Teknik Ceramah
Dhammadesana hendaknya diawali dengan pembacaan Vandana dan kemudian menyebutkan beberrapa kalimat yang diambil dari Dhammapada atau dari lain sumber yang akan kita jadikan topik pembicaraan kita. Kalimat Dhammapada dapat diucapkan dalam bahasa Pali atau dalam bahasa Indonesia, tergantung pendengarnya.
Uraian Dhamma haruslah diberikan secara berurutan dan bertahap. Gambarkanlah dengan kata-kata indah sehingga membentuk bayangan dalam tiap pendengar. Selipkan humor segar yang berhubungan dengan topik pembicaraan. Hindari humor yang porno dan kasar serta menyinggung pribadi orang. Tambahkan dalam setiap tahap pembicaraan dengan contoh-contoh nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Contoh ini membantu umat merasakan kedekatan antara topik bahasan dengan kehidupan mereka sendiri.
Ekspresi wajah amat mempengaruhi keberhasilan Dhammadesana. Usahakan wajah kita dapat lebih banyak tersenyum kepada pendengar. Wajah hendaknya lebih sering menghadap pendengar daripada menunduk. Mata juga perlu sering kontak dengan pendengar. Kontak mata diperlukan agar kita dapat selalu menjalin hubungan batin dengan pendengar. Kita akan dapat segera mengetahui pendengar yang antusias, bosan, mengantuk, bingung maupun yang akan bertanya. Dengan demikian kita akan dapat segera mengambil langkah tertentu untuk memberikan kepuasan pada pendengar. Salah satu pedoman yang perlu kita ingat adalah, kita perlu membuat pendengar MENGERTI dan bukan kita hendak membuat Dhammadesana kita SELESAI begitu saja. Dengan demikian, kita harus berjuang menggunakan berbagai macam cara agar pendengar dapat mengerti Ajaran Sang Buddha yang kita berikan. Lebih jauh lagi, kita berusaha agar pendengar dapat melaksanakan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari mereka serta mampu mengajarkan Buddha Dhamma kepada orang-orang di sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar