Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Sabtu, 23 Januari 2010

Keyakinan Dalam Agama Buddha


Keyakinan Dalam Agama Buddha
 Oleh : Pandita Abhayahema K. (Ketua Umum DPP Wanita Walubi)

Umat Buddha di seluruh dunia menyatakan ketaatan dan kesetiaan mereka kepada Buddha, Dhamma dan Sangha dengan kata-kata dalam suatu rumusan kuno yang sederhana, namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama TISARANA (Tiga Perlindungan), Rumusan itu berbunyi :

BUDDHAM SARANAM GACCHAMI
Aku berlindung kepada Buddha

DHAMMAM SARANAM GACCHAMI
Aku berlindung kepada Dhamma

SANGHAM SARANAM GACCHAMI
Aku berlindung kepada Sangha

Rumusan ini disabdakan oleh Sang Buddha Gotama sendiri (bukan oleh para siswa-Nya atau oleh makhluk lain) pada suatu ketika di Taman Rusa Isipatana dekat Benares, ada enam puluh orang Arahat siswa Beliau, ketika mereka akan berangkat menyebarkan Dhamma demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. Sang Buddha Gotama bersabda :

"Para Bhikkhu, ia (yang akan ditahbiskan menjadi Samanera dan Bhikkhu) hendaklah : setelah mencukur kepala dan mengenakan jubah kuning ... bersujud di kaki para Bhikkhu, lalu duduk bertumpu lutut dan merangkapkan kedua belah tangan didepan dada, dan berkata : AKU BERLINDUNG KEPADA BUDDHA, AKU BERLINDUNG KEPADA DHAMMA, AKU BERLINDUNG KEPADA SANGHA"(Vinaya Pitaka I, 22)

Sang Buddha Gotama menetapkan rumusan tersebut bukan hanya bagi mereka yang akan ditahbiskan menjadi Samanera dan Bhikkhu, tetapi juga umat awam. Setiap orang yang memeluk agama Buddha, baik ia seorang awam ataupun seorang Bhikkhu, mengatakan keyakinan dengan kata-kata rumusan TISARANA tersebut. Nampaklah betapa luhurnya kedudukan BUDDHA, DHAMMA dan SANGHA. Bagi umat Buddha "berlindung kepada TIRATANA" merupakan ungkapan keyakinan, sama seperti "syahdat" bagi umat Islam dan "credo" bagi umat Kristen.

Tisarana adalah ungkapan keyakinan (saddha) bagi umat Buddha. Saddha yang diungkapkan dengan kata "berlindung" itu mempunyai tiga aspek :

a) Aspek Kemauan

Seorang umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan penuh kesadaran, bukan sekedar sebagai kepercayaan teoritis, adat kebiasaan atau tradisi belaka. Tiratana akan benar-benar menjadi kenyataan bagi seseorang, apabila ia sungguh-sungguh berusaha mencapainya. Karena adanya unsur kemauan inilah, maka Saddha dalam agama Buddha merupakan suatu tindakan yang aktif dan sadar yang ditujukan untuk mencapai Pembebasan, dan bukan suatu sikap yang pasif, "menunggu berkah dari atas".

b) Aspek Pengertian

Ini mencakup pengertian akan perlunya Perlindungan yang memberi harapan dan menjadi tujuan bagi semua makhluk dalam samsara ini, dan pengertian akan adanya hakekat dari perlindungan itu sendiri.

Adanya Tiratana sebagai Perlindungan telah diungkapkan sendiri oleh Sang Buddha Gotama. Tetapi hakekat Tiratana sebagai Perlindungan Terakhir hanya dapat dibuktikan oleh setiap orang dengan mencapainya dalam batinnya sendiri. Dalam diri seseorang, Perlindungan itu akan timbul dan tumbuh bersama dengan proses untuk mencapainya. "Dengan daya upaya, kesungguhan hati dan pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana membuat untuk dirinya pulau yang tidak akan tenggelam oleh air bah".(Dhammapada, V:25)

BUDDHA, sebagai perlindungan pertama, mengandung arti bahwa setiap orang mempunyai benih kebuddhaan dalam dirinya, bahwa setiap orang dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha "Seperti sayalah para penakluk yang telah melenyapkan kekotoran batin" (Ariyapariyesana Sutta, Majjhima Nikaya). Sebagai Perlindungan, Buddha bukanlah pribadi Pertapa Gotama, melainkan para Buddha sebagai manifestasi dari pada Bodhi (kebuddhaan) yang mengatasi keduniawian (lokuttara).

DHAMMA, sebagai perlindungan kedua, bukan berarti kata-kata yang terkandung dalam kitab suci atau konsepsi ajaran yang terdapat dalam batin manusia biasa yang masih berada dalam alam keduniawian (Lokiya), melainkan "Empat Tingkat Kesucian" (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, Arahat) beserta "Nibbana" yang dicapai pada akhir Jalan.

SANGHA, sebagai "perlindungan ketiga bukan berarti kumpulan para Bhikkhu yang anggota-anggotanya masih belum bebas dari kekotoran batin (Bhikkhu Sangha), melainkan Pasamuan Para Bhikkhu Suci yang telah mencapai tingkat-tingkat Kesucian (Ariya Sangha). Mereka ini menjadi teladan yang patut dicontoh, namun landasan sesungguhnya dari Perlindungan ini ialah kemampuan yang ada pada setiap orang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian itu.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha dalam aspeknya sebagai Perlindungan mempunyai sifat mengatasi keduniaan (Lokuttara). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha merupakan manifestasi daripada Yang Mutlak, Yang Esa, yang menjadi tujuan terakhir semua makhluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian tertinggi yang dapat ditangkap oleh pikiran manusia biasa, dan oleh karena itu diajarkan sebagai Perlindungan yang tertinggi oleh Sang Buddha.

Buddha, Dhamma Dan Sangha atau Tiratana adalah Manifestasi, Perwujudan, Pengejawantahan dari Tuhan Yang Maha Esa dalam alam semesta ini, Yang Dipuja dan dianut oleh seluruh umat Buddha di dunia ini.

c) Aspek Perasaan

Yang berlandaskan aspek pengertian di atas, dan mengandung unsur-unsur keyakinan, pengabdian dan cinta kasih. Pengertian akan adanya Perlindungan memberikan keyakinan yang kokoh dalam diri sendiri, serta menghasilkan ketenangan dan kekuatan. Pengertian akan perlunya Perlindungan mendorong pengabdian yang mendalam kepada-Nya, dan pengertian akan hakekat Perlindungan memenuhi batin dengan cinta kasih kepada Yang Maha Tinggi, yang memberikan semangat, kehangatan dan kegembiraan.

Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa "berlindung" dalam agama Buddha berarti: "suatu tindakan yang sadar yang bertujuan untuk mencapai Pembebasan, yang berlandaskan pengertian dan didorong oleh keyakinan." atau secara singkat "suatu tindakan sadar dari pada keyakinan, pengertian dan pengabdian".

Ketiga aspek daripada "berlindung" ini sesuai dengan aspek kemauan, aspek pengertian dan aspek perasaan dari batin manusia. Oleh karena itu untuk mendapatkan perkembangan batin yang harmonis, ketiga aspek ini harus dipupuk bersama-sama.

Berlindung kepada Tiratana sebagai pengucapan kata-kata belaka tanpa dihayati, berarti kemerosotan dari suatu kebiasaan kuno yang mulia. Perbuatan demikian melenyapkan makna dan manfaat dari Perlindungan. Berlindung kepada Tiratana seharusnya merupakan ungkapan dari suatu dorongan batin yang sungguh-sungguh, seperti seseorang yang apabila melihat suatu bahaya besar akan bergegas mencari perlindungan. Orang yang melihat rumahnya terbakar, tidak akan memperoleh keselamatan hanya dengan memuja keamanan dan kebebasan di luar tanpa bertindak untuk mencapainya.

Tindakan pertama kearah keselamatan dan kebebasan ialah dengan "berlindung" secara benar, yaitu suatu tindakan sadar daripada keyakinan, pengertian dan pengabdian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar