Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Senin, 05 Oktober 2015

MENGENANG SUHU TENG SIN (Bhiksu Mahasthavira Sasanarakkhita)





MENGENANG SUHU TENG SIN (Bhiksu Mahasthavira Sasanarakkhita)

SEJARAH SINGKAT

Mendiang Bhiksu Mahasthavira Sasanarakkhita

Bhiksu Mahasthavira  Sasanarakkhita atau yang lebih dikenal dengan nama Suhu Teng Sin, telah mengabdi menjadi Anggota Sangha selama 41 vassa, tanpa kenal lelah beliau mengabdikan diri untuk perkembangan umat Buddha di Indonesia. Beliau selama pengabdiannya banyak mendampingi Mendiang Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita dalam mengembangkan umat Buddha di Indonesia. Beliau juga sering mengikuti Mendiang Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita untuk membabarkan Dhamma ke daerah-daerah pelosok di Indonesia. 

Masa kecil

 Yang Mulia Mahasthavira Sasanarakkhita dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 Oktober 1947 dengan nama Tan Tay Kie, Beliau adalah putra dari Bapak dan Ibu Tan Kay Gie, namun perjalanan hidup Tan Tay Kie tidaklah mudah seperti kehidupan yang kita idamkan, pada waktu Tan Tay Kie baru berumur 40 hari ibunda Tan Tay Kie meninggal dunia, namun perjalanan Tan Tay Kie kecil harus mengalami kesedihan kembali karena dua tahun setelah ibunda Tan Tay Kie meninggal maka ayahnya menyusul meninggalkannya, sejak saat itu beliau menjadi yatim piatu dimana saat itu beliau masih memerlukan belaian kasih sayang dan bimbingan orang tua.

Sejak kepergian ayahnya, Tan Tay Kie kecil diasuh oleh ibu angkat beliau yang bernama Ibu Kusnati ( Lim Kui Sen Nio), Ibu Kusnati sangatlah sayang kepada beliau, sejak kecil Tan Tay Kie membantu ibunya untuk berjualan dirumah yang sekaligus menjadi tempat usaha yaitu sebuah rumah makan. Tan Tay Kie dididik menjadi pribadi yang mandiri oleh ibu beliau sehingga menjadi bekal sampai saat ini untuk menjalani kehidupan dewasanya kelak.

Mengenal Dhamma melalui pengabdiannya di Vihara
 Tan Tay Kie dewasa aktif mengikuti kebaktian di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon, hari-harinya dihabiskan untuk mengabdikan diri di Vihara. Pada tahun enam puluhan dipelopori oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, Agama Buddha mulai merebak di seluruh Indonesia, begitu pula di Cirebon. Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita sering berkunjung ke Vihara Dewi Welas Asih Cirebon dimana Pemuda Tan Tay Kie pertama kali mengenal Dharma, mengenal Empat Kesunyataan Mulia dan Ajaran Buddha lainya. 
 Suatu saat Vihara Dewi Welas Asih Cirebon menerima kunjungan 17 orang Bhiksu dalam dan luar negeri antara lain dari Kamboja, Laos dan Bangkok. Kunjungan ke tujuh belas Bhiksu dalam rangka ceramah dan mewisudi para Upasaka dan Upasika, rombongan tersebut dipimpin  oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, seperti biasa umat Buddha memberikan persembahan makanan, sebagai muda-mudi Vihara, Tan Tay Kie ikut melayani, setelah selesai makan dan tengah menikmati hidangan penutup berupa Ice Cream, mata Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita selintas bertatapan dengan mata Tan Tay Kie yang tengah berbisik dalam hati, kalau ice cream-nya Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita tidak habis, Cup buat saya (Cup dalam bahasa Cirebon adalah mengeklaim sesuatu, agar tidak “direbut” oleh orang lain) siapa tahu bisa berkesempatan menjadi Anggota Sangha, dan entah sengaja atau tidak Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita tidak menghabiskan ice cream tersebut, tapi disisakan, tentu saja langsung diambil oleh Tan Tay Kie, mungkin itu merupakan buah dari karma baik sebagai petunjuk yang menyebabkan beliau kelak menjadi seorang Anggota Sangha.

Aktivis di organisasi kepemudaan Buddhis
 Tan Tay Kie termasuk pemuda yang aktif di Vihara, beliau pernah menjabat sebagai ketua paduan suara di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon, Bendahara II GPBI Cirebon ( Generasi Pemuda Buddhis Indonesia ), dan pernah menjabat sebagai Komisaris I GPBI Cirebon. Disaat menjadi aktivis beliau bersama rekan-rekan beliau lainnya juga turut membantu perkembangan Agama Buddha di Cirebon dan sekitarnya, beliau sering melakukan kunjungan dan menjadi  Dharmaduta untuk mengajarkan Paritta kepada para umat di Vihara-vihara yang berada di Losari, Kadipaten, Jatiwangi, Tegal, Gebang dan Ciledug. 
 Mengingat keterbatasan fasilitas transportasi dan biaya pada saat itu Tan Tay Kie bersama-sama aktivis lainnya melakukan kunjungan dan pembinaan ke daerah-daerah menggunakan sepeda. Pagi-pagi sekitar pukul 06.00 beliau dan rekan-rekan berangkat dari Cirebon menggunakan sepeda dengan waktu tempuh sekitar 3-5 jam untuk menuju Vihara-vihara di daerah, ataupun apabila daerahnya cukup dekat maka pada Minggu pagi beliau melakukan kebaktian di Vihara Dewi Welas Asih kemudian pada pukul 11.00 WIB beliau berangkat ke Vihara-vihara yang dekat lainnya untuk mengajarkan Dhamma dan baca Paritta.

Melangkah menuju Sangha
 Pada tahun 1967, di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon, Tan Tay Kie diwisudi Tisarana oleh Bhikkhu Jinagiri dengan nama Viria Bala.

 Tahun 1970, di tempat yang sama, Tan Tay Kie diwisudi Upasaka oleh Bhikkhu Jinawamsa ( saat ini dikenal dengan nama Romo Michael ) dengan nama Tanuki Jaya.

 Tahun 1971, di Vihara Vimala Dharma Bandung, Tan Tay Kie mengikuti Pabaja Samanera dan ditabiskan oleh YA. Bhikkhu Ugadhammo dengan nama Jayadhammo. Pada saat menjadi samanera ini ada pengalaman yang berkesan sampai saat ini, yaitu Samanera Jayadhammo diajak oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita untuk melakukan kunjungan ke daerah-daerah untuk membabarkan Dhamma, pada saat itu Samanera Jayadhammo bersama dengan Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita melakukan perjalanan ke Medan dan untuk pertama kalinya Samanera Jayadhammo naik pesawat terbang, ada rasa takut dan rasa bersyukur saat itu. 

 Kemudian perjalanan menuju ke Manado dan dilanjutkan ke Gorontalo dengan menggunakan pesawat capung. Disaat perjalanan menuju Gorontalo dengan pesawat capung inilah  Samanera Jayadhammo merasa gemetar kembali karena penerbangan dengan menggunakan     pesawat capung, pesawat terbang tidak stabil (naik turun), di saat itu  Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita menepuk punggung Samanera Jayadhammo sehingga tubuh Samanera Jayadhammo tidak gemetaran lagi dan nyaman diatas pesawat.
 Tiga Bulan setelah menjadi Samanera, Samanera Jayadhammo di Upasampada menjadi seorang Bhikkhu, namun sebelum di Upasampada Samanera Jayadhammo ada sedikit keraguan dihatinya apakah sudah siap, maka diundur dua bulan, setelah dua bulan berlalu, masih ada keraguan juga dihatinya, atas pertanyaan Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, ia mohon diijikan sio-pwe dialtar Kwam Im, Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita hanya tersenyum dan mengikuti kemauannya dan hasilnya setelah tiga kali sio-pwe Samanera Jayadhammo mantap dengan keputusannya untuk menjadi Bhikkhu. Guru Beliau YA. Bhikkhu Ugadhammo memberikan nama Sasanarakkhita kepada beliau.

 Beliaupun menerima kehidupan ini secara apa adanya, dalam kunjungannya ke daerah-daerah, beliau kadang-kadang mendapatkan persembahan makanan dari umat berupa singkong, ubi bahkan sepiring jagung untuk bertujuh, ya tidak apa-apa karena pada saat itu situasi ekonomi sedang kurang baik atau memang karmanya harus begitu.
Di Cetya Maha Bodhi, dimasa sulit sebelum Vihara Sakyawanaram selesai dibangun, beliau pernah memadamkan lilin altar seusai kebaktian agar bisa bertahan sampai dua atau tiga hari, karena waktu itu, masih belum banyak umat yang datang memberikan persembahan kepada Vihara. 

 Namun kondisi seperti itu tidak menggoyangkan tekad dan pengabdian beliau kepada Sangha, melainkan memberikan semangat kepada beliau sampai saat ini untuk terus menjadi anggota Sangha.

Membangun Vihara Sakyawanaram
 Atas arahan dari Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, maka YM. Bhikkhu Sasanarakkhita diminta untuk memimpin pembangunan Vihara Sakyawanaram, dengan dana yang sangat terbatas namun dengan kerja keras dan kegigihan dari YM. Bhikkhu Sasanarakkhita dengan dibantu oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita maka pembangunan tahap awal Vihara Sakyawanaram selesai dibangun. 

 Pada hari Minggu Wage tanggal 7 Oktober tahun 1973 pukul 17.00 WIB diadakan peresmian Vihara Sakyawanaram. Peresmian Vihara Sakyawanaram dilakukan antara lain oleh Mayjend Soedjono Hoemardani (Asisten Pribadi Presiden R.I ke 2 Bapak Soeharto) serta dihadiri oleh Brigjen M.S. Soemantri (Wakil kepala Staf Angkatan Darat, serta pernah menjabat sebagai Ketua Perbudhi cabang Jakarta) 

Vihara Sakyawanaram pun saat ini telah mengalami pembangunan dan renovasi dibeberapa bangunannya. Di Vihara ini pula banyak sekali catatan sejarah mengenai Perkembangan Agama Buddha di Indonesia. Untuk itulah YM. Mahasthavira Sasanarakkhita menjaga dan memelihara Vihara Sakyawanaram sampai saat ini dan menjadi Kepala Vihara Sakyawanaram. 

Dukungannya terhadap generasi Muda

 YM. Mahasthavira Sasanarakkhita juga turut mendukung untuk memajukan generasi muda Buddhis yang kelak akan membantu dan meneruskan perjuangan beliau. Selain banyak membantu dalam kegiatan yang diadakan oleh Sekber PMVBI / Pemuda Buddhayana, beliau juga banyak membantu anak-anak yang berprestasi dan kurang mampu secara ekonomi untuk diberikan beasiswa mulai dari sekolah menengah pertama bahkan sampai di perguruan tinggi.       Suryanto, S.T

Sumber: http://hartoas68.blogspot.co.id/2014/12/guru-dhamma.html