakukan penghormatan pada Tiga Permata. Beberapa umat Buddha juga melaksanakan vegetarian pada hari-hari tersebut, sebagaimana mereka menjalankan delapan sila.

Hari Ullambana
Ullambana adalah perwujudan rasa hormat umat Buddha kepada leluhur mereka dan cinta kasih mereka kepada semua makhluk yang menderita di alam sengsara. Peringatan Ullambana pada tanggal 15 bulan 7 penanggalan bulan, didasarkan pada kejadiaan saat Maudgalyayana (Mogallana), seorang pengikut Buddha, melalui kekuatan meditasinya menemukan bahwa ibunya dilahirkan kembali di alam sengsara. Karena sedih, ia meminta bantuan Buddha yang kemudian menasehatinya untuk membuat persembahan kepada Sangha, kaerna jasa kebajikan dair perbuatan itu dapat membebaskan penderitaan ibunya dan juga makhluk lain di alam sengsara. Membuat persembahan untuk membebaskan penderitaan orang yang telah meninggal dan makhluk lain di alam sengsara menjadi perayaan umum yang populer.
Ullambana diperingati dengan mempersembahkan kebutuhan-kebutuhan Sangha, mengulang khotbah Dharma, dan melakukan perbuatan-perbuatan amal. Jasa kebajikan dari perbuatan-perbuatan ini akan dilimpahkan kepada semua makhluk.

Upacara Perpindahan Cahaya
Dalam upacara ini, umat memegang sebatang liling yang menyala sambil berjalan berkeliling batas tepi vihara, objek suci, atau bangungan bersejarah dengan meditasi berjalan. Mereka memanjatkan mantara atau nama Buddha sebagai pujian kepada-Nya. Upacara ini melambangkan cahaya Kebijaksanaan (menyebarkan Kebenaran) ke segala penjuru dunia untuk menghalau sisi gelap ketidaktahuan. Secara pribadi ini memiliki makna menyalakan lampu Kebijaksanaan dalam diri seseorang.
Nyala api yang dapat dipindahkan ke lilin lain yang tak terhitung banyaknya tanpa memadamkan nyalanya sendiri, melukiskan bahwa Kebijaksanaan dapat dibagikan tanpa mengurangi bagian orang yang membagikan. Terbakarnya sumbu disertai lelehnya lilin mengingatkan kita pada ketidakkekalan dan perubahan-perubahan semua benda yang terkondisi, termasuk hidup kita sendiri. Merenngkan hal ini dapat membantu kita menghargai setiap momen dalam hidup tanpa menjadi melehat padanya. Perhatian dapat dilatih dengan menjaga agar nyala lilin tidak padam. Ini menggambarkan penjagaan pikiran dari faktor-faktor negatif yangmerusak kehidupan spiritual. Dalam upacara ini, semangat dapat ditumbuhkan dengan melihat secercah api kecil yang menerangi lautan kegelapan, sampai lautan cahaya yang saling membagi penerangan bagi semua.

Upacara Tiga Langkah Satu Sujud
Dalam upacara ini, para pengikut biasanya berbaris sebelum terbitnya matahari untuk pengitari batas tepi vihara, membungkukkan badang sekali setiap tiga langkah, sambil memanjatkan mantra-mantra atau nama Buddha sebagai penghormatan bagi-Nya. Pada setiap sujud, Buddha dapat divisualisasikan sedang berdiri di atas telapak tangan kita yang terbuka dan kita sambut dengan hormat. Telapak tangan yang terbuka melambangkan bunga teratai, lambang merekahnya kesucian (walaupun akar-akar bunga teratai beradai di lumpur kejahatan, bunganya mekar dengan kesucian dan bersih dari lumpur). Setiap sujud merupakan penyampaian rasa hormat kepada Buddha (atau pada seluruh Buddha dan Bodhisattva yang tidak terhitung jumlahnya). Latihan ini membantu pemurniaan pikiran, menekan ego, dan mengurangi rintangan-rintangan sepanjang jalan spiritual sambil seseorang menyesali tindakan-tindakan buruk yang lalu dan mengingnkan perkembangan spiritual. Dengan perhatian penuh para perbuatan, ucapan dan pikiran selama latihan, konsentrasi dan ketenangan dapat dicapai.
Upacara yang panjang ini mengingatkan seseorang kepada perjalanan menuju Penerangan Sempurna yang panjang dan sukar. Tetapi ini juga mengingatkan kita bahwa sejauh kita telah bertekad, seluruh rintangan akan dapat ditanggulangi. Keteguhan dalam melengkapi latihan ini walaupun ada rintangan juga dapat membantu memperkuat keyakinan kepada Buddha dan ajaran-ajaranNya yang menuntun kita menuju Penerangan Sempurna.
Merekahnya fajar pada akhir upacara melambangkan cahaya Kebijaksanaan menghalau kegelapan kebodohan karena seseorang telah maju selangkah dalam perjalanan menuju Penerangan Sempurna.

(Dikutip dari Buku Menjadi Pelita Hati. Judul Asli Be A Lamp Uppon Yourself. Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Seksi Penerbit Pemuda Vihara Vimala Dharma, Bandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar