Tradisi

Therawada (150) Mahayana (24) Vajrayana (9) zen (6)

Selasa, 15 Januari 2013

Hawking, Buddha dan Tuhan


Hawking, Buddha dan Tuhan
Oleh Willy Liu
Awal September, dunia khususnya kalangan agamawan dikejutkan dengan pernyataan Stephen Hawking mengenai alam semesta. Harian The Telegraph, melaporkan bahwa, “Stephen Hawking telah menyatakan bahwa Tuhan bukan pencipta alam semesta.” Pernyataan Stephen Hawking tersebut menuai banyak dukungan sekaligua kecaman dari berbagai pihak.

Stephen Hawking dan Gagasannya
Menurut Wikipedia, Hawking bernama lengkap Stephen William Hawking adalah seorang ilmuwan fisika teoretis. Ia adalah seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Ia dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama karena teori-teorinya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan radiasi Hawking. Meskipun mengalami tetraplegia (kelumpuhan) karena sklerosis lateral amiotrofik, karier ilmiahnya terus berlanjut selama lebih dari empat puluh tahun. Buku-buku dan penampilan publiknya menjadikan ia sebagai seorang selebritis akademik dan teoretikus fisika yang termasyhur di dunia.

Boleh dikatakan bahwa Hawking merupakan salah satu ilmuwan paling jenius yang masih ada saat ini. Ciri khas ilmuwan ini adalah duduk di kursi roda dan dengan kepala miring karena penyakitnya. Karena salah satu ilmuwan terhebat saat ini, tentu pernyataannya tidak bisa dianggap angin lalu. Ia mewakili dunia sains yang sejak Galileo pada sekitar abad ke-16 telah bertentangan dengan agama yang mempercayai Tuhan secara personal.

Pada buku sebelumnya yang sangat terkenal dan laris manis, A Brief History of Time, ada pernyataan yang dianggap oleh pembaca bahwa Hawking masih memberikan kemungkinan bahwa alam semesta diciptakan Tuhan. Namun, di buku terbarunya, The Grand Design, Hawking akhirnya menyatakan pandangannya dengan tegas bahwa "Karena adanya hukum seperti gravitasi, tata surya dapat dan akan membentuk dirinya sendiri. Penciptaan spontan adalah alasannya mengapa sekarang ada 'sesuatu' dan bukannya kehampaan, mengapa alam semesta ada dan kita ada. Tidak perlu memohon kepada Tuhan untuk memulai segalanya dan menggerakan alam semesta."

Menurut Hawking, alam semesta muncul dari gravitasi. Ruang dan waktu juga muncul dari gravitasi. Tidak ada istilah “sebelumnya” karena waktu pun belum muncul. Waktu muncul ketika terbentuknya alam semesta. Begitu pula dengan ruang. Tidak ada istilah “diluar” ruangan karena ruang sendiri baru muncul ketika terbentuknya alam semesta.

Makna yang ingin disampaikan oleh Hawking adalah bahwa alam semesta muncul sesuai dengan Hukum Alam dan tidak perlu peran Tuhan di dalamnya. Pun, secara tidak langsung jelas ia mempunyai gagasan bahwa kehidupan manusia tidak diciptakan oleh Tuhan apalagi mengatur kehidupan manusia.

Tuhan dan Sains
Dapat dikatakan hampir semua agama mempunyai gagasan mengenai Tuhan. Namun, perlu diketahui bahwa makna Tuhan dalam beberapa agama ternyata sedikit berbeda dengan agama lainnya. Secara umum Tuhan diartikan sebagai suatu sosok yang lebih tinggi dari manusia yang menciptakan dan mengatur kehidupan alam beserta isinya. Kematian contohnya dikatakan oleh kalangan agamawan yang mempercayai konsep tuhan merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pencipta tersebut.

Ilmu pengetahuan tidak pernah membicarakan tentang tuhan karena ilmu pengetahuan menjelaskan bagaimana suatu kejadian muncul. Akan tetapi, para ilmuwan jelas menganggap bahwa kejadian-kejadian alam ada sebabnya. Begitu pula dengan berbagai fenomena yang terjadi di sekitar masyarakat. Apabila ilmuwan menganggap segala fenomena telah ditentukan oleh Tuhan, maka ilmu pengetahuan tidak akan berkembang. Disinilah tahap ketika ilmuwan memaksa para agamawan mengubah cara pandang mereka terhadap konsep tuhan dan membuat konsep tuhan mengalami evolusi dari cara pandangnya.

Cara Pandang Buddha
Melalui Sutta, berkali-kali Buddha mengatakan bahwa tidak ada gunanya dan tidak akan ada habisnya memperdebatkan asal muasal alam semesta. Namun, bukan berarti Buddha bungkam seribu bahasa mengenai topik tersebut. Mungkin Buddha sudah bisa mengetahui secara langsung dan ketika akan dijelaskan, pikiran-pikiran yang tidak tercerahkan pendengarnya akan mendistorsikan makna yang disampaikan. Buddha mengatakan bahwa ketika mencapai pencerahan, segala sesuatunya akan menjadi jelas karena “melihatnya” secara langsung.

Beberapa sutta menjelaskan asal mula kehidupan menurut Buddhis dan jelas mengindikasikan bahwa ada suatu proses terbentuknya makhluk hidup. Proses tersebut yang saat ini secara sains disebut evolusi. Disini telah tampak kesejajaran antara pemikiran Buddha dengan pemikiran sains saat ini.

Untuk masalah tuhan, Buddha mempunyai pandangan yang sangat bijak. Pengertian Tuhan sebagai pencipta jelas ditolak oleh Buddha. Apalagi Tuhan sebagai pengatur alam semesta beserta isinya. Akal sehat kita pun akan sepakat dengan Buddha. Jelas kita mempunyai kehendak bebas dan pikiran masing-masing. Setiap kejadian ada sebab dan ada akibat. Ini sangat logis dan dapat diterima akal sehat. Inilah yang dikatak Buddha sebagai Hukum Karma, Hukum Sebab-Akibat. Hukum Karma menjelaskan segala sesuatunya menjadi lebih jelas dan dapat diterima kehidupan modern saat ini.

Lalu adakah konsep Tuhan dalam Buddhis? Jawabannya adalah tidak ada. Namun, dalam Buddhis ada konsep ketuhanan. Beda tuhan dengan ketuhanan adalah tuhan bersifat personal atau ada suatu sosok sedangkan ketuhanan hanyalah suatu sifat. Buddha jelas-jelas menolak suatu Tuhan personal yang mencipta apalagi pengatur.

Konsep ketuhanan dalam Buddhis haruslah sejalan dengan ajaran Buddha. Ada tiga gagasan yang dapat dikatakan sebagai ketuhanan dalam Buddhis, yaitu:
1.      Sebagai sifat-sifat Luhur tanpa batas atau Brahmawihara
Ketuhanan dalam pengertian ini berupa sifat-sifat luhur tanpa batas, tanpa egoistik yang meliputi cinta kasih universal (metta), belas kasih tanpa batas (karuna),
2.      Kemutlakkan dan tidak terjangkau pikiran atau Nibbana
Ketuhanan dalam pengertian ini adalah tidak terjangkau pikiran, bersifat mutlak.
3.      Hukum Alam atau Niyama
Pengertian ketuhanan ini meliputi Hukum Alam itu sendiri yaitu Utu Niyama (Hukum Fisika), Bija Niyama (Hukum Biologi), Citta Niyama (Hukum Psikis), Kamma Niyama (Hukum Sebab-Akibat), Dhamma Niyama (Hukum diluar ke-4 hukum tersebut)

Perlu dipahami bahwa ketuhanan dalam Buddhis tidaklah mengatur kehidupan manusia, tidak pula menentukan segala yang terjadi pada manusia. Setiap manusia berkehendak bebas dan kehendak tersebut akan berakibat sesuai dengan kehendaknya. Apabila kehendak/niat seseorang buruk dan terwujud melalui ucapan, pikiran atau perbuatan, maka pasti akibatnya akan buruk yang akan diterima oleh orang tersebut, cepat atau lambat.

Kesimpulan
Hawking lahir sekitar 2500 tahun setelah Buddha, namun gagasan Buddha dan Hawking sejalan. Dua-duanya menolak Tuhan personal. Hawking jelas mengatakan bahwa kalaupun ia percaya tuhan, Hukum Alam adalah tuhannya dan manusia mempunyai kehendak bebas tanpa campur tangan Hukum Alam. Jadi, jelas bahwa Hawking dan ilmu pengetahuan semakin membuktikan kebijaksanaan Buddha 25 abad lampau.

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar