MENGENANG SUHU TENG SIN (Bhiksu Mahasthavira Sasanarakkhita)
SEJARAH
SINGKAT
Mendiang
Bhiksu Mahasthavira Sasanarakkhita
Bhiksu
Mahasthavira Sasanarakkhita atau yang lebih dikenal dengan nama Suhu Teng
Sin, telah mengabdi menjadi Anggota Sangha selama 41 vassa, tanpa kenal lelah
beliau mengabdikan diri untuk perkembangan umat Buddha di Indonesia. Beliau
selama pengabdiannya banyak mendampingi Mendiang Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita
dalam mengembangkan umat Buddha di Indonesia. Beliau juga sering mengikuti
Mendiang Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita untuk membabarkan Dhamma ke
daerah-daerah pelosok di Indonesia.
Masa kecil
Yang Mulia Mahasthavira Sasanarakkhita
dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 Oktober 1947 dengan nama Tan Tay Kie,
Beliau adalah putra dari Bapak dan Ibu Tan Kay Gie, namun perjalanan hidup Tan
Tay Kie tidaklah mudah seperti kehidupan yang kita idamkan, pada waktu Tan Tay
Kie baru berumur 40 hari ibunda Tan Tay Kie meninggal dunia, namun perjalanan
Tan Tay Kie kecil harus mengalami kesedihan kembali karena dua tahun setelah
ibunda Tan Tay Kie meninggal maka ayahnya menyusul meninggalkannya, sejak saat
itu beliau menjadi yatim piatu dimana saat itu beliau masih memerlukan belaian
kasih sayang dan bimbingan orang tua.
Sejak
kepergian ayahnya, Tan Tay Kie kecil diasuh oleh ibu angkat beliau yang bernama
Ibu Kusnati ( Lim Kui Sen Nio), Ibu Kusnati sangatlah sayang kepada beliau,
sejak kecil Tan Tay Kie membantu ibunya untuk berjualan dirumah yang sekaligus
menjadi tempat usaha yaitu sebuah rumah makan. Tan Tay Kie dididik menjadi
pribadi yang mandiri oleh ibu beliau sehingga menjadi bekal sampai saat ini
untuk menjalani kehidupan dewasanya kelak.
Mengenal
Dhamma melalui pengabdiannya di Vihara
Tan Tay Kie dewasa aktif mengikuti kebaktian
di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon, hari-harinya dihabiskan untuk mengabdikan
diri di Vihara. Pada tahun enam puluhan dipelopori oleh Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita, Agama Buddha mulai merebak di seluruh Indonesia, begitu pula di
Cirebon. Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita sering berkunjung ke Vihara Dewi Welas
Asih Cirebon dimana Pemuda Tan Tay Kie pertama kali mengenal Dharma, mengenal
Empat Kesunyataan Mulia dan Ajaran Buddha lainya.
Suatu saat Vihara Dewi Welas Asih Cirebon
menerima kunjungan 17 orang Bhiksu dalam dan luar negeri antara lain dari
Kamboja, Laos dan Bangkok. Kunjungan ke tujuh belas Bhiksu dalam rangka ceramah
dan mewisudi para Upasaka dan Upasika, rombongan tersebut dipimpin oleh
Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, seperti biasa umat Buddha memberikan
persembahan makanan, sebagai muda-mudi Vihara, Tan Tay Kie ikut melayani,
setelah selesai makan dan tengah menikmati hidangan penutup berupa Ice Cream,
mata Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita selintas bertatapan dengan mata Tan Tay Kie
yang tengah berbisik dalam hati, kalau ice cream-nya Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita tidak habis, Cup buat saya (Cup dalam bahasa Cirebon adalah mengeklaim
sesuatu, agar tidak “direbut” oleh orang lain) siapa tahu bisa berkesempatan
menjadi Anggota Sangha, dan entah sengaja atau tidak Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita tidak menghabiskan ice cream tersebut, tapi disisakan, tentu saja
langsung diambil oleh Tan Tay Kie, mungkin itu merupakan buah dari karma baik
sebagai petunjuk yang menyebabkan beliau kelak menjadi seorang Anggota Sangha.
Aktivis di
organisasi kepemudaan Buddhis
Tan Tay Kie termasuk pemuda yang aktif di
Vihara, beliau pernah menjabat sebagai ketua paduan suara di Vihara Dewi Welas
Asih Cirebon, Bendahara II GPBI Cirebon ( Generasi Pemuda Buddhis Indonesia ),
dan pernah menjabat sebagai Komisaris I GPBI Cirebon. Disaat menjadi aktivis
beliau bersama rekan-rekan beliau lainnya juga turut membantu perkembangan
Agama Buddha di Cirebon dan sekitarnya, beliau sering melakukan kunjungan dan
menjadi Dharmaduta untuk mengajarkan Paritta kepada para umat di
Vihara-vihara yang berada di Losari, Kadipaten, Jatiwangi, Tegal, Gebang dan
Ciledug.
Mengingat keterbatasan fasilitas transportasi
dan biaya pada saat itu Tan Tay Kie bersama-sama aktivis lainnya melakukan
kunjungan dan pembinaan ke daerah-daerah menggunakan sepeda. Pagi-pagi sekitar
pukul 06.00 beliau dan rekan-rekan berangkat dari Cirebon menggunakan sepeda
dengan waktu tempuh sekitar 3-5 jam untuk menuju Vihara-vihara di daerah,
ataupun apabila daerahnya cukup dekat maka pada Minggu pagi beliau melakukan
kebaktian di Vihara Dewi Welas Asih kemudian pada pukul 11.00 WIB beliau
berangkat ke Vihara-vihara yang dekat lainnya untuk mengajarkan Dhamma dan baca
Paritta.
Melangkah
menuju Sangha
Pada tahun 1967, di Vihara Dewi Welas Asih
Cirebon, Tan Tay Kie diwisudi Tisarana oleh Bhikkhu Jinagiri dengan nama Viria
Bala.
Tahun 1970, di tempat yang sama, Tan Tay Kie
diwisudi Upasaka oleh Bhikkhu Jinawamsa ( saat ini dikenal dengan nama Romo
Michael ) dengan nama Tanuki Jaya.
Tahun 1971, di Vihara Vimala Dharma Bandung,
Tan Tay Kie mengikuti Pabaja Samanera dan ditabiskan oleh YA. Bhikkhu Ugadhammo
dengan nama Jayadhammo. Pada saat menjadi samanera ini ada pengalaman yang
berkesan sampai saat ini, yaitu Samanera Jayadhammo diajak oleh Maha Bhiksu
Ashin Jinarakkhita untuk melakukan kunjungan ke daerah-daerah untuk membabarkan
Dhamma, pada saat itu Samanera Jayadhammo bersama dengan Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita melakukan perjalanan ke Medan dan untuk pertama kalinya Samanera
Jayadhammo naik pesawat terbang, ada rasa takut dan rasa bersyukur saat
itu.
Kemudian perjalanan menuju ke Manado dan
dilanjutkan ke Gorontalo dengan menggunakan pesawat capung. Disaat perjalanan
menuju Gorontalo dengan pesawat capung inilah Samanera Jayadhammo merasa
gemetar kembali karena penerbangan dengan menggunakan pesawat capung,
pesawat terbang tidak stabil (naik turun), di saat itu Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita menepuk punggung Samanera Jayadhammo sehingga tubuh Samanera
Jayadhammo tidak gemetaran lagi dan nyaman diatas pesawat.
Tiga Bulan setelah menjadi Samanera, Samanera
Jayadhammo di Upasampada menjadi seorang Bhikkhu, namun sebelum di Upasampada
Samanera Jayadhammo ada sedikit keraguan dihatinya apakah sudah siap, maka
diundur dua bulan, setelah dua bulan berlalu, masih ada keraguan juga
dihatinya, atas pertanyaan Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, ia mohon diijikan
sio-pwe dialtar Kwam Im, Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita hanya tersenyum dan
mengikuti kemauannya dan hasilnya setelah tiga kali sio-pwe Samanera Jayadhammo
mantap dengan keputusannya untuk menjadi Bhikkhu. Guru Beliau YA. Bhikkhu
Ugadhammo memberikan nama Sasanarakkhita kepada beliau.
Beliaupun menerima kehidupan ini secara apa
adanya, dalam kunjungannya ke daerah-daerah, beliau kadang-kadang mendapatkan
persembahan makanan dari umat berupa singkong, ubi bahkan sepiring jagung untuk
bertujuh, ya tidak apa-apa karena pada saat itu situasi ekonomi sedang kurang
baik atau memang karmanya harus begitu.
Di Cetya Maha
Bodhi, dimasa sulit sebelum Vihara Sakyawanaram selesai dibangun, beliau pernah
memadamkan lilin altar seusai kebaktian agar bisa bertahan sampai dua atau tiga
hari, karena waktu itu, masih belum banyak umat yang datang memberikan
persembahan kepada Vihara.
Namun kondisi seperti itu tidak menggoyangkan
tekad dan pengabdian beliau kepada Sangha, melainkan memberikan semangat kepada
beliau sampai saat ini untuk terus menjadi anggota Sangha.
Membangun
Vihara Sakyawanaram
Atas arahan dari Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita, maka YM. Bhikkhu Sasanarakkhita diminta untuk memimpin
pembangunan Vihara Sakyawanaram, dengan dana yang sangat terbatas namun dengan
kerja keras dan kegigihan dari YM. Bhikkhu Sasanarakkhita dengan dibantu oleh
Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita maka pembangunan tahap awal Vihara Sakyawanaram
selesai dibangun.
Pada hari Minggu Wage tanggal 7 Oktober tahun
1973 pukul 17.00 WIB diadakan peresmian Vihara Sakyawanaram. Peresmian Vihara
Sakyawanaram dilakukan antara lain oleh Mayjend Soedjono Hoemardani (Asisten
Pribadi Presiden R.I ke 2 Bapak Soeharto) serta dihadiri oleh Brigjen M.S.
Soemantri (Wakil kepala Staf Angkatan Darat, serta pernah menjabat sebagai
Ketua Perbudhi cabang Jakarta)
Vihara
Sakyawanaram pun saat ini telah mengalami pembangunan dan renovasi dibeberapa
bangunannya. Di Vihara ini pula banyak sekali catatan sejarah mengenai
Perkembangan Agama Buddha di Indonesia. Untuk itulah YM. Mahasthavira
Sasanarakkhita menjaga dan memelihara Vihara Sakyawanaram sampai saat ini dan
menjadi Kepala Vihara Sakyawanaram.
Dukungannya
terhadap generasi Muda
YM. Mahasthavira Sasanarakkhita juga turut
mendukung untuk memajukan generasi muda Buddhis yang kelak akan membantu dan
meneruskan perjuangan beliau. Selain banyak membantu dalam kegiatan yang
diadakan oleh Sekber PMVBI / Pemuda Buddhayana, beliau juga banyak membantu
anak-anak yang berprestasi dan kurang mampu secara ekonomi untuk diberikan
beasiswa mulai dari sekolah menengah pertama bahkan sampai di perguruan tinggi.
Suryanto, S.T
Sumber: http://hartoas68.blogspot.co.id/2014/12/guru-dhamma.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar