Caring For Our Generations
BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII BAB VIII BAB IX BAB X BAB XI | Pendahuluan Memberikan Contoh Yang Baik Menyampaikan Cerita Budhis Pada Anak Menerangkan Dhamma Dengan Cara Sederhana Karakter Anak Kegiatan-kegiatan Spiritual Kekebalan Terhadap Ajaran Non Buddhis & Materialisme Toleransi Yang Seharusnya Renungan Pagi Persembahan Dan Renungan Sebelum Makan Renungan Sebelum Tidur |
Eko:"Wah, pusing nih, besok kalau gue meninggal kayaknya kagak disembahyangi nih, habis pegang hio, pasang foto gue dibilangin sama anak tidak boleh"
Sue: "Bukan loe aja, kalau bini gua beli banyak buah-buahan buat sembahyang, anak gue kagak ada satupun yang mau makan, katanya nggak boleh karena bekas sembahyang. Jadi daripada mesti buang, akhirnya beli seadanya saja"
Sugi:"Itu mah belum parah, yang parah tuh kalau gue lagi sembahyang leluhur dibilangin lagi sembah berhala, entar bisa jatuh ke Neraka"
Contoh pembicaraan diatas adalah cuplikan yang tidak jarang kita dengar saat kita melayat ke rumah duka. Apakah hanya sebatas itu yang Anda harapkan dari anak Anda? Apakah Anda takut tidak ada yang menyembahyangkan sesudah Anda meninggal, atau sekadar ingin dia hanya ikut pasang-pasang hio, dan sebagainya.
Tidak demikian tentunya! Sesungguhnya yang kita inginkan adalah agar anak kita dapat tumbuh menjadi anak yang baik, berbakti, pintar, bermoral, mempunyai ketahanan yang baik dalam menghadapi segala jenis masalah hidup, dan sebagainya. Aspek spiritual adalah aspek yang sangat mendasar dan paling penting dalam kehidupan baik bagi Anda maupun anak anda.
Masalah yang diungkapkan di atas, jika diartikan secara lebih khusus adalah, "Bagaimana orangtua Buddhis dapat mengajarkan ajaran Buddha dengan baik kepada anak-anaknya?" Pada kenyataaannya, aspek ini hampir terabaikan begitu saja. Bandingkan dengan para orangtua dari non-Buddhis, yang sejak kecil anaknya sudah dibaptis ataupun dipermandikan menjadi pengikut agama yang telah diyakini oleh orangtuanya. Orangtua Buddhis cenderung bersifat acuh tak acuh, dan dengan argumen bahwa biarlah kelak anaknya bisa memilih agamanya sendiri, yang penting semua agama sama, mengajarkan kebaikan. Apakah benar demikian?
Buklet ini diterbitkan untuk dapat dijadikan sebagai bahan perenungan bagi para orangtua Buddhis, yang sebagian besar dikutip dari “Bagaimana Mengajarkan Agama Buddha Pada Anak” yang pernah dimuat di Majalah Dhammacakka, dimana sebahagian isinya merupakan saduran dari buku "How To Teach Buddhism to Children", Bodhi Leaves No.B.9. 1961, BPS, Sri Lanka (edisi ke-2, tahun 1975), karangan Dr. Helmuth Klar. Dari tahun penerbitan, dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya masalah ini telah lama menjadi topik yang begitu diperhatikan oleh para bhikkhu dan para pengikut Buddhisme di Srilangka maupun di dunia Barat.
Dalam makalahnya, Dr. Helmuth Klar berbagi pengalaman praktik dengan anaknya sendiri dan juga dengan anak-anak Barat lainnya, karena beliau tidak ingin berteori saja. Namun banyak sekali manfaat yang kita dapatkan dari pengalamannya tersebut.
Jika kita berada di negara Buddhis, di tengah-tengah tradisi Buddhis yang telah berabad-abad lamanya, posisi seorang anak Buddhis jauh lebih mudah. Namun tidak demikian dengan di Indonesia, di mana Buddhis merupakan minoritas dan dikelilingi oleh berbagai agama lain, sehingga dapatlah dimengerti peran orangtua merupakan faktor yang terpenting dalam menanamkan keyakinan pada anaknya.
Dan perlu disadari penanaman keyakinan pada anak kita secara otomatis akan berkaitan dengan cara hidup yang benar. Tanamkan keyakinan pada anak Anda sejak kecil mengenai kebesaran dan keagungan Sang Buddha.
Adalah suatu ide yang sangat penting, bila sejak kecil anak-anak harus dilatih untuk yakin akan keagungan dan kemuliaan Sang Buddha. Penggunaan patung ataupun gambar Sang Buddha adalah suatu ide yang bagus untuk mengajarkan anak kita memberikan penghormatan kepada Sang Buddha, sebagai guru yang agung untuk manusia. Jelaskan bahwa penggunaan patung Buddha ini sebagai objek konsentrasi dan penghormatan, bukanlah penyembahan berhala seperti yang sering diajarkan oleh para pendidik agama non-Buddhis yang mengharuskan anak kita mengikuti pelajaran agamanya di sekolah yang berada dalam naungan suatu agama tertentu. Penggunaan patung Buddha sebagai objek penghormatan ini menjadi lebih efektif untuk mengingatkan kita kepada Sang Guru Agung dibandingkan simbol-simbol lain. Ibarat seorang anak yang menyimpan foto orangtuanya akan memudahkan dia untuk mengingat sifat-sifat luhur orangtua dibandingkan dengan barang-barang yang langsung pernah diberikan kepadanya.
Dapat pula dijelaskan kepada anak-anak bahwa objek-objek konsentrasi dan penghormatan ini tidak hanya digunakan oleh agama Buddha, tetapi semua agama di dunia menggunakan objek yang berbeda-beda. Agama Hindu menggunakan patung, agama Katolik menggunakan patung dan salib, Agama Kristen menggunakan Salib, dan lain sebagainya.
Demikian juga halnya penghormatan terhadap anggota Sangha (bhikkhu/bhiksuni) dengan bersujud ataupun bernamaskara. Perlu dijelaskan bahwa itu merupakan cara penghormatan yang tidak lain seperti penghormatan pada tradisi-tradisi lain, dan bukanlah menyembah orangnya.
Aspek filsafat dari Buddhisme yang cenderung terlalu dalam untuk dimengerti anak-anak dapat dituangkan dalam upacara-upacara sederhana yang lebih praktis untuk anak-anak. Latihlah anak-anak untuk melakukan upacara-upacara sederhana seperti persembahan air, dupa, lilin, ataupun bunga di altar di depan patung/gambar Sang Buddha. Bahkan perlu juga dijelaskan secara sederhana arti dari persembahan-persembahan tersebut. Dengan demikian akan mengembangkan kebiasaan menghormati dan merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha sejak kecil.
Mengembangkan welas-asih anak Anda sejak kecil juga penting, karena selain dapat meningkatkan kepedulian terhadap mereka yang kurang beruntung, juga dapat membuat anak-anak lebih menghargai segala sesuatu yang mereka miliki sekarang. Untuk itu, ajaklah anak Anda untuk melakukan Meditasi Cinta Kasih setiap malam menjelang waktu tidur mereka. Panduan lebih jelasnya dapat dibaca pada buklet ‘Seeding The Heart – Lovingkindness Meditation With Children’ karya Gregory Kramel yang kami publikasikan secara gratis beberapa waktu lalu.
Anda harus merealisasikan Dhamma dan tidak sekadar pembicaraan saja untuk dapat membuat diri Anda hidup dengan cara benar sehingga membawa kebahagiaan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, khususnya keluarga. Dengan cara itu berarti Anda telah memberikan contoh yang baik kepada anak Anda.
Anda juga dapat memperdengarkan cerita-cerita Buddhis lewat kaset, VCD, dan sebagainya, yang sudah banyak tersedia di bursa-bursa vihara yang biasanya anda kunjungi.
Dengan uraian singkat di atas, semoga setiap orangtua Buddhis bisa terbuka dan mau melihat betapa pentingnya dan berharganya ‘pendidikan melalui keluarga’ terhadap anak-anak kita. Orangtua mempunyai peranan yang sangat penting bagaimana diri sang anak dibentuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar