Kebaktian Minggu Sumber: Taman Budicipta |
||||||||
Apakah umat buddhist itu wajib ke vihara setiap minggu? Kalau seseorang mengatakan umat Buddhis wajib (harus) pergi ke vihara setiap minggu, maka umat Buddhis yang berada di daerah rawan (yang gak ada viharanya) telah melanggar kewajiban seorang Buddhis. Pernyataan ini terasa kurang sesuai. Tapi kalau seseorang mengatakan umat Buddhis gak wajib ke vihara setiap minggu, dan orang lain yang mendengarnya mendapat kesan, "oh gak ke vihara itu ok ok saja" (dalam arti, ia menjadi gak peduli pergi atau tidak), maka itu juga kurang sesuai. Kalau seseorang pergi ke vihara tetapi ia hanya sekedar pergi, maka manfaat yang akan diperolehnya hanya sejauh itu saja. Akan tetapi kalau ia pergi ke vihara dengan tujuan (dan usaha) berikut, maka manfaat yang diperolehnya akan menjadi tak terukur: 1) di vihara ia mendapatkan teman yang setidaknya setara dalam hal pemahaman dan pelaksanaan Dhamma. Apa perolehannya? Ia akan maju dalam Dhamma, ia tak akan berpandangan sesat, ia akan mendapat dukungan dari teman tersebut sewaktu susah. Inilah buah dari persahabatan Dhamma. 2) mendengarkan ceramah Dhamma. Apa perolehannya? Ia menjadi lebih bijaksana (di kehidupan ini dan kehidupan berikutnya), keyakinannya semakin teguh. Inilah hasil kamma baik dari mendengar ceramah Dhamma, yang telah disebut oleh Sang Buddha. 3) berdana. Apa perolehannya? Ia mengikis kekikiran, keegoisan, dan di kemudian hari ia akan dilimpahi materi. 4) bermeditasi. Apa perolehannya? Batinnya menjadi lebih tenang, dan dirinya menjadi lebih bijaksana. 5) bersujud di depan (atau membaca paritta yang mengulang kwalitas mulia) Buddha, Dhamma, dan Sangha. Apa perolehannya? Keyakinannya akan meningkat, kebahagiaan surgawi. Menarik bagi umat Buddhis untuk mengetahui bahwa suatu hari ketika Sang Buddha ditanya, "Kenapa Bhagava kadang mengajarkan Dhamma, kadang hanya berdiam (tak mengajarkanNya)?" Salah satu jawaban yang diberikan Sang Buddha adalah bahwa bila seseorang tidak datang (ke vihara kediaman Sang Buddha) secara rutin, maka Beliau mungkin tak akan mengajarkan Dhamma kepadanya. Ini masuk akal karena hanya pada situasi yang sesuai, Dhamma baru akan dibabarkan oleh para Arya. Tambahan dari Yulia: Kunci dari segala hal adalah menghindari pandangan ekstrim, alangkah indahnya jika kita tidak langsung memvonis apakah yang ini bagus, yang itu tidak bagus, yang ini salah, yang itu benar, ke Vihara pasti lebih baik daripada tidak ke Vihara, diwajibkan lebih baik daripada tidak dsbnya, namun menarik kesimpulan berdasarkan pemahaman benar. Cth sederhana, seorang remaja yang rajin mengikuti puja bakti tiap minggu di Vihara dengan niat cuci mata, gossip ketika saatnya mendengarkan Dhamma, cakap kotor di pelataran parkir, tidak mengerti tujuan ke Vihara yang sesungguhnya, etc, maka bisa dikatakan tidak bermanfaat untuk anak tersebut. Namun sebaliknya, seseorang yang tinggal nun jauh di pedalaman desa, dimana jarang ditemui Vihara atau Cetiya, namun dengan keyakinan penuh, berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, senantiasa bersila baik, belajar sutta dengan tekun, walaupun tidak ke Vihara, adalah jauh lebih bermanfaat dari kasus pertama. Yulia tidak menampik kebenaran manfaat yang didapat dengan seringnya berkunjung ke Vihara, tentu beragam manfaat bisa kita dapatkan, mengumpulkan kebajikan lewat puja bakti, menghormati Ti-Ratana, berdana, mendengarkan Dhammadesana, pelimpahan jasa, dan mungkin aktifitas sosial lainnya. Untuk pengalaman sendiri, setelah mengalami kesibukan di hari biasa, problema, ketegangan, etc….dengan meluangkan waktu ke Vihara, very often it reminds me not to go astray, to be relax, to be humble, etc…. setelah suatu perbuatan baik dilakukan, seringkali membawakan kebahagiaan tersendiri. Ada juga orang-orang yang tidak rutin seminggu sekali, namun dimana ada kegiatan besar seperti Kathina, atau amal lainnya, dia akan muncul, itu adalah pilihan orang tersebut. Yulia berpikir, ada kalanya kita masih membutuhkan guidance dari apa yang tidak atau kurang di mengerti, akan ada banyak hal-hal baru yang bisa kita pelajari dengan sering ke Vihara. (Jika semua orang berpikiran ke Vihara adalah tidak penting, maka masa depan ajaran Sang Bhagava tidak akan bertahan lebih lama lagi karena satu persatu vihara akan ditinggalkan dan dilupakan). Ada satu hal yang tidak boleh kita lupakan, berbuat baik bukan hanya pada saat ke Vihara. Diluar itu, juga tidak terkecuali. Mungkin ada yang berpikiran seperti ini, “ Wah, orang ini sering ke Vihara, tapi hatinya jahat, egois dsbnya.” Nah, hal diatas yang membuat orang itu menarik kesimpulan sendiri bahwa lebih baik tidak ke Vihara tapi berhati baik (Yang penting ho sim) (suatu pernyataan umum yang banyak disetujui). Baiklah, ke Vihara lebih baik atau tidak, sangat tergantung pada niat dan kondisi masing-masing orang. Demikianlah, jika teman-teman ada tambahan, silahkan berbagi. Tambahan dari Pak Rudi: Saya mencoba untuk menanggapi tentang pertanyaan 'Apakah umat Buddha wajib ke Vihara ? Sesungguhnya dalam ajaran Buddha tidak ada pernyataan wajib atau tidak, pernyataan keharusan, atau dilarang, atau perintah Buddha. Yang diharapkan dari ajaran Buddha adalah kesadaran umat sendiri dalam mempraktikkan ajaran Buddha. Bagaimana kesadaran kita untuk ke vihara ? Apakah ke Vihara bermanfaat bagi kita atau kita hanya datang ke Vihara untuk cung cung cep (Acung acung hio/gaharu lantas menancepkan di pedupaan), cuci mata untuk cari pacar / jodoh, atau hanya untuk meramaikan suasana (mungkin memiliki kebiasaan suka di tempat keramaian). Ini semua terpulang kepada pribadi masing-masing. Saya setuju dengan pendapat dan penjelasan Yulia. Yang paling penting dalam ajaran Buddha adalah bagaimana kita membangun POLA PIKIR kita. Segala sesuatu ada sisi negatif dan sisi positif, hal ini tergantung kita yang menggunakannya. Sebagai orang yang memiliki kesadaran yang baik atau POLA PIKIR yang benar, tentu akan mengambil sisi positifnya. Kalau kita hanya berpikir yang penting saya co ho su (berbuat baik saja) titik yang lain saya tidak mau tahu. Pendapat ini menurut saya kurang tepat dan tidak bijak. Alasannya karena orang yang hanya mau berbuat baik tanpa pengertian yang benar, maka akan berbahaya. Ia selalu berbuat baik akan tetapi tidak mengerti cara kerja hukum Kamma.Suatu saat ia akan menyesal berbuat baik karena ia tetap mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan. Padahal apa yang diterimanya adalah karena buah kamma di kehidupan yang lampau yang kuat memotong kamma baik yang dilakukan pada saat ini. Apakah umat Buddhis wajib baca paritta tiap hari? seperti halnya jawaban di atas. Ketika kita membaca paritta, kita seharusnya mengerti arti dari paritta tersebut. Seharusnya jangan hanya asal dibaca. Paritta itu memakai bahasa Pali karena bahasa tersebut adalah bahasa yang digunakan untuk komunikasi antara Sang Buddha dan murid-murid Beliau (atau bahasa yang hampir sama dengan Pali). Tentunya bahasa itu dipakai supaya arti yang disampaikan dapat dimengerti di jaman Sang Buddha. Nah jaman sekarang Pali bukanlah bahasa yang dipakai dalam komunikasi kita sehari-hari. Jadi kita seharusnya mengerti apa yang dibaca dan bukan hanya sekedar baca. Seberapa besar pengaruh pembacaan paritta perolehan kamma baik. Kalau hanya sekedar membaca, manfaatnya tidak akan sebanyak dibanding membacanya dengan mengerti artinya. Kalau dibaca dengan pengertian penuh (dan direnungi dari waktu ke waktu), maka seseorang dapat meraih banyak hasil yang baik, dari pikiran yang lebih bagus kwalitasnya sampai kepada pencapaian kesucian. Jadi pembacaan paritta dapat memberikan buah yang sangat besar kalau dilaksanakan dengan cara yang sesuai. |
Selasa, 24 September 2013
Kebaktian Minggu
Label:
tanya jawab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar