BAKTI KEPADA ORANG TUA 
 Oleh : Mettadewi W., S.H., Ag. 
PENDAHULUAN 
Di dunia ini sering dijumpai anak-anak  yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Mereka sering menyalahkan orang  tuanya karena mereka menganggap bahwa orang tuanya tidak memberikan  cinta kasih dan perhatian yang penuh kepada mereka. Mereka selalu  menuntut cinta kasih dan perhatian dari orang tuanya karena mereka  menganggap bahwa cinta kasih dan perhatian itu wajib diberikan oleh  orang tua kepada mereka.. Mereka tidak menyadari bahwa anak yang baik  seyogyanya tidak menuntut cinta kasih dan perhatian, tetapi melakukan  kewajibannya dengan baik. 
Di dunia ini sering dijumpai anak-anak  yang selalu menuntut agar orang tuanya dapat menjadi manusia yang  sempurna dalam berbagai hal, seperti Ariya Puggala (makhluk  suci). Anak-anak selalu menuntut agar orang tuanya berkelakuan baik dan  bertutur kata ramah, tanpa pernah mengoreksi dirinya sendiri. Anak-anak  selalu melihat sifat-sifat buruk yang dimilikinya oleh orang tuanya,  tanpa pernah menyadari bahwa orang tuanya yang belum mencapai kesucian  itu masih dapat berbuat salah. Anak-anak selalu mencela dan membenci  orang tuanya jika orang tuanya berbuat salah. Tanpa pernah berusaha  memberitahu kesalahan orang tuanya dengan cara yang bijaksana. Anak-anak  tidak pernah menyadari bahwa orang tuanya dapat berwatak keras itu  sesungguhnya karena pengalaman masa lalunya. Anak-anak tidak pernah  menyadari bahwa sesungguhnya tidak mudah untuk merubah sifat dan watak  orang tuanya yang keras itu. Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa jika  mereka tidak dapat merubah sifat dan watak orang tuanya yang keras itu,  maka seharusnyalah mereka merubah pikiranya sendiri. Di dunia ini sering dijumpai anak-anak  yang tidak menghormati dan tidak patuh kepada orang tuanya. Mereka  sering mendelik, menentang, dan membangkang orang tuanya. Mereka datang  dan pergi dari rumah tanpa memberitahukan kepada orang tuanya. Mereka  pergi meninggalkan rumah pagi-pagi sekali dan kembali sampai jauh malam.  Mereka tidak mengacuhkan teguran-teguran dan peringatan-peringatan yang  diberikan orang tuanya. 
Di dunia ini sering dijumpai anak-anak  yang sukar dididik dan diatur. Mereka keras kepala, malas, dan dungu.  Mereka tidak mempunyai keinginan untuk belajar. Mereka berteman dengan  orang-orang jahat dan segera meniru kebiasaan-kebiasaan jahat tersebut.  Mereka menjadi nakal, suka berkelahi, gemar berjudi, tidak perduli lagi  pada moral, terjerumus dalam kehidupan seks yang salah, masuk dalam  kenikmatan narkotika, ganja, dan sejenisnya. Kemudian, mereka menarik  saudara-saudaranya untuk ikut berbuat jahat, sehingga menambah kesedihan  ornag tuanya. 
Di dunia ini sering dijumpai anak-anak  yang tidak memperdulikan kesejahteraan, kebahagiaan, dan kesehatam  orangtuanya. Mereka tidak pernah menanyakan apakah orangtuanya tidak  menderita panas atau dingin, lapar atau haus. Mereka tidak pernah  menanyakan, apakah orangtuanya dapat tidur nyenyak dan beristirahat  dengan tenang. Mereka tidak pernah menanyakan apakah orangtuanya tidak  menderita sakit apapun. Mereka tidak pernah melayani orangtuanya dengan  baik. Mereka tidak pernah memperhatikan kesusahan orangtuanya, Mereka  tidak pernah mengetahui bahwa orangtuanya sering menangis, meratap, dan  berkeluh kesah. 
Di dunia ini sering dijumpai anak-anak  yang melupakan kebaikan orang tuanya. Mereka tidak menyadari pengorbanan  yang amat besar yang telah diberikan oleh orang tuanya kepada mereka.  Mereka tidak tahu berterima kasih kepada orang tuanya. Mereka tidak  berbakti kepada orang tuanya. Mereka tidak berusaha menghibur dan  membahagiakan orang tuanya. Mereka tidak berusaha memenuhi  keinginan-keinginan orang tuanya. Mereka baru menyadari semua itu ketika  orang tuanya sudah meninggal dunia. Mereka baru menyesali semua sikap  dan tingkah lakunya sebagai anak yang tidak berbakti. Penyesalan memang  selalu datang terlambat. 
Dalam kitab suci Dhammapada Bab V  ayat 67, Sang Buddha bersabda,
“Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan 
membuat seseorang menyesal,
maka perbuatan itu tidak baik.
Orang itu akan menerima akibat perbuatannya
dengan ratap tangis dan
wajah yang bergelimang air mata.”
membuat seseorang menyesal,
maka perbuatan itu tidak baik.
Orang itu akan menerima akibat perbuatannya
dengan ratap tangis dan
wajah yang bergelimang air mata.”
PENGORBANAN ORANG TUA
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan  manusia didunia ini tidak terlepas dari jasa dan pengorbanan orang  tuanya. Pengorbanan orang tua telah diberikan sejak ibu mengandung,  melahirkan, sampai anak-anaknya dewasa dan menikah, bahkan sampai orang  tua meninggal dunia. Orang tua selalu berkorban untuk anak-anaknya,  paling tidak dengan pemikiran kehidupan anak-anaknya. 
Pada saat ibu mengandung badannya  seolah-olah menjadi seberat gunung. Selama mengandung, ibunya merasakan  kesusahan setiap kali bangun tidur, seolah-olah mengangkat beban yang  berat. Sepanjang hari, ibu terasa mengantuk dan lamban. Seperti orang  sakit parah, ibu tidak mampu menelan makanan dan minumam dengan baik.  Setiap hari ibu selalu gelisah memikirkan anaknya yang akan lahir,  apakah cacat atau normal. Ibu juga khawatir dan takut akan kematian. 
Setelah sepuluh bulan berlalu, ibu  menderita berbagai macam kesakitan waktu melahirkan. Ibu mempertaruhkan  kehidupannya sendiri pada saat melahirkan anaknya. Darah ibu mengalir  laksana darah seekor domba yang mengucur ketika disembelih. Ibu sangat  letih dalam badan dan pikiran. Namun, ketika mendengar bahwa anaknya  terlahir normal dan sehat, ia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah.  Tetapi sesudah itu, kesedihan datang kembali, karena rasa sakit kembali  menyerang tubuhnya untuk beberapa waktu lamanya. 
Setelah anak lahir, ibu menggendongnya  dan memberikan air susu yang merupakan darahnya sendiri. Ibu mengasuh  anaknya dengan penuh kasih sayang. Ibu membersihkan kotoran anaknya  tanpa merasa jijik. Ibu dan juga ayah menjaga anaknya siang dan malam.  Mereka tidak pernah tidur nyenyak, karena selalu diganggu oleh tangis  anaknya. Mereka tidak pernah memikirkan rasa laparnya, tetapi mereka  selalu mengusahakan agar anaknya mendapat makanan dan minuman yang  cukup. 
Ibu dan ayah selalu mencintai dan  berusaha membahagiakan anak-anaknya. Mereka selaku berusaha memberikan  yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan rela, mereka menderita untuk  kepentingan anak-anaknya. Mereka, terutama ayah, berusaha bekerja keras  mencari uang untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Mereka berusaha  memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada  anak-anaknya, sehingga kelak anak-anaknya dapat bekerja sendiri. 
Orang tua memikirkan anak-anaknya. Orang  tua ikut bersuka cita akan kebahagiaan anak-anaknya dan turut berduka  akan kesulitan anak-anaknya. Bila anak bekerja berat, orang tuanya  merasa sedih. Bila anak bepergian jauh, orang tua merasa khawatir akan  keadaan anaknya. Dari pagi hingga malam, hati mereka selalu bersama  anak-anaknya. Mereka selalu berdoa agar anak-anaknya selamat sejahtera,  dan bahagia. 
Orang tua tidak pernah merasa bosan untuk  mendidik dan membimbing anak-anaknya. Mereka mengajarkan sila atau  kelakuan bermoral kepada anak-anaknya, dengan harapan agar anak-anaknya  dapat tumbuh menjadi manusia yang bermoral baik. Mereka berusaha  menumbuhkan hiri (malu berbuat jahat) dan ottappa (takut akan akibat  perbuatan jahat) dalam diri anak-anaknya. Mereka berusaha menanakan  ajaran cinta kasih, kerelaan memberi, menghormati yang lebih tua,  toleransi, sopan santun, mempunyai tanggung jawab, dan lain-lain. 
Orang tua selalu berusaha melaksanakan  kewajiban-kewajibannya, seperti yang tercantum dalam Sigalovada  Sutta, dengan baik dan secara ikhlas. Terdapat lima kewajiban orang  tua terhadap anak-anaknya, yaitu : 
1. Mencegah anaknya berbuat jahat. 
2. Menganjurkan anaknya berbuat baik
3. Melatih anaknya untuk dapat bekerja sendiri
4. Mempersiapkan pasangan yang sesuai bagi anaknya.
5. Memberikan warisan pada waktu yang tepat.
2. Menganjurkan anaknya berbuat baik
3. Melatih anaknya untuk dapat bekerja sendiri
4. Mempersiapkan pasangan yang sesuai bagi anaknya.
5. Memberikan warisan pada waktu yang tepat.
BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA 
Jasa orang tua amat besar dan sulit  terbalas oleh anak-anaknya selama hidupnya. Dalam Anguttara Nikaya  Bab IV ayat 2 Sang Buddha memberikan perumpamaan sebagai berikut : “  Bila seorang anak menggendong ayahnya dipundak kiri dan ibunya di  pundak kanan selama seratus tahun, maka anak tersebut belum cukup  membalas jasa kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.” 
Anak-anak amat berhutang budi kepada  orang tuanya. Tanpa kasih sayang dan pengorbanan orang tua, anak-anak  tidak mungkin dapat hidup bahagia. Sang Buddha pernah mengatakan bahwa  orang tua laksana “ Brahma” bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu, Anak-anak  seyogyanya berbakti kepada orang tuanya. Sanak-anak seyogyanya merasa  gembira dan bahagia bila berkumpul dengan orang tuanya. Anak-anak  seyogyanya berlaku baik dan sopan terhadap orang tuanya. 
Dalam Dhammapada bab XXIII ayat 332,  Sang Buddha bersabda, “Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu  kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap ayah juga merupakan  kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan  dalam dunia ini, berlaku baik terhadap Para Ariya juga merupakan  kebahagiaan.” 
Anak–anak seyogyanya berusaha melakukan  kewajibannya sebagai anak dengan sebaik-baiknya. Dalam Sigalovada Sutta  diuraikan mengenai 5 macam kewajiban anak kepada orang tuanya, yaitu, 
- Merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya terutama dihari tua mereka.
 - Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.
 - Menjaga nama baik dan kehormatan keluarganya.
 - Mempertahankan kekayaan keluarga, tidak menghambur-hamburkan harta orang tua dengan sia-sia.
 - Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia.
 
1. Merawat dan menunjang kehidupan orang  tua. 
Anak-anak seyogyanya merawat dan  menunjang kehidupan orang tuanya yang telah tua dengan hati yang tulus  ikhlas. Anak-anak seyogyanya menanyakan kesehatan orang tuanya. Jika  sakit, anak-anak seyogyanya mengajak orang tuanya berobat ke dokter,  membantu meminumkan obat, menghiburnya, dan sebagainya. Anak anak  seyogyanya membawakan makanan dan minuman yang enak bagi orang tuanya.  Anak-anak seyogyanya menyempatkan diri untuk menemani orang tuanya pergi  ke Vihara atau jalan-jalan ke tempat rekreasi. 
Anak-anak seyogyanya menyediakan tempat  tinggal yang layak bagi orang tuanya yang ingin menginap. Anak-anaknya  tidak patut menolak kedatangan orang tuanya yang ingin menginap.  Anak-anak tidak patut saling melempar tanggung jawab diantara mereka  dalam hal merawat dan menampung orang tuanya. Seharusnya anak berbahagia  jika orang tuanya memilih tinggal dirumahnya, karena anak tersebut  mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membalas kebaikan orang tuanya.  Anak yang berbakti tidak akan menempatkan orang tuanya di rumah jompo,  walaupun dengan alasan orang tuanya lebih senang karena banyak teman. 
2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan  orang tuanya. 
Setiap manusia yang hidup di dunia ini  pasti mempunyai barbagai masalah, termasuk orang tu kita. Anak-anak  seyogyanya berusaha membebaskan orang tuanya dari berbagai masalah dan  kekhawatiran. Anak-anak seyogyanya menanyakan masalah-masalah yang  dihadapi oleh orang tuanya dengan lemah lembut. Kemudian, anak-anak  berusaha menghibur orang tuanya dengan mengatakan bahwa semua masalah  pasti dapat terpecahkan. Tidak ada problem yang tidak terselesaikan.  Tidak ada kesulitan yang tidak ada akhirnya. Selanjutnya, anak-anak  berusaha membantu memecahkan masalah-masalah orang tuanya tersebut. 
3. Menjaga nama baik dan kehormatan  keluarga. 
Anak-anak seyogyanya bertutur kata sopan  dan berkelakuan baik. Anak-anak seyogyanya menjalankan Pancasila Buddhis  dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti berusaha menghindari  kejahatan. Anak-anak seyogyanya berusaha menambah kebaikan dengan  berdana dan lain-lain. Anak-anak seyogyanya berusaha membersihkan  pikirannya dari lobha (keserakahan), dosa (  kebencian), dan moha ( kebodohan). Anak-anak seyogyanya  berusaha mengembangkan nialai-nilai spiritual dalam batinnya; melatih  diri untuk menjadi baik; melatih kesabaran, toleransi, simpati, rendah  hati, ramah, jujur, bijaksana, dan memiliki kesederhanaan. Dengan  mempraktekkan ajaran-ajaran Sang Buddha dalan kehidupan sehari-hari  anak, tersebut telah dapat menjaga nama baik dan kehormatan keluarga. 
4. Mempertahankan kekayaan keluarga. 
Hasil jerih payah orang tua selama hidup  merupakan harta warisan yang perlu di jaga agar dapat membawa manfaat.  Anak-anak harus memanfaatkan harta tersebut dangan sebaik-baiknya untuk  kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. 
5. Memberikan jasa-jasa kebahagiaan  kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia. 
Setelah orang tua meninggal dunia,  anak-anak patut melakukan pattidana atau berbuat jasa kebaikan yang  dilimpahkan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia tersebut.  Jasa-jasa kebaikan yang dapat dilakukan oleh anak itu antara lain: 
- Memanjatkan paritta-paritta suci
 - Mencetak buku-buku Dhamma.
 - Berdana kepada vihara-vihara yang membutuhkan
 - Mempersembahkan jubah, Makanan, obat-obatan kepada Bhikkhu Sangha.
 - Melepas semua makhluk hidup, seperti burung, kura-kura, ikan.
 
Itulah lima kewajiban yang seyogyanya  dilakukan oleh anak kepada orang tuanya. Anak-anak seyogyanya berbakti  kepada orang tua ketika masih hidup, karena itu akan lebih besar  manfaatnya jika dibandingkan setelah orang tua meninggal dunia.  Anak-anak seyogyanya berusaha menyempatkan diri di antara  kesibukan-kesibukannya untuk mengunjungi dan memperhatikan orang tuanya.  Jika anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian dari orang tuanya, maka  sesungguhnya orang tua juga membutuhkan cinta dan perhatian dari  anak-anaknya. 
Dalam masyarakat kadang-kadang terjadi  bahwa anak-anak yang sudah menikah mendapat banyak rintangan ketika  ingin berbakti kepada orang tuanya. Anak laki-laki yang sudah menikah  mungkin diancam oleh isterinya sedemikian rupa, sehingga ia takut dan  mengikuti segala keinginan isterinya untuk tidak membantu dan  memperhatikan orang tuanya. 
Hal ini dapat pula terjadi terhadap  anak-anak perempuan yang sudah menikah. Ia dilarang oleh suaminya untuk  berhubungan dengan orang tuanya. Ia dilarang untuk membantu orang tuanya  yang kadang-kadang memang sedang dalam kesulitan. Ia tidak didukung  oleh suaminya ketika ingin berbakti kepada ornag tuanya, bahkan ia  dikritik dan dicela. Akhirnya, ia akan menjadi ragu dan bimbang, dan  kemudian berhenti berbakti kepada orang tuanya. Sebab, ia tidak memiliki  keberanian untuk merealisasikan niat baiknya itu. Ia menyadari semua  tindakannya yang keliru setelah orang tuanya meninggal dunia. Ia  menyesal, tetapi terlambat. Yang ia dapat lakukan kemudian adalah  pelimpahan jasa atau pattidana. 
Sesungguhnya, umat Buddha yang baik tidak  gentar terhadap kritikan dan celaan, apalagi dalam hal berbuat baik,  seperti berbakti kepada orang tua. Sang Buddha pernah mengatakan, “  Janganlah berhenti berbuat baik hanya karena Anda dikritik. Jika Anda  memiliki keberanian untuk melaksanakan perbuatan baik, walaupun  dikritik, maka sesungguhnya Andalah orang besar dan dapat berhasil  dimana pun.” 
Sesungguhnya, anak-anak yang baik akan  tetap berbakti kepada orang tuanya walaupun orang tuanya berwatak keras  dan berkelakuan buruk. Anak-anak yang baik akan menyadari kebenaran  hukum karma, bahwa ia bisa mempunyai orang tua yang berwatak keras dan  berkelakuan buruk itu juga disebabkan oleh karma lalunya yang kurang  baik. Anak-anak yang baik tidak akan mencela dan membenci orang tuanya  yang berbuat salah, karena ia meyadari bahwa orang tuanya yang belum  mencapai kesucian itu masih bisa berbuat salah. Anak-anak yang baik  tidak akan menganiaya atau membunuh orang tuanya yang mencaci makinya,  karena ia memiliki hiri dan ottappa. Anak-anak yang baik akan dapat  menerima kenyataan bahwa orang tuanya memiliki kekurangan-kekurangan.  Anak-anak yang baik akan memberikan maaf kepada orang tuanya yang  melakukan kesalahan-kesalahan. Selanjutnya, anak-anak yang baik akan  berusaha melihat sifat-sifat baik yang dimiliki oleh orang tuanya, dan  berusaha menyayangi orang tuanya dengan sepenuh hati, serta membimbing  orang tuanya ke jalan yang benar dengan cara yang bijaksana. 
Dalam Angguttara Nikaya Bab IV  ayat 2, Sang Buddha juga memberikan petunjuk mengenai cara terbaik untuk  membalas budi dan jasa kebaikan orang tuanya, yaitu sebagai berikut : 
“ Apabila anak dapat mendorong orang  tuanya yang belum mempunyai keyakinan terhadap Tiratana (Buddha, Dhamma,  dan Sangha), sehingga mempunyai keyakinan kepada Tiratana; apabila anak  dapat membuka mata hati orang tua untuk hidup sesuai dengan Dhamma,  membimbing mereka untuk memupuk kamma baik, berdana, melaksanakan sila,  mengorong mereka mengembangkan kebijaksanaan, maka anak tersebut dapat  membalas budi dan jasa-jasa kebaikan orang tuanya.” 
Sesungguhnya, dengan berbuat demikian,  selain anak tersebut telah membalas jasa-jasa orang tuanya, ia juga  telah menumpuk karma-karma baik bagi dirinya sendiri. 
Sumber : 
BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA ( Kumpulan Tulisan)
Oleh : Mettadewi W., S.H., Ag.
Diterbitkan oleh Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta
Cetakan pertama, Juli 1999
BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA ( Kumpulan Tulisan)
Oleh : Mettadewi W., S.H., Ag.
Diterbitkan oleh Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta
Cetakan pertama, Juli 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar