TiPitaka (Tripitaka) Kitab Suci Agama Buddha
Kitab Suci agama Buddha adalah TiPitaka (bahasa Pali) atau TriPitaka (bahasa Sansekerta), yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Tiga Keranjang. Naskah TiPitaka banyaknnya 11 (sebelas) kalo Kitab Injil dan naskah TriPitaka diperkirakan 70 (tujuh puluh) kali Kitab Injil. Naskah TriPitaka lebih banyak dibandingkan dengan naskah TiPitaka karena ada 370 (tiga ratus tujuh puluh) sutra yang berbahasa Sansekerta yang tidak terdapat di dalam Kita Suci TiPitaka yang berbahasa Pali.
TiPitaka / TriPitaka dapat dibagi atas 3 bahagian besar, yaitu:
a. Sutta Pitaka, yang berisikan khotbah-khotbah dan dialog Sang Buddha dengan siswa-siswa-Nya.
b. Vinaya Pitaka, berisikan peraturan-peraturan / tata-tertib bagi anggota Sangha (Bhikkhu/Bhikkhuni).
c. Abhidhamma Pitaka, berisikanajaran tentang filksafat tinggi, metafisika dan ilmu kejiwaan dalam agama Buddha.
Ajaran luhur Sang Buddha dibabarkan (disebar-luaskan) secara turun temurun dengan lisan saja selama beberapa abad, yaitu dengan menghafalnya di luar kepala dan baru dibukukan beberapa ratus tahun kemudian setelah Sang Buddha Maha Parinibbana (wafat).
Setelah Sang Buddha Maha Parinibbana, diadakan Sidang Agung (Sangha Samaya) pertama di Gua Satapana di kota Rajagraha. Sidang ini dipimpin oleh Yang Arya Kasyapa Thera, dan dihadiri oleh 500 (lima ratus) Bhikkhu yang semuannya telah mencapai tingkat kesucian Arahat. Adapun tujuan dari Sidang Agung I adalah untuk menghimpun ajaran-ajaran Sang Buddha yang telah pernah dibabarkan di tempat yang berlainan selama 45 (empat puluh lima) tahun. Dalam sidang tersebut, Yang Arya Upali mengulangi Vinaya, Yang Arya Ananda mengulang Sutra, dan Yang Arya Kasyapa Thera mengulang khotbah tentang Abhidhamma.
Sidang Agung II diselenggarakan di kota Vaisali pada kurang lebih 100 tahun kemudian, yang dipimpin oleh Yang Arya Revata. Lebih kurang 230 tahun setelah Sidang Agung I, diselenggarakan Sidang Agung III di ibukota Kerajaan Asoka yaitu Pataliputra yang di pimpin oleh Yang Arya Tissa Moggaaliputra. Sidang Agung IV diselenggarakan di Srilangka pada 400 tahun setelah Sang Buddha Maha Parinibbana. Sidang ini dipimpin oleh salah satu putra Raja Asoka, yaitu Yang Arya Mahinda. Dalam sidang ini berhasil secara resmi ditulis ajaran-ajaran Sang Buddha di daun-daun Lontar, yang kemudian dijadikan buku TiPitaka. Sidang Agung V diadakan di Kanisha pada kurang lebih 600 tahun setelah Buddha Gotama memasuki Maha Parinibbana, dalam sidang ini Kitab Suci TriPitaka secara resmi ditulis.
Kitab Suci agama Buddha adalah TiPitaka (bahasa Pali) atau TriPitaka (bahasa Sansekerta), yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Tiga Keranjang. Naskah TiPitaka banyaknnya 11 (sebelas) kalo Kitab Injil dan naskah TriPitaka diperkirakan 70 (tujuh puluh) kali Kitab Injil. Naskah TriPitaka lebih banyak dibandingkan dengan naskah TiPitaka karena ada 370 (tiga ratus tujuh puluh) sutra yang berbahasa Sansekerta yang tidak terdapat di dalam Kita Suci TiPitaka yang berbahasa Pali.
TiPitaka / TriPitaka dapat dibagi atas 3 bahagian besar, yaitu:
a. Sutta Pitaka, yang berisikan khotbah-khotbah dan dialog Sang Buddha dengan siswa-siswa-Nya.
b. Vinaya Pitaka, berisikan peraturan-peraturan / tata-tertib bagi anggota Sangha (Bhikkhu/Bhikkhuni).
c. Abhidhamma Pitaka, berisikanajaran tentang filksafat tinggi, metafisika dan ilmu kejiwaan dalam agama Buddha.
Ajaran luhur Sang Buddha dibabarkan (disebar-luaskan) secara turun temurun dengan lisan saja selama beberapa abad, yaitu dengan menghafalnya di luar kepala dan baru dibukukan beberapa ratus tahun kemudian setelah Sang Buddha Maha Parinibbana (wafat).
Setelah Sang Buddha Maha Parinibbana, diadakan Sidang Agung (Sangha Samaya) pertama di Gua Satapana di kota Rajagraha. Sidang ini dipimpin oleh Yang Arya Kasyapa Thera, dan dihadiri oleh 500 (lima ratus) Bhikkhu yang semuannya telah mencapai tingkat kesucian Arahat. Adapun tujuan dari Sidang Agung I adalah untuk menghimpun ajaran-ajaran Sang Buddha yang telah pernah dibabarkan di tempat yang berlainan selama 45 (empat puluh lima) tahun. Dalam sidang tersebut, Yang Arya Upali mengulangi Vinaya, Yang Arya Ananda mengulang Sutra, dan Yang Arya Kasyapa Thera mengulang khotbah tentang Abhidhamma.
Sidang Agung II diselenggarakan di kota Vaisali pada kurang lebih 100 tahun kemudian, yang dipimpin oleh Yang Arya Revata. Lebih kurang 230 tahun setelah Sidang Agung I, diselenggarakan Sidang Agung III di ibukota Kerajaan Asoka yaitu Pataliputra yang di pimpin oleh Yang Arya Tissa Moggaaliputra. Sidang Agung IV diselenggarakan di Srilangka pada 400 tahun setelah Sang Buddha Maha Parinibbana. Sidang ini dipimpin oleh salah satu putra Raja Asoka, yaitu Yang Arya Mahinda. Dalam sidang ini berhasil secara resmi ditulis ajaran-ajaran Sang Buddha di daun-daun Lontar, yang kemudian dijadikan buku TiPitaka. Sidang Agung V diadakan di Kanisha pada kurang lebih 600 tahun setelah Buddha Gotama memasuki Maha Parinibbana, dalam sidang ini Kitab Suci TriPitaka secara resmi ditulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar