Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Sabtu, 19 Februari 2011

Bendera Buddhis

 
 
 
Bendera Buddhis
Oleh Hudaya Kandahjaya 
 


Bendera Buddhis resmi dipakai di hadapan publik untuk pertama kalinya pada suatu upacara Wiasak di Dipaduttararama, di Kotahena, Sri Lanka, tepatnya pada tanggal 28 April 1885. tanggal kelahirannya sendiri umumnya dikatikan dengan pemampangan wujud bendera ini di harian Sarasavi Sandaresa pada tanggal 17 April 1885. Sri lanka pada abad kesembilanbelas sedang bergolak menghadapi tantangan akibat kehadiran dan kegiatan misionaris kristen di pulau tersebut. Bendera Buddhis diciptakan untuk mempersatukan umat Buddha Sri lanka dalam menghidupkan kembali agama Buddha. bendera ini juga menjadi lambang kejaayn umat Buddha dalam gerakan tersebut. Belakangan, banyak cendekiawan menamakan gerakan ini sebagai gerakan agama Buddha Protestan.

Gerakan menghidupkan kembali agama Buddha itu antara lain dirumuskan oleh panitia Peringatan Waisak tahun 1880 di Colombo. Anggota panitianya adalah yang Arya hikkaduwe Sri Sumangala thera (ketua), yang Arya Mohottivatte (Migettuwatte) Gunananda Thera, Don carolis hewavitharana, Muhandiram, A.P. Dharmagunawardena, william de Abrew, Carolis Pujitha Gunawardena (Sekretaris), Charles A. de Silva, N.S Fernando, Peter de Abrew, dan H. William fernando. Diantara orang-orang ini Carolis Pujitha gunawardena yang seketaris sering dipandang sebagai perancang bendera buddhis, walaupun pada umumnya ada kecenderungan untuk memandang keseluruhan panitia penyelenggara perayaan Waisak 1885 sebagai yang berjasa bagi proses penciptaannya.

Kolonel Henry Steel Olcott pertama kali datang ke Sri Lanka bersama Madame H.P. Blavatsky, pendiri-pendiri Theosophical Society, pada tahun 1880. ketika bendera Buddhis pertama kali dikibarkan di Sri Lanka, Kolonel Olcott sedang berada di India. ia kembali ke Sri lanka dari India pada tanggal 28 januari 1886. ia mencatat kesan-kesannya begitu melihat bendera Buddhis berkibar di Kotahena. Menurutnya bentuk bendera itu kurang mengena atau serasi untuk dibawa dalam prosesi atau dipancang di rumah-rumah. Kolonel Olcott menyarankan agar bentuknya dibuat sebangun dan seukuran dengan bendera nasional. Sarannya diterima dan pada tanggal 8 April 1886 bendera gubahan baru dipampang kembali di harian Saravasi Sandaresa. bentuk inilah kemudian yang diperbanyak dikibarkan baik pada upacara Waisak 1886 maupun pada setiap vihara dan rumah-rumah di Sri Lanka.

Catatan Kolonel Olcott juga menyebutkan bahwa paduan warna yang terdapat dalam bendera Buddhis versi Sri Lanka adalah serupa dengan yang ada pada bendera yang dipakai Dalai Lama di Tibet. Dalam tradisi agama Buddha, kombinasi warna ini mengacu ke pancaran enam warna aura Buddha. Dalam literatur Sanskrit, ciri unik Buddha yang berupa enam warna cahaya Buddha ini disebut sadvarna-buddha-ramsi; kata ramsi merupakan metatesis dari rasmi). Enam warna itu secara berurutan adalah biru (nila), kuning (ita), merah (lohita) putih (odata), jingga (manjestha, paliL manjettha), dan campuran dari lima warna di atas (prabhasvara, Pali: pabbhassara). Dikatakan juga bahwa warna biru berasal dari rambut dan bagian biru dari mata, warna kuning berasal dari kulit dan bagian kuning dari mata, warna merah berasal dari daging, darah dan bagian merah dari mata, warna putih berasal dari tulang, gigi, dan bagian putih dari mata, dan dua warna lainnya berasal dari berbagai bagian tubuh Buddha. Lalu, formasi urutan warna ini bila dipasang bersebelahan dengan arca Buddha, warna biru menempati posisi diatas atau disebelah dalam.

Pada tahun 1889, Anagarika Dharmapala dan Kolonel Olcott memperkenalkan bendera ini ke Jepang dan selanjutnya ke Burma. Kemudian, sewaktu World Fellowship of Buddhists pada tahun 1950 bersidan di Colombo, atas permintaan Almarhum Profesor G. P. Malalasekera, bendera Buddhis diseakati untuk diterima sebagai bendera umat Buddha di seluruh dunia, Sejak saat itu bendera Buddhis yang berasal mula dari Sri Lanka ini meningkat kedudukannya sebagai lambang Buddhis internasional.
 
[ Dikutip dari Majalah Manggala Edisi September - Oktober 1999 ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar