Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Sabtu, 23 Januari 2010

MEDITASI JALAN


MEDITASI JALAN

Oleh: Sayadaw U Silananda
Alih Inggris-Indonesia: Chandasili Nunuk Y.K.
Diedit oleh: Samuel B. Harsojo



Dikegiatan penyunyian yang kami selenggarakan, para yogi mempraktekkan meditasi kesadaran (vipassana) dengan menggunakan empat sikap tubuh yang berbeda-beda.

Mereka mempraktekkan kesadaran saat berjalan, berdiri, duduk dan berbaring. Mereka harus sepenuhnya membangun kesadaran setiap saat dalam kondisi apapun.

Sikap utama tubuh dalam meditasi kesadaran adalah duduk bersila dengan punggung tegak. Tapi umumnya para yogi sulit duduk berjam-jam tanpa merubah posisi. Sehingga kami mengganti saat-saat duduk meditasi ini dengan meditasi jalan.

Karena meditasi jalan sangat penting maka perlu didiskusikan lebih jauh.

Diskusi tersebut berkenaan dengan manfaat, pentingnya dan kondisi alami yang bisa dipahami saat mempraktekkan meditasi jalan.

Praktek meditasi kesadaran bisa diumpamakan seperti merebus air. Pertama seseorang harus mengisi air ke dalam teko. Lalu teko itu diletakkan di atas kompor kemudian kompor itu dinyalakan.

Sebelum air mendidih ia mematikan kompor. Meski sesaat kompor dimatikan untuk kemudian dinyalakan lagi sebentar, air di dalam teko tidak langsung mendidih.

Jika hal ini terus dilakukan, mematikan dan menyalakan kompor (sebelum air mendidih) maka air di dalam teko tidak akan pernah mendidih.

Dengan cara yang sama, jika ada jeda atau celah diantara kesadaran maka kita tidak akan bisa membangun konsentrasi dengan baik.

Itulah sebabnya para yogi yang berada dalam pengawasan kami diinstruksikan untuk membangun kesadaran sepanjang waktu. Mulai dari saat bangun dari tidur di pagi hari hingga terlelap pada malam harinya. Dalam hal ini praktek meditasi jalan menyatu didalamnya untuk menumbuhkan kesadaran yang berkesinambungan.

Namun demikian kami pernah mendengar orang-orang yang mengkritik praktek meditasi jalan. Para pengritik ini mengatakan mereka tidak memperoleh manfaat atau hasil yang baik dari praktek meditasi jalan tersebut.

Sesungguhnya Sang Buddha merupakan orang pertama yang membabarkan praktek meditasi jalan ini.

Pembahasan meditasi jalan Beliau sampaikan dua kali. Dalam “bagian” yang disebut “sikap tubuh” Beliau mengatakan seorang yogi tahu, “saya sedang berjalan” saat ia sedang berjalan, tahu, “saya sedang berdiri” ketika sedang berdiri, tahu “saya sedang duduk” saat sedang duduk dan tahu saat sedang berbaring sebagai “saya sedang berbaring”.

Pada bagian lain yang disebut “pemahaman jernih” Sang Buddha mengatakan, “Seorang bhikkhu menggunakan pemahaman yang jernih saat berjalan bolak-balik”. Maksud dari “pemahaman yang jernih” disini adalah pemahaman yang benar atas segala sesuatu yang diamati.

Dengan memiliki pemahaman yang benar terhadap pengamatannya seorang yogi dapat membangun konsentrasi.

Untuk membangun konsentrasi ia harus menggunakan kesadarannya. Lebih jauh Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu gunakan pemahaman jernihmu”.

Kita harus menyadari bukan saja pemahaman yang jernih tapi juga kesadaran dan konsentrasi saat sedang berjalan bolak-balik. Jadi, meditasi jalan merupakan suatu bagian penting dari proses ini.

Meski Sang Buddha tidak memberikan petunjuk secara khusus dan rinci tentang meditasi jalan (hanya penjelasan singkat yang tercatat di dalam sutta) kami percaya Beliau telah memberikan petunjuk pada suatu waktu.

Petunjuk-petunjuk itu telah dipelajari oleh para murid Sang Buddha dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sebagai tambahan para guru terdahulu telah memiliki “resep” berdasarkan pengalaman praktek meditasi mereka sendiri.

Saat ini kami memiliki serangkaian petunjuk yang teliti tentang cara mempraktekkan meditasi jalan.

Izinkan kami secara khusus membahas praktek meditasi jalan. Jika kalian adalah para pemula sang guru akan menasehati untuk sepenuhnya awas pada satu hal selama mempraktekkan meditasi jalan; “Sepenuhnya awas pada langkah kaki sementara kalian membuat pencatatan di dalam batin berjalan…..berjalan…..berjalan….atau kiri-kanan…kiri-kanan…”

Yang perlu diingat kalian harus berjalan lebih lambat dari biasanya saat sedang berlatih meditasi jalan.

Setelah beberapa jam atau setelah satu-dua hari bermeditasi kalian akan diberi petunjuk untuk melakukan dua tahapan dalam melangkah, yaitu melangkah dan meletakkan kaki. Ini harus dicatat dalam batin sebagai, “angkat-letakkan…angkat-letakkan….angkat-letakkan”.

Kalian harus mengamati sungguh-sungguh dua tahapan proses melangkah tersebut. Setelah itu kalian akan diberi petunjuk untuk sepenuhnya menyadari tiga proses berjalan, yakni pertama proses mengangkat, kedua proses maju dan ketiga proses meletakkan kaki.

Sesudahnya kalian akan diberi petunjuk lanjutan untuk sepenuhnya menyadari empat tahapan dalam proses melangkah yakni, pertama mengangkat, kedua maju, ketiga turun, keempat sentuh atau meletakkan kaki ke lantai.

Kalian akan diinstruksikan untuk mencatat dalam batin empat gerakan tersebut, “angkat-maju-turun-tekan”.

Sebagai pemula para yogi akan menemui kesulitan untuk berjalan perlahan. Tapi, ketika ia sepenuhnya memberi perhatian dengan baik, ia bisa menyadari semua gerakan itu.

Dengan demikian semakin lama ia semakin penuh perhatian. Pada saat itulah secara otomatis ia berjalan dengan perlahan. Tidak perlu secara sengaja melambatkan langkah kaki tersebut. Namun, dengan menaruh perhatian penuh secara otomatis langkah kaki akan melambat.

Saya akan memberi perumpamaan untuk menjelaskan pernyataan di atas. Sewaktu berkendara di jalan bebas hambatan seseorang cenderung memacu kendaraannya pada kecepatan 60-70 atau malah 80 mil/jam. Dengan kecepatan seperti itu akan sulit baginya membaca rambu-rambu lalu lintas di pinggir jalan. Bila ia ingin membaca rambu-rambu tersebut ia harus melambatkan laju kendaraannya. Tak perlu siapapun mengingatkan, “pelan-pelanlah”. Tapi si sopir secara otomatis akan memperlambat laju kendaraannya untuk bisa melihat rambu-rambu tersebut.

Dengan pemahaman yang sama, bila seorang yogi ingin memberikan perhatian yang lebih cermat atas gerakan mengangkat, maju, turun dan tekan, secara otomatis ia akan melambatkan langkah kakinya. Hanya dengan berjalan lambat ia bisa sepenuhnya awas dan waspada terhadap gerakan kaki tersebut.

Meskipun para yogi memberikan perhatian yang cermat dan melambatkan langkahnya ada kemungkinan mereka tidak melihat semua pergerakan dan tahapan dari pergerakan tersebut dengan jernih.

Maklum tahapan pergerakan itu belum menempel di pikiran. Saat itu seolah-olah pergerakan tersebut merupakan satu kesatuan gerak yang berkesinambungan. Saat konsentrasi berkembang lebih kuat para yogi akan mampu mengamati tahapan-tahapan gerakan yang berbeda dalam satu langkah dimana akhirnya empat tahap gerakan (dalam satu langkah) lebih mudah diamati.

Para yogi akan mengetahui secara jelas bahwa gerakan mengangkat berbeda dengan gerakan maju maupun gerakan turun. Mereka mengetahui kaki yang terangkat itu terasa ringan. Saat mendorong kaki ke depan mereka akan mencapai pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Dan ketika menurunkan kaki mereka mencatat gerakan kaki yang turun menjadi berat dan semakin berat. Saat meletakkan kaki ke lantai/tanah mereka merasakan sentuhan.

Lebih jauh, sepanjang pengamatan angkat, maju, turun dan tekan ke lantai, para yogi akan melihat rasa ringan saat kaki mengangkat, gerakan kaki, rasa berat saat kaki turun dan sentuhan pada kaki terhadap lantai yang berupa rasa keras dan lunak. Saat mengamati proses-proses ini mereka sedang “melihat” empat unsur utama (Pali: Dhatu ). Empat unsur utama itu adalah unsur tanah, unsur air, unsur api dan unsur udara. Dengan memberi perhatian yang cermat pada empat tahapan melangkah sewaktu berlatih meditasi jalan, empat unsur utama tersebut “nampak”. Jadi unsur-unsur itu tidak hanya sekedar konsep (teori belaka), tapi merupakan proses nyata, realitas mutlak.

Ijinkan kami membahas lebih terperinci sifat dari unsur-unsur tersebut yang bekerja saat mempraktekkan meditasi jalan.

Pada gerakan pertama, yakni gerakan mengangkat kaki, yogi mengalami rasa ringan. Ketika mengalami rasa ringan mereka “melihat” unsur api.

Salah satu aspek dari unsur api adalah membuat benda-benda menjadi lebih ringan. Saat benda-benda menjadi lebih ringan itulah mereka bisa mengangkat kaki.

Dengan kata lain saat itu yogi merasakan intisari dari unsur api. Tidak hanya itu. Saat kaki terangkat ada unsur lain yang juga bekerja di sana. Setelah itu terjadi pergerakan kaki bergerak naik. Pergerakan terjadi karena ada unsur udara yang bekerja. Tapi, dalam hal naiknya kaki, unsur api lebih dominan dibanding unsur udara. Jadi bisa dikatakan saat menangkat kaki unsur utamanya adalah unsur api dan unsur kedua yang mengikuti adalah unsur udara. Kedua unsur tersebut bisa dirasakan oleh para yogi saat mereka menaruh perhatian sungguh-sungguh ketika mengangkat kaki.

Tahap berikutnya adalah mendorong kaki ke depan. Saat kaki terdorong ke depan unsur utama yang mempengaruhi gerakan tersebut adalah unsur udara. Karena pergerakan (dalam hal ini adalah gerakan mendorong) adalah satu sifat utama dari unsur udara. Jadi, saat bersungguh-sungguh melihat gerakan kaki maju ketika melakukan meditasi jalan yogi-yogi itu sebetulnya tengah “melihat” intisari unsur udara.

Tahap meditasi jalan berikutnya adalah gerakan menurunkan kaki. Sewaktu yogi meletakkan kaki ke bawah ada sejenis kekerasan pada kaki. Kekerasan adalah karakteristik dari unsur air. Unsur air bersifat merembes dan mengental. Saat cairan menjadi berat maka ia akan mengental. Jadi, saat yogi mengalami rasa berat pada kaki mereka sebenarnya mengalami peristiwa bekerjanya unsur air.

Saat kaki menekan ke tanah/lantai yogi-yogi akan mengalami kekerasan dan kelembutan dari kaki yang menyentuh tanah atau lantai. Persinggungan antara kaki dan landasan mengalami keadaaan alaminya yang khas. Kondisi ini dipengaruhi oleh unsur tanah. Jadi dengan menaruh perhatian sungguh-sungguh saat kaki menekan landasan yogi-yogi sebenarnya bisa memetik pengalaman berupa keadaan alami yang dipengaruhi oleh unsur tanah.

Bisa dikatakan hanya dengan satu langkah para yogi bisa mengamati banyak proses. Mereka bisa mengamati empat unsur utama dan menyadari keempatnya secara alami. Keadaan ini hanya bisa “dilihat” dan dialami oleh para yogi yang berlatih dengan sungguh-sungguh.

Saat para yogi meneruskan latihan meditasi jalannya mereka akan menyadari pada setiap gerakan ada pikiran yang mencatat atau mengawasi setiap gerakan tersebut. Dengan kata lain ada gerakan mengangkat disertai munculnya pikiran yang mengawasi (mencatat) gerakan mengangkat tersebut. Selanjutnya, ada gerakan mendorong kaki ke depan disertai dengan pikiran yang mengawasi gerakan tersebut. Setelah itu ada gerakan menurunkan kaki ke landasan. Bersamaan dengan itu ada pikiran yang mengawasi gerakan tersebut. Keduanya muncul dan lenyap sampai kaki betul-betul menyentuh landasan.

Proses yang sama muncul saat melakukan gerakan menekan kaki ke landasan. Saat itu ada gerakan menekan dan munculnya pengawasan atas gerakan tersebut. Dengan cara ini para yogi akan memahami bahwa bersamaan dengan melangkah ada gerakan kesadaran atau pengawasan. Saat-saat menyadari tersebut termasuk ke dalam bekerjanya kelompok batin (dalam bahasa Pali disebut nama).

Sementara gerakan-gerakan kaki termasuk ke dalam kelompok materi atau rupa . Pada saat itu para yogi akan memahami batin dan jasmani muncul dan lenyap setiap saat.

Inilah penjelasannya. Pada satu waktu ada kaki yang terangkat dan munculnya kesadaran mengangkat. Saat berikutnya ada gerakan kaki mendorong ke depan dan kesadaran yang melihat pergerakan tersebut. Demikian seterusnya.

Dari sinilah muncul pemahaman tentang bekerjanya pasangan batin dan jasmani yang muncul dan lenyap setiap saat. Hanya saja pemahaman atau pengertian tentang muncul dan lenyapnya batin dan jasmani setiap saat ini hanya akan terjadi bagi mereka yang berlatih dengan sungguh-sungguh.

Ada hal lain yang akan ditemui para yogi. Yakni munculnya serangkaian kehendak atau maksud yang mengakibatkan terjadinya setiap gerakan. Mereka akan menyadari bahwa kaki bisa diangkat karena mereka menginginkannya. Juga, kaki terdorong ke depan karena mereka bermaksud demikian. Kaki bisa turun karena mereka menginginkannya. Begitu pula kaki bisa menekan landasan karena mereka bermaksud demikian. Jadi, hal itu bisa terjadi karena munculnya serangkaian kehendak. Kehendaklah yang mengawali setiap pergerakan. Setelah ada kehendak untuk mengangkat maka muncul proses mengangkat kaki. Setelah ada kehendak untuk mendorong maka muncul proses kaki terdorong ke depan. Demikian seterusnya.

Setelah mengamati proses ini dengan sungguh-sungguh para yogi kemudian memahami semua kemunculan itu berkondisi. Pergerakan-pergerakan itu tak akan muncul dengan sendirinya. Pergerakan-pergerakan itu tak akan terjadi tanpa adanya suatu sebab. Ada sebuah sebab atau kondisi untuk setiap pergerakan. Kondisi yang dimaksud adalah munculnya kehendak atau maksud yang mengawali setiap pergerakan. Inilah temuan berikutnya yang bisa ditemui para yogi saat mereka memberikan perhatian dengan sungguh-sungguh.

Saat seorang yogi memahami kondisi munculnya setiap pergerakan maka akan muncul pemahaman baru. Mereka memahami bahwa pergerakan itu tercipta oleh maksud atau kehendak. Mereka akan memahami bahwa maksud atau kehendak adalah kondisi yang membuat munculnya pergerakan. Pada saat inilah seorang yogi bisa memahami hubungan sebab akibat. Mereka bisa memahami hubungan antara yang dikondisikan dan yang mengkondisikan.

Saat pemahaman itu muncul yogi ini bisa saja menyingkirkan keragu-raguannya tentang batin dan jasmani. Hal ini terjadi melalui munculnya pengertian bahwa batin dan jasmani tidak akan muncul tanpa adanya suatu kondisi.

Dengan pemahaman yang jernih atas kondisi setiap benda dan dengan tersingkirnya keragu-raguan atas batin dan jasmani bisa dikatakan ia meraih tingkat mendekati seorang sotapanna ..

Sotapanna artinya pemenang arus. Seorang sotapanna adalah seseorang yang telah meraih pencerahan tingkat pertama. Seseorang yang meraih tingkat pemahaman mendekati seorang sotapanna belum benar-benar menjadi sotapanna. Tapi pihak terakhir ini sudah dipastikan hanya akan terlahir kembali ke alam manusia atau alam dewa-dewa.

Dengan demikian seseorang yang mendekati pemahaman sotapanna tak mungkin terlahir di alam-alam bawah (alam peta, binatang, atau alam-alam neraka). Pemahaman ini bisa diraih melalui meditasi jalan. Tentu saja hal ini bisa terjadi sekali lagi dengan memberikan perhatian secara teliti dan sungguh-sungguh dalam mengamati setiap pergerakan kaki.

Inilah keuntungan besar dari berlatih meditasi jalan. Tentu saja tingkat di atas tidak mudah dicapai. Tapi, bila seorang yogi mampu meraihnya bisa dipastikan ia hanya akan terlahir di alam-alam bahagia.

Saat yogi memiliki pengertian tentang muncul-lenyapnya batin dan jasmani mereka akan memahami ketidakkekalan proses melangkah. Mereka juga akan memahami ketidakkekalan kesadaran melangkah. Hal ini terjadi seiring dengan timbulnya pengertian bahwa segala sesuatu itu akan muncul dan lenyap. Akhirnya pengertian selanjutnya yang muncul adalah segala sesuatu itu bersifat tidak kekal.

Kita harus berusaha memahami apakah sesuatu itu bersifat kekal atau tidak kekal. Kita harus berusaha untuk melihat melalui kekuatan yang muncul dalam meditasi apakah benda-benda itu subyek dari proses menjadi yang kemudian lenyap. Jika meditasi kita cukup baik keadaan ini memungkinkan untuk mengamati ketidakkekalan. Setelah itu barulah seorang yogi bisa memutuskan fenomena yang tengah diselidikinya itu bersifat tidak kekal.

Melalui penyelidikannya para yogi melihat (menyadari) saat bermeditasi jalan ada gerakan mengangkat dan kesadaran yang muncul atas gerakan itu yang sesaat kemudian lenyap.

Hal ini memberi ruang atas munculnya gerakan mendorong kaki ke depan. Gerakan ini pun secara sederhana muncul dan lenyap, muncul dan lenyap (timbul tenggelam). Melalui proses ini lewat pengalamannya sendiri, pengertian muncul dalam diri para yogi.

Pemahaman ini tidak timbul dari membaca buku, diberitahu pihak lain atau adanya suatu otoritas tertentu yang mendorong munculnya pengertian ini.

Saat mengalami bahwa batin dan jasmani itu timbul dan tenggelam para yogi akan memahami batin dan jasmani itu bersifat tidak kekal. Saat mereka memahami batin dan jasmani itu bersifat tidak kekal mereka akan mengerti bahwa batin dan jasmani itu bersifat tidak memuaskan. Hal ini muncul karena ternyata batin dan jasmani berada dalam keadaan terus-menerus timbul dan tenggelam.

Setelah memahami ketidakkekalan dan tidak memuaskannya benda-benda akan muncul suatu penyelidikan yang memunculkan pengertian bahwa di sana tak ada “tuan” dari benda-benda tersebut. Atau dengan kata lain, mereka menyadari tak ada jiwa atau diri di dalam benda-benda yang memerintah mereka untuk menjadi kekal.

Benda-benda hanya timbul dan tenggelam mengikuti hukum alam. Dengan memiliki pemahaman semacam ini yogi-yogi memahami sifat ketiga dari fenomena yang berkondisi, yakni sifat dari anatta. Bahwa benda-benda tak memiliki “diri” di dalamnya. Salah satu arti dari anatta adalah tak ada tuan (majikan) tiada apapun, tak ada kekuatan apapun, tak ada jiwa dibalik fenomena-fenomena tersebut.

Pada kondisi ini yogi-yogi bisa memahami sifat ketiga dari semua fenomena yang berkondisi yakni bersifat tidak kekal, penuh penderitaan dan tak ada inti yang kekal di dalamnya (dalam Pali disebut bersifat, anicca, dukkha dan anatta).

Para yogi bisa memahami ketiga sifat tersebut dengan penyelidikan secara tekun saat kaki naik dan kesadaran yang muncul saat menaikkan kaki dan seterusnya.

Dengan memberikan perhatian penuh atas gerakan tersebut mereka melihat benda-benda timbul-tenggelam terus-menerus. Akibatnya mereka bisa melihat anicca, dukkha dan anatta dari semua fenomena secara alami.

Sekarang izinkan kami untuk menjelaskan lebih terperinci tentang pergerakan dalam meditasi jalan. Umpamanya seseorang mengambil gambar bergerak dari proses mengangkat kaki. Lebih jauh, umpamanya, naiknya kaki berkisar satu detik. Katakanlah ada kamera yang bisa merekam gerakan tersebut. Sehingga kamera ini bisa mengambil gambar dari gerakan itu sebanyak 36 bingkai dalam satu detik.

Setelah gambar itu terekam kita bisa mengamati rangkaian pergerakan dalam bingkai-bingkai yang terpisah itu.

Terlihat rangkaian pergerakan itu berbeda satu sama lainnya. Meski perbedaan itu kecil sekali tapi seseorang bisa dengan mudah melihat perbedaan tersebut.

Bagaimana jika ada kamera yang bisa mengambil gambar dari pergerakan mengangkat kaki sebanyak 1000 bingkai dalam satu detik? Bila ada kamera demikian maka akan dihasilkan rekaman seribu pergerakan dalam satu detik. Meskipun, tentunya, rangkaian gambar pergerakan itu hampir-hampir sulit dibedakan. Sekarang akan semakin sulit melihat perbedaan pergerakan dalam bingkai gambar dari hasil rekaman kamera yang bisa mengambil gambar satu juta bingkai dalam satu detik. Inilah kenyataannya, ternyata ada satu juta proses pergerakan mengangkat kaki dimana kita menganggapnya sebagai satu gerakan belaka.

Usaha yang dikerahkan saat bermeditasi jalan adalah melihat gerakan kita secara cermat secermat kamera berkekuatan tinggi melihatnya bingkai demi bingkai. Kita pun perlu menyelidiki kekuatan kesadaran dan kekuatan kehendak yang muncul di awal setiap pergerakan.

Dengan cara semacam inilah akan muncul penghargaan dan penghormatan atas perjuangan, kebijaksanaan dan pandangan terang Sang Buddha atas apa yang beliau lihat dari pergerakan-pergerakan tersebut.

Saat menggunakan kata “melihat” atau “mengamati” yang merujuk pada situasi diri sendiri, hal ini dimaksudkan secara langsung melihat dan juga menarik kesimpulan; bahwa kita tak akan mungkin melihat secara langsung seluruh satu juta gerakan seperti yang bisa dilihat oleh Sang Buddha.

Sebelum mulai berlatih meditasi jalan mungkin para yogi pernah berpikir satu langkah hanya terdiri dari satu gerakan.

Setelah berlatih meditasi dan mengamati dengan penuh perhatian para yogi akan tahu meski hanya satu pergerakan (dari jumlah keseluruhan 4 tahapan gerak) sebenarnya pergerakan itu gabungan dari jutaan gerak.

Dari proses ini mereka melihat batin dan jasmani, timbul tenggelam, sebagai ketidakkekalan.

Dengan pandangan biasa seseorang tak akan mampu melihat ketidakkekalan dari benda-benda karena ketidakkekalan tersembunyi oleh khayalan.

Kita berpikir, sebagai umat awam, yang melihat saat melangkah hanya berupa satu gerakan tak terputus. Namun dengan mengamati lebih jernih kita bisa mengetahui bahwa gerakan itu terdiri dari banyak gerak yang berkesinambungan dalam membentuk satu-kesatuan gerak.

Demikian pula dengan yang terjadi pada khayalan atas ketidakterputusan bisa dipatahkan.

Khayalan ini bisa dipatahkan oleh pengamatan langsung atas fenomena jasmani sedikit demi sedikit, setahap demi setahap sebagaimana adanya sehingga khayalan tersebut bisa dihancurkan.

Nilai dari meditasi ini bersandar pada kemampuan kita untuk menyingkirkan selubung ketidakterputusan dengan menemui keadaan alami atas ketidakkekalan. Para yogi bisa menemukan ketidakkekalan sebagaimana adanya secara langsung melalui daya upaya mereka sendiri.

Setelah menyadari bahwa benda-benda merupakan gabungan dari bagian-bagian yang muncul sedikit demi sedikit dan setelah mengamati bagian-bagian ini satu demi satu, para yogi akan menyadari sesungguhnya tak ada apapun di dunia ini yang cukup berharga untuk dilekati atau diidam-idamkan. Jika melihat sesuatu yang sekilas kita pikir cantik ternyata si cantik itu berlubang-lubang, mudah busuk dan hancur. Karenanya kita akan kehilangan keterikatan atasnya.

Sebagai contoh kita mungkin melihat sebuah lukisan indah yang digoreskan pada suatu kanvas. Saat itu kita berpikir cat dan kanvas secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan. Jika lukisan tersebut ditaruh di bawah mikroskop kita akan melihat ternyata gambar tersebut tidak padat dan merupakan satu kesatuan. Karena ternyata lukisan tersebut terdiri dari banyak lubang dan rongga-rongga.

Setelah melihat lukisan tersebut merupakan gabungan dari ruang-ruang kita akan kehilangan ketertarikan padanya. Dengan kata lain ketertarikan kita pada lukisan tersebut akan padam. Ahli fisika modern tahu hal ini dengan baik. Mereka telah mengamatinya dengan peralatan sangat canggih bahwa materi hanyalah gabungan getaran partikel-partikel dan energi yang berubah terus-menerus. Tak ada suatu inti sari yang kekal di dalamnya.

Dengan menyadari ketidakkekalan yang tiada akhir ini para yogi tahu benar-benar tidak ada apapun yang cukup berharga untuk diidam-idamkan. Tak ada apapun yang cukup berharga untuk digenggam di dunia fenomena ini.

Sekarang kita bisa memahami alasan mengapa perlu berlatih meditasi. Kita berlatih meditasi karena ingin menyingkirkan kemelekatan dan kerinduan terhadap obyek-obyek. Itu terjadi melalui pengertian atas merealisir ketiga keberadaan anicca, dukkha dan anatta dari benda-benda secara apa adanya. Dengan cara itulah kita bisa menyingkirkan kerinduan.

Kita ingin menyingkirkan kerinduan karena tidak ingin menderita. Kita harus mengenyahkan kerinduan dan kemelekatan. Kita harus memahami bahwa segala sesuatu muncul dan lenyap. Tak ada substansi yang kekal di dalamnya.

Sekali kita mampu menyadari hal ini maka kita akan mampu menyingkirkan kemelekatan terhadap benda-benda. Sepanjang belum mampu menyadari kebenaran ini, sebanyak apapun buku yang dibaca atau bahan yang didiskusikan (mendiskusikan tentang bagaimana menyingkirkan kemelekatan) kita tidak akan mampu mengenyahkan kemelekatan tersebut. Maka sangat diperlukan memiliki pengalaman langsung bahwa semua benda yang berkondisi adalah tanda dari keberadaan ketiga sifat dasar tersebut.

Lebih jauh kita harus memberikan perhatian penuh saat bermeditasi jalan sama seperti yang kita lakukan saat duduk bermeditasi atau berbaring.

Saya tidak sedang berusaha mengatakan bahwa dengan mempraktekkan meditasi jalan bisa memberikan kesadaran tertinggi dan kemampuan untuk sepenuhnya mengusir kemelekatan. Meski begitu meditasi jalan bisa seakurat seperti meditasi duduk atau jenis posisi meditasi vipassana yang manapun. Meditasi jalan bisa mengakibatkan berkembangnya kekuatan spiritual. Meditasi jalan juga sekuat kesadaran murni melihat kembung dan kempisnya perut. Meditasi jalan juga bisa menjadi alat yang tepat guna menolong kita menyingkirkan kekotoran batin. Meditasi jalan bisa menolong kita meraih pandangan terang melalui melihat ke dalam benda-benda apa adanya.

Selebihnya kita harus berlatih meditasi jalan dengan sungguh-sungguh sama seperti waktu berlatih meditasi duduk atau posisi lainnya. Dengan mempraktekkan semua sikap tubuh dalam meditasi vipassana, termasuk sikap tubuh berdiri, semoga semua yogi bisa meraih pemurnian sepenuhnya dalam kehidupan ini.

ooooo000ooooo



RIWAYAT SINGKAT SAYADAW U SILANANDA



Sayadaw U Silananda adalah salah satu dari sekian banyak murid guru meditasi terkenal dari Myanmar, Mahasi Sayadaw, yang beliau utus untuk menyebarkan dhamma ke negara-negara barat. Beliau dikirim ke Amerika Serikat bersama beberapa rekan bhikkhu lainnya. Di negara ini beliau menyebarkan dhamma dalam berbagai bentuk mulai dari mengajar, berceramah sampai melakukan bimbingan meditasi yang intensif.

Sayadaw U Silananda mengawali hidup kebhikkhuan pada tahun 1947. Beliau beruntung mendapat bimbingan langsung dari Mahasi Sayadaw yang sangat terkenal.

Selain dikenal sebagai praktisi meditasi yang tekun beliau pun secara akademik cerdas. Terbukti pemerintah memberinya dua gelar guru dhamma (Dhammacariya) kepada beliau.

Tujuh tahun sejak penahbisannya beliau menjabat sebagai salah satu penyunting utama naskah Pali, komentar dan sub komentar pada konsili Buddhis ke-enam yang berlangsung di tahun 1954. Pada tahun yang sama itu pula beliau diangkat sebagai ketua dewan penyusun kamus Pali Myanmar .

Beliau memiliki jabatan-jabatan fungsional di lembaga-lembaga resmi baik di Myanmar, negeri asalnya (yang dulu bernama Burma) maupun di luar negeri.

Di dalam negeri beliau menjabat sebagai dosen pada Universitas Pali Atithokdayone, serta sebagai penguji kehormatan pada Departemen Studi Oriental Universitas Seni dan Ilmu Pengetahuan di Mandalay, Myanmar bagian utara.

Pada tahun 1979 Mahasi Sayadaw mengirim para murid utamanya ke Eropa dan Amerika Serikat. Sayadaw U Silananda adalah salah satu murid beliau yang dikirim ke Amerika Serikat. Selama di negeri Paman Sam ini beliau menyelenggarakan meditasi vipassana secara teratur dan menerima banyak murid dari berbagai kalangan baik dari imigran keturunan Asia maupun masyarakat lokal. Selain membimbing vipassana bhavana beliau mengajar Abidhamma dan bahasa Pali serta memberikan pengajaran Buddhis lainnya.

Pada tahun 1993 beliau kembali ke Myanmar sebentar. Di sana beliau dianugerahi gelar kehormatan Aggamahapandita oleh pemerintah. Enam tahun kemudian beliau kembali pulang. Sekali lagi beliau dianugerahi gelar Aggamahasaddhamma Jotika.

Pada saat yang sama beliau diangkat sebagai rektor di International Theravada Buddhist Misionary University yang terletak di Ibukota Yangoon Myanmar.

Daerah penyebaran dhamma beliau sangat luas. Selain Amerika Serikat beliau juga membabarkan dhamma ke beberapa negara Eropa dan Asia termasuk Jepang. Murid-murid beliau datang dari berbagai kalangan mulai dari perumahtangga, pejabat, para mahasiswa sampai para bhikkhu.

Dhamma yang beliau ajarkan disampaikan melalui berbagai bahasa, tergantung dari pendengarnya, mulai dari bahasa Inggris, Pali sampai Sansekerta. Selain memberikan ceramah-ceramah dhamma beliau pun menyempatkan diri untuk menulis buku-buku dhamma diantaranya buku Meditasi Jalan yang terjemahannya sedang anda baca saat ini. Umumnya buku-buku tersebut ditulis dalam bahasa Burma dan Inggris.

Pada tahun 2005 ada sebuah ajang internasional di Myanmar yakni World Buddhist Summit. Pada event tersebut beliau bertindak sebagai ketua. Para peserta konferensi tingkat tinggi buddhis internasional itu datang dari berbagai negara termasuk beberapa bhikkhu Theravada dari Indonesia.

Pada bulan Januari 2005 beliau melakukan perjalanan singkat ke Indonesia. Di negeri ini beliau menyempatkan diri mengunjungi Borobudur setelah memberikan ceramah dhamma di Jakarta. Sekembalinya dari Indonesia kesehatan beliau terus menurun. Penyakit kanker otak yang diderita membuat beliau dilarikan ke rumah sakit.

Sayadaw U Silananda yang merintis pendirian Vihara Dhammananda (di Halfmoon Bay, California) sekaligus ketua vihara ini menghembuskan nafas terakhir pada pagi hari pukul 07:24 waktu setempat tanggal 13 Agustus 2005. Menurut penuturan para dokter beliau meninggal dengan tenang.

KENANGAN PARA SAHABAT :

Sayadaw U Sobana (84 tahun) :

Sayadaw U Sobana bertemu yuniornya ini pada pertama kali saat mempersiapkan Konsili Buddhist ke-enam di Kaba Aye, sebuah pagoda bernama “dunia damai”, di Yangoon Myanmar tahun 1952.

Setahun kemudian keduanya berpisah karena Sayadaw U Sobana dikirim ke Colombo, Sri Lanka, untuk menjalankan tugas-tugas dalam Buddha Sasana di negeri Buddhis tersebut.

Sayadaw U Silananda bergabung dengan beliau setahun setelahnya yakni di tahun 1954. Di tempat barunya Sayadaw U Silananda kuliah di sebuah universitas dan menyelesaikan kuliah itu di tahun 1956.

Sayadaw U Sobana hanya mendapatkan satu kesan, yakni kesan baik, dari yuniornya ini. Sang yunior, Sayadaw U Silananda selalu memperlakukan Sayadaw U Sobana sebagai saudara tua. Pada saat-saat tertentu Sayadaw U Silananda datang kepada saudara tuanya untuk meminta nasehat.

Pada saat Sayadaw U Sobana berada di Bangkok Thailand untuk membantu mengembangkan Buddha Dhamma beliau mendapat undangan yuniornya, Sayadaw U Silananda, untuk berkunjung ke Amerika Serikat. Waktu itu Sayadaw U Silananda telah berhasil merintis berdirinya Vihara Dhammananda.

Selama tinggal dengan yuniornya Sayadaw U Sobana melihat hidup keseharian saudara mudanya yang begitu sederhana. Demikian pula beliau melihat saudara mudanya ini melakukan aneka jenis ritual buddhis secara sederhana pula. Sayadaw U Silananda memang tidak mendukung upacara, ritual buddhis yang rumit dan mewah.

Sayadaw U Sobana berpesan agar para umat yang pernah mendapatkan pengajaran dari Sayadaw U Silananda mampu menjaga warisan yang telah ditinggalkan guru mereka, yakni dhamma itu sendiri.

Sayadaw U Jotalanka :

Sayadaw U Jotalanka mengekspresikan meninggalnya Sang guru, Sayadaw U Silananda, sebagai sebuah kehilangan besar yang sulit tergantikan.

Sayadaw U Jotalanka adalah salah satu mahasiswa Sayadaw U Silananda saat beliau menuntut ilmu di Mandalay, Myanmar, antara tahun 1970-1974. Beliau sebenarnya ingin melanjutkan studinya sampai rampung tapi banyak tugas-tugas pengembangan dhamma yang harus beliau kerjakan. Atas saran gurunya maka Sayadaw U Jotalanka dikirim ke Jepang untuk membantu pengembangan dhamma di sana. Saat beliau bermukim di negeri matahari terbit ini gurunya memintanya ke Amerika Serikat dan bergabung bersamaNya untuk mengembangkan dhamma di sana.

Sayadaw U Jotalanka berkomentar tentang meninggalnya Sang guru sebagai berikut, “Kami semua sedih. Tapi kita harus belajar dari Buddha Dhamma sesuatu yang sangat berharga melalui sakit yang diderita beliau dan kepergianNya. Bahwa setiap orang pasti akan mengalami realitas seperti kematian. Kita harus berusaha sebaik-baiknya untuk menjaga warisan yang beliau tinggalkan yakni ajaran dan praktek dhamma.”

President TBSA dan dr Than Htay (saudara perempuan dari Sayadaw U Silanada):

Beberapa hari sebelum meninggal dunia sebagian organ dalam beliau seperti ginjal dan lever tidak berfungsi dengan baik. Selain itu proses pengobatan yang beliau jalani membuahkan akibat sampingan. Meski tidak memiliki sejarah sakit kencing manis kadar gula darah beliau meninggi sebagai akibat sampingan pengobatan yang dilakukan.

Setelah berunding dengan para dokter setempat keduanya memutuskan untuk menempatkan Sayadaw U Silananda di luar ruang ICU (Intensive Care Unit). Maklum ruang ICU sangat ketat, tidak boleh sembarangan dimasuki orang. Hal ini menyulitkan para umatNya untuk menjenguk beliau di saat-saat terakhirNya.

Kemudian beliau dipindahkan ke ruang perawatan semi ICU. Di ruang barunya ini Sayadaw tetap bisa menggunakan jubah kuningnya dan bercukur. Disamping itu para umatpun bisa menjenguk dan memberi hormat kepada beliau. Meski ruang perawatannya dipindah beliau tetap mendapatkan perawatan dan pengobatan sebagaimana mestinya.

“Kita telah kehilangan guru yang tak tergantikan. Seorang guru yang dikenal memiliki pariyatti, paripatti dan pariveda dhamma,” kata dr. Than Htay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar